, , ,

Warga Menang! Pengadilan Perintahkan Cabut Izin Tambang di Pulau Bangka

Kemenangan kedua warga Pulau Bangka, Sulawesi Utara, terukir. Setelah delapan bulan proses sidang gugatan digelar di PTUN Jakarta Timur, majelis hakim mengabulkan permohonan penuh warga. Warga diwakili sembilan orang ini menggugat SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3109/K/30/2014 mengenai izin produksi usaha pertambangan biji besi oleh PT Mikgro Metal Perdana (MMP).

Ketua Majelis Hakim PTUN Jaktim, Tri Cahya Indra Permana mengatakan, memutuskan menolak eksepsi tergugat, seluruh tergugat intervensi satu dan dua. Menerima seluruh gugatan pemohon. Menyatakan Surat Keputusan Menteri ESDM tertanggal 17 Juli 2014 soal izin produksi pertambangan batal.

Putusan dibacakan bergantian dua hakim lain yakni Indaryadi dan Elizabeth Tobing di Jakarta, Selasa (14/7/15). Tergugat,  Kementerian ESDM wajib mencabut SK itu. Majelis hakim juga memutuskan Kementerian ESDM dan MMP membayar biaya perkara Rp17.290.000.

Majelis beralasan, penerbitan SK bertentangan dengan putusan Mahakamah Agung No. 291/K/TUN/2013 pada 24 September 2013. Pertimbangan lain, permohonan peninjauan kembali (PK) Bupati Sompie Singal juga ditolak MA dengan putusan No. 127/PK/TUN/2014 pada 4 Maret 2015. Putusan MA dianggap berkekuatan hukum tetap. Dengan keluar SK ini, dianggap tidak menghormati upaya penegakan hukum.

Sebelumnya, MMP mengantongi IUP di Bangka seluas 2.000 hektar, lebih setengah luas pulau itu, 3.319 hektar. Majelis juga menganggap SK ESDM melanggar banyak peraturan perundang-undangan, seperti UU Pulau Kecil dan Pesisir, UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, UU Lingkungan Hidup dan UU Minerba. Aspek lain yang menjadi bahan pertimbangan, katanya, dengan SK ini membuat perpecahan di masyarakat. Masyarakat pro dan kontra dengankeberadaan MMP yang dinilai bertentangan dengan azas-azas penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Majelis juga menilai, pengelolaan pulau kecil dan pesisir melibatkan kesatuan ekosistem. “Harus menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar sekitar. Pengelolaan harus sesuai izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). MMP tak bisa menunjukkan perizinan pemanfaatan Pulau Bangka dari Menteri Kelautan dan Perikanan.  Ketentuan itu juga tak ada bukti dibatalkan oleh MK. Larangan kegiatan pertambangan di wilayah konservasi adalah mutlak.”

Dia mengatakan, seharusnya perizinan terintegrasi hingga tak merusak lingkungan dan berdampak pada tata ruang dan zonasi. Pengelolaan pulau kecil bisa dilakukan jika belum ada pengelolaan oleh masyarakat lokal. “Harus memperhatikan aspek ekologi. Harus mengakui hak-hak masyarakat lokal dan tradisional dalam mendapatkan akses di pulau itu,” kata Tri.

Pulau Bangka, Sulut, bak berukir-ukir alias mulai botak karena operasi tambang. Foto: Save Bangka Island
Pulau Bangka, Sulut, bak berukir-ukir alias mulai botak karena operasi tambang. Foto: Save Bangka Island

Dengan begitu, majelis menganggap gugatan warga Bangka cukup beralasan, yakni kemungkinan merusak Lingkungan hingga tidak lagi mempertimbangkan aspek lain, termasuk eksepsi tergugat dan tergugat intervensi I (MMP) dan II (masyarakat pro MMP). Majelis hakim juga tak mempertimbangkan perihal 173 pekerja lokal, 133 karyawan tetap di MMP.

“Majelis hakim perlu mengingatkan kepada tergugat intervensi bahwa pertambangan di pulau kecil  termasuk Bangka yang tidak dilengkapi izin Menteri KKP bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.”

Pengacara warga,  Johny Nelson Simanjuntak puas dengan putusan ini. Putusan ini, katanya, berdasarkan masalah substansi yang bertentangan dengan hukum. Dia menilai majelis hakim cukup cermat dalam mengambil keputusan.

Sebelumnya, Menteri KP, Susi Pudjiastuti menyoroti kasus ini. Dia mengirim surat kepada Menteri ESDM bernomor B-687/MEN-KP/XII/2014 pada 12 Desember 2014. Surat ini meminta pertambangan di Bangka dihentikan. Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretariat Negara juga melakukan hal sama. Meminta Kementerian Dalam Negeri menangani masalah ini. Surat dari Mensetneg bernomor B-110/Kemensetneg/D-4/Hkm/HK.04.02/04/2015,  tertanggal 13 April.

Aktivia Jaringan Advokasi Tambang ( Jatam) Umbu Wulang seusai persidangan mengatakan, putusan ini menunjukkan, masyarakat masih optimis dengan penegakan hukum.

“Hakim berpihak pada keadilan sesuai situasi sebenarnya. Ini putusan yang memberikan pencerahan kepada publik. Pemerintah jangan lagi sembarang mengeluarkan izin. Terutama di daerah yang selama ini dikuasai raja-raja kecil. Ini tanda agar masyarakat jangan ragu-ragu kalau hak dirampas, atau kampung dijarah. Harus berani menuntut.”

Ki Bagus Hadi Kusuma, Manager Emergency Response Jaringan Jatam cukup puas dengan putusan hakim mengabulkan semua tuntutan warga. “Ini membuktikan hakim PTUN Jaktim mengutamakan penyelamatan masa depan Bangka dibandingkan argumentasi ada penyerapan tenaga kerja dan pembangunan.

Edo Rakhman dari Walhi Nasional mengatakan, ini kemenangan warga Bangka. “Ini membuktikan, majelis hakim menggunakan naluri dalam memutuskan perkara. Memang sangat layak kalau izin itu dibatalkan karena prosedur tidak masuk akal.”

Ariefsyah Nasution dari Greenpeace mengatakan, pemerintah pusat, dalam hal ini mendagri bersama presiden, perlu segera mengambil langkah cepat menyelesaikan kasus ini. “Jangan lagi membiarkan pembangkangan hukum oleh Bupati Minahasa Utara dan MMP.

Soni Heru Prasetyo dari Biro Hukum Kementerian ESDM mengatakan, akan berkonsultasi untuk menentukan banding atau tidak.

Pulau Bangka, Sulut yang mulai merana karena tambang. Kemenangan gugatan warga ini memberikan angin segar bagi penyelamatan pulau ini. Foto: Save Bangka Island
Pulau Bangka, Sulut yang mulai merana karena tambang. Kemenangan gugatan warga ini memberikan angin segar bagi penyelamatan pulau ini. Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , ,