,

Ikan Juga Bisa untuk Ketahanan Pangan Nasional

Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan sekaligus produsen perikanan terbesar kedua di dunia, Indonesia bisa mengandalkan wilayah kelautannya untuk dijadikan sebagai kawasan ketahanan pangan. Potensi itu sangat besar dan bisa digali lebih jauh. Hanya syaratnya, Indonesia harus bisa mengelola dengan sangat baik.

Demikian diungkapkan Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arief Satria kepada Mongabay. Menurut dia, Indonesia saat ini tetap menjadi salah satu negara kelautan yang besar. Hanya saja, sejak lama pengelolaan sumber daya laut di negara ini masih berantakan dan bahkan cenderung asal-asalan.

“Laut kita termasuk yang terkaya di dunia, kita juga jadi produsen besar di dunia. Tapi dengan kekayaan seperti itu ternyata kita tidak bisa mengelolanya dengan baik, itu jadi sebuah ironi. (Contohnya) kita impor ikan kembung, ikan lele, ikan patin, dan macam-macam,” ungkap Arief.

Karena kekayaan tersebut, kata Arief, seharusnya Indonesia bisa lebih menghargai dan belajar untuk menjaga lautnya lebih baik lagi. Sehingga, ke depan laut bisa dijadikan akses untuk menuju ketahanan pangan nasional.

“Selama ini, ketahanan pangan selalu diidentikkan dengan beras atau tanaman holtikultura. Padahal, tidak itu saja. Sekarang sudah saatnya sumber daya laut, khususnya ikan bisa dijadikan sebagai bahan pokok untuk ketahanan pangan nasional,” jelas dia.

Ikan di Laut Tinggal 10 Persen Lagi

Akan tetapi, walaupun laut Indonesia berpotensi memberikan jalan untuk mendukung ketahanan pangan nasional, menurut Arief Satria saat ini kondisinya tidak lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebagai bagian dari laut internasional, ketersediaan ikan pada masa kini terus menerus berkurang hingga tersisa 10 persen saja.

“Yang 10 persen itu yang sama sekali belum tereksploitasi ya. Jadi itu potensi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia. Jadi sekarang tinggal sedikit saja yang tersedia,” tutur dia.

Secara keseluruhan, kata Arief, ikan di lautan yang sudah terekploitasi dan over eksploitasi besarnya mencapai 61 persen. Jumlah itu sangat besar dan diprediksi akan terus bertambah lagi jika Indonesia tidak bisa mengelola wilayah lautnya dengan baik beserta sumber daya laut di dalamnya.

“Dua tahun lalu, ketersediaan ikan masih 15 persen. Tapi tahun ini sudah tinggal 10 persen saja. Itu artinya ada 5 persen yang hilang begitu cepat. Jika ini terus dibiarkan, maka Indonesia terancam tidak bisa mengambil ikan lagi di lautnya sendiri,” tandas dia.

 Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando
Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando

Meski demikian, Arief menaruh harapan kekayaan laut akan bisa dijaga diselamatkan karena ada banyak kebijakan yang bersifat melindungi sudah dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

“Saat ini sudah ada langkah jelas, contohnya dengan kebijakan cantrang yang sudah mulai dilakukan pengalihan alat tangkap oleh KKP. Begitu juga dengan lobster yang sudah dilindungi lebih baik lagi. Untuk transshipment juga demikian, kondisinya sudah terlindungi saat ini,” paparnya.

Ketahanan Pangan Dimulai dari Nelayan

Sementara itu menurut Menteri KP Susi Pudjiastuti, sumber daya kelautan memang sudah bisa dijadikan sebagai komponen pokok untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Namun, untuk menuju kesana harus ada kerja sama kuat dari semua kalangan, termasuk nelayan dan Pemerintah..

“Ketahanan pangan itu harus dijaga oleh kita semua. Karena, ketahanan pangan akan mengantarkan Indonesia pada swa sembada pangan juga. Ini sangat baik untuk kemajuan bangsa ini ke depannya,” ungkapnya.

Karena ketahanan pangan dari sektor kelautan masih baru, Susi berharap semua pihak bisa membuat metode yang pas. Karena, hanya dengan metode yang tepat, ketahanan pangan bisa diwujudkan tanpa merugikan pihak tertentu.

Susi mencontohkan, sebagai orang Pangandaran, Jawa Barat dan sekaligus sebagai pengusaha perikanan disana, dia sudah terbiasa melihat ketangguhan nelayan lokal dalam mengelola ikan hasil tangkapan dari laut.

“Biasanya, ikan akan dijual langsung ke KUD (koperasi unit desa) dan berikutnya dilelang. Itu proses yang wajib dilalui oleh setiap nelayan yang menangkap ikan di laut. (Penjual) bakul tidak diizinkan untuk membeli dari nelayan langsung,” urai dia.

Cara seperti itu, menurut Susi, merupakan salah satu cara yang baik dalam mengelola hasil laut dan juga wilayah laut. Karena, dengan hasil yang pasti, nelayan pasti ingin tetap mendapatkan ikan, dengan demikian nelayan juga pasti akan berusaha menjaga laut dengan baik.

“Ada banyak KUD yang tersebar di pesisir pantai di Kabupaten Pangandaran. Termasuk, di Pantai Parigi dan Pantai Pangandaran,” tambah dia.

Untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan nasional dari sektor kelautan, memang diperlukan penjagaan dan pengelolaan dari semua pihak. Karena, potensi sumber daya laut, khususnya ikan masih sangat besar dan tidak boleh disia-siakan saja.

“Sekarang itu bukan tugasnya KKP lagi untuk menjaga laut. Itu sudah menjadi tugas kita semua, termasuk seluruh kementerian yang ada. Mereka harus berkontribusi untuk ikut menjaga lautan,” kata Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , ,