Keberadaan orangutan makin memprihatinkan. Selain karena maraknya pembukaan hutan untuk perkebunan dan pertambangan yang menggerus habitatnya, orangutan juga kerap diburu untuk dijadikan peliharaan. Lebih ironi, sejumlah lembaga konservasi seperti kebun binatang turut memanfaatkan orangutan sebagai objek foto maupun atraksi sirkus.
Prihatin dengan kondisi tersebut, kelompok pendukung orangutan atau Centre for Orangutan Protection (COP) yang tergabung dalam Orangufriends menggelar kampanye serentak di sembilan kota, yakni Jakarta, Denpasar, Banda Aceh, Bandung, Yogya, Solo, Surabaya, Malang, dan Samarinda. Kampanye yang digelar Selasa (7/7/15) ini bertajuk #orangutanbukanmainan.
Koordinator Kampanye Orangufriends Surabaya, Mawar Purba menyatakan, orangutan bukanlah mainan. Semua aktivitas yang memanfaatkan orangutan yang tidak berdasarkan perilaku aslinya harus dihentikan. “Kita ingin memberitahukan kepada masyarakat agar jangan foto dengan orangutan, juga jangan lagi menonton sirkus karena orangutan bukan mainan,” katanya.
COP juga menyoroti masih adanya lembaga konservasi seperti taman safari maupun kebun binatang, yang masih menyediakan orangutan atau satwa lainnya sebagai objek foto maupun atraksi hiburan pengunjung.
Padahal, menurut Mawar, orangutan merupakan satwa endemik Indonesia, yang berperan sebagai penebar biji dari buah yang dimakannya. Keberadaan orangutan pun sebagai indikator kelestarian hutan di Indonesia, serta keselamatan satwa lain yang ada di hutan. “Idealnya, orangutan dilepas di hutan karena habitatnya memang hutan. Kalaupun memang berada di wilayah konservasi ex situ, jangan dijadikan objek foto dan dipertontonkan kepada masyarakat untuk sirkus,” tandasnya.
Terkait eksploitasi orangutan dan satwa liar sebagai atraksi hiburan, manajemen Kebun Binatang Surabaya memberikan tanggapan. Humas Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) Kebun Binatang Surabaya (KBS) Ryan Adi Djauhari mengatakan, hingga saat ini pengelola KBS telah mengurangi pemanfaatan satwa untuk atraksi maupun satwa tunggang. Hal ini tidak lain demi kesejahteraan satwa, serta memberikan edukasi yang benar mengenai satwa kepada masyarakat.
Di KBS, lanjut Ryan, sudah tidak lagi menampilkan animal show atau pertunjukan satwa, termasuk aktraksi orangutan dan beruang. Selain itu, KBS juga mulai mengurangi kegiatan tunggang satwa, meski tidak secara langsung dihentikan. “Tunggang satwa masih ada, pada kuda dan unta. Untuk gajah hanya waktu.”
Sebelumnya, KBS selalu menampilkan pertunjukan satwa sebagai alternatif hiburan pengunjung. Selain itu, ada juga tunggang satwa dan foto bersama satwa sebagai daya tarik kunjungan.
Lindungi
Ratno Sugito, Kordinator Kampanye Orangufriends Aceh menyebutkan, berdasarkan data survei strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2009, populasi orangutan sumatera sangat memprihatinkan.
Padahal, pada 1990 jumlahnya 80.000 individu. Namun, pada 1995 turun drastis menjadi 12.500 individu dan pada 2004 hanya 7.500 individu. “Menurunnya jumlah orangutan sumatera dikarenakan terganggunya habitatnya di hutan seperti di Leuser, Rawa Tripa dan hutan lindung lainnya yang ada di Aceh.”
Penegakan hukum terhadap pelaku perburuan satwa liar termasuk orangutan harus dilakukan. Selain itu, sejumlah kebun binatang yang masih mengeksploitasi orangutan harus dihentikan. “Orangutan tidak perlu dilatih untuk mengikuti keinginan manusia,” paparnya.
Senada, Destya Maharani, anggota Orangufriends Yogya menuturkan, eksploitasi orangutan di lembaga konservasi ex situ adalah tindakan salah dan tidak lucu. Bisnis kejam ini akan terus berlangsung bila masyarakat mendukung dengan membeli tiket pertunjukan atau membayar untuk bisa foto bersama,” ujarnya.
Di Indonesia, orangutan memang hanya ada di Kalimantan dan Sumatera. Orangutan borneo (Pongo pygmaeus) jumlahnya saat ini diperkirakan sekitar 54 ribu individu yang berada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Status keterancamannya berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) adalah Genting (EN/Endangered).
Sementara orangutan sumatera (Pongo abelii) jumlahnya diperkirakan sekitar 6.500 individu dengan persebaran terbesar di kawasan Leuser. Statusnya kini Kritis (CR/Critically Endangered). Artinya, satu langkah lagi orangutan ini akan menuju kepunahan di alam.
“Orangutan memiliki 97% DNA yang sama dengan manusia. Pastinya, orangutan memiliki rasa sedih, tertekan, jatuh cinta, dan takut. Sirkus maupun foto dengan orangutan merupakan bentuk pemaksaan yang sepantasnya kita sebagai masyarakat tidak mendukung sama sekali“ tegas Indira Nurul Qomariyah, Kordinator Kampanye Orangufriends Solo.