,

Ketuk Palu Hakim buat Perambah Leuser, Berefek Jerakah?

Fikrianto dan Rusli Usman tertunduk lesu.  “Kami pikir-pikir Pak hakim,” kata Fikrianto, setelah mendengar vonis hakim. Dia terus menundukkan kepala.

“Kami menyesal, gak akan mengulangi perbuatan ini lagi,” kata Rusli Usman.

Namun, dia mengatakan denda hakim terlalu berat. “Kayu yang kami ambil dari TNGL tidak sebanding dengan denda. Kayu gak sampai Rp30 juta, tetapi denda Rp500 juta.”

Fikrianto dan Rusli, adalah terdakwa perambah kayu di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara, memvonis dua orang ini bersalah pada Juni 2015.

Fikrianto, turut serta merambah hutan dan mendapatkan hukuman 12 bulan. Sedangkan Rusli, lebih berat, 18 bulan kurungan penjara karena terbukti merambah dan mencuri kayu dari Leuser. Keduanya, juga didenda membayar Rp 500 juta.

Mereka tertangkap tim Balai Besar TNGL pada 13 Februari 2015 di Kecamatan Sawit Seberang, Langkat, usai keluar dari TNGL. Kala itu, tim BBTNGL mengamankan barang bukti 1.050 batang kayu olahan meranti. Kayu ini ditebang dan dibuat gagang cangkul yang akan dijual ke sejumlah lokasi, seperti Stabat, Binjai, dan Medan.

Andi Basrul, Kepala Balai Besar TNGL berharap, ada efek jera dan tak lagi menebang di TNGL. Dia memberikan apresiasi pada hakim karena memberikan denda maksimal sesuai UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, meskipun hukuman masih ringan.

Hingga kini, katanya, perambahan Lesuer masih cukup tinggi walau sudah sering penindakan. Patroli pengawasanpun lebih ditingkatkan dengan harapan perambahan berkurang. BBTNGL membentuk lebih banyak unit-unit patroli. Juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, salah satu Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP).

Selain peningkatan patroli, katanya, bersama mitra juga mengelola data menggunakan Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART). Lewat SMART, patroli bisa mengidentifikasikan lokasi-lokasi rawan perburuan, dan aktivitas pembukaan hutan. “Tercatat sekitar 30.000 hektar kawasan TNGL rusak, dengan deforestasi paling parah di Kecamatan Besitang dan Sei Lepan, Langkat.”

Noviar Andayani, Country Director WCS-IP mengatakan, vonis hakim merupakan upaya menyelamatkan ekosistem wilayah konservasi.

Dengan denda maksimal, katanya, diharapkan membuat yang lain berpikir ulang untuk merambah. “Kami harapkan ada efek jera.”

Berdasarkan catatan WCS, sejak Januari 2015,  setidaknya ada tujuh kasus kayu ilegal ditangani petugas BBTNGL Stabat. Dari kasus-kasus itu, dua berkas ke pengadilan dan vonis. Sedangkan lima kasus lagi dalam proses penyidikan oleh dan proses persidangan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,