,

Bukan hanya Perlindungan, Orangutan juga Butuh Perhatian

Satu individu orangutan terlihat manja dalam gendongan pengasuhnya (keeper). Budi, nama bayi orangutan berusia setahun itu, yang berhasil dievakuasi dari tangan warga Kubing, Ketapang, Kalimantan Barat.

Saat diselamatkan, usianya baru 10 bulan. Badannya mengalami malnutrisi, akibat dipelihara dalam kandang ayam dan hanya diberi susu formula. Organ dalam tubuhnya juga mengalami pembengkakan. “Jika tidak ditangani, tubuhnya akan kerdil. Kini, Budi mulai belajar makan sendiri. Dia masuk ke kelas playground,” ujar, Ayu Handayani, dokter hewan yang juga salah satu tim medis di Yayasan Inisiasi alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).

Playground merupakan lingkungan alam terbuka yang dikelilingi pagar setinggi tiga meter dalam areal seluas satu hektar. Pagi itu, Budi yang ditemani pengasuhnya akan berangkat sekolah.  Biasanya pukul 07.00 WIB mereka berangkat dan kembali ke kandang nursery pukul 16.00 WIB.

Di sekolah itu, Budi dan teman-temannya dilatih naluri liarnya. Dia dipersiapkan secara fisik dan mental untuk dapat hidup di alam bebas. “Lokasi rehabilitasi ini merupakan hutan alam dengan vegetasi dan kelimpahan pakan sebagaimana habitat alaminya kelak,” kata Adi Irawan, Manajer Operasional YIARI.

Untuk Budi, pelepasliaran akan dilakukan saat usianya enam hingga tujuh tahun. Pasalnya, di habitat alaminya, bayi orangutan akan lepas dari induknya setelah usia tujuh tahun. Saat bersama induknya, kata Adi, bayi orangutan diajarkan cara memilih makanan, membuat sarang, dan menghindari predator. “Di playground ini Budi diajarkan memanjat, bergelantung, dan berinteraksi.”

Tingkatan selanjutnya, adalah latihan pelepasliaran. Di pusat rehabilitasi ini, orangutan yang sudah bisa mencari makan dan membuat sarang akan dilepasliarkan. Kelas ini dinamakan tahap monitoring. Orangutan akan dipantau apakah akan kembali ke kandang atau tidak serta dilihat juga kemampuannya membuat sarang. “Guru terbaik orangutan adalah orangutan itu sendiri, maka interaksi dengan sesama orangutan sangat diharapkan,” papar Adi.

Untuk mendampingi orangutan yang dilepasliarkan, dibutuhkan dua keeper yang bekerja selama 15 jam sehari. Setiap pagi dan sore, keeper harus menerapkan kata ‘makan’ dan ‘pulang’  agar orangutan kembali ke sarang yang dibuatnya sendiri.

Budi, bayi orangutan yang baru berusia setahun ini dilatih kemampuannya agar saat dilepasliarkan nanti bisa bertahan hidup di hutan. Foto: Aseanty Pahlevi
Budi, bayi orangutan yang baru berusia setahun ini dilatih kemampuannya agar saat dilepasliarkan nanti bisa bertahan hidup di hutan. Foto: Aseanty Pahlevi

Rehabilitasi

YIARI berada di Dusun Pematang Merbau, Desa Sei Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Luasnya 100 hektar, namun wilayah yang digunakan untuk rehabilitasi orangutan hanya 24 hektar. Sekelilingnya masih berupa lahan kosong.

Yayasan yang berdiri pada 2008 ini fokus pada pelestarian satwa liar dengan menitikberatkan upaya 3R yakni Rescue, Rehabilitation, dan Release. Selain di Kabupaten Ketapang, YIARI juga menjalankan pusat rehabilitasi satwa liar di Ciapus, Bogor, Jawa Barat berupa kukang, monyet ekor panjang, dan beruk. Sementara di Ketapang pada penyelamatan orangutan.

Menurut Adi, saat ini terdapat 85 orangutan yang menjalani rehabilitasi di kandang: orangutan liar dan orangutan bekas peliharaan warga. Orangutan peliharaan, biasanya memerlukan waktu cukup lama untuk dilepasliarkan. Bahkan, ada yang tidak mungkin dilepaskan karena faktor usia atau fisiknya yang cacat. Sementara orangutan liar, akan dilakukan pelepasliaran kembali sebagaimana habitatnya di hutan.

Kandang ini berada di rerimbunan hutan. Kanan kiri jalan dengan lebar dua meter ini ditumbuhi pohon campuran. Makin ke dalam, tajuknya makin tinggi dan rapat. Lokasi bangunan terdiri dari bangunan kantor dan camp.

Untuk masuk ke kandang ini tidak bisa sembarang orang. Harus mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat terlebih dahulu. Selain itu, pengunjung juga harus memeriksakan darahnya, untuk penyakit Hepatitis B dan C, juga TBC. Para keeper dan tim medis selalu menggunakan penutup mulut saat berinteraksi dengan orangutan.

Orangutan liar yang di evakuasi tim YIARI biasanya orangutan yang terdesak habitatnya atau makanan di habitatnya sudah habis. “Daya jelajah orangutan yang jauh, yakni yang mencapai 100 kilometer, merupakan salah satu penyebab terkadang ia juga masuk ke permukiman masyarakat,” jelas Adi.

Di YIARI Ketapang ini, terdapat 85 individu orangutan yang merupakan orangutan liar dan bekas peliharaan warga. Foto: Aseanty Pahlevi
Di YIARI Ketapang ini, terdapat 85 individu orangutan yang merupakan orangutan liar dan bekas peliharaan warga. Foto: Aseanty Pahlevi

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,