,

Rano, Danau Sejuta Harapan Masyarakat Balaesang Tanjung yang Diusik Tambang

Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah, memiliki sebuah danau yang cantik. Letaknya di Desa Rano, Kecamatan Balaesang Tanjung. Nama danaunya pun sesuai dengan nama desa, yaitu Rano. Luasnya sekitar 260 hektar dengan kedalaman 80 meter. Berbagai macam ikan air tawar  hidup di dalamnya.

Agar danau tetap indah dan lestari, masyarakat sekitar punya cara unik menjaga danau dari tangan-tangan jahil. “Kami melarang perahu menggunakan mesin, seperti mesin katinting agar danau tidak tercemar,” kata Samin, tokoh masyarakat Desa Rano.

Bahkan, kata dia, beberapa tahun lalu, Dinas Perikanan Kabupaten Donggala memberikan bantuan perahu mesin kepada nelayan. Hingga kini, perahu tersebut belum pernah digunakan dan hanya tersimpan di belakang rumah. Dalam waktu dekat, masyarakat berniat mengembalikan bantuan itu.

Menurutnya, warga di sekitaran danau memahami bahwa sejak dulu orang tua mereka sudah berpesan kalau apa yang tersedia hari ini adalah modal untuk anak cucu. “Orang tua kami telah membuat aturan adat yang tidak memperbolehkan melakukan kegiatan di danau, seperti perahu mesin tadi.”

Selain itu, masyarakat telah menjadikan Danau Rano sebagai halaman depan rumah mereka. Ini dilakukan agar warga tetap memperhatikan danau layaknya halaman depan rumah mereka yang selalu dijaga kebersihnya.

“Tidak dipungkiri saat ini danau mulai tercemar air sabun bekas cucian pakaian, sampah plastik, juga bahan kimia bekas pupuk yang terbawa aliran sungai,” ucap Juanda, tokoh masyarakat lainnya di Desa Rano.

Hal lain yang diatur adalah membatasi penebangan hutan untuk kebutuhan warga dan membuat zona khusus wilayah hutan lindung. Pada wilayah tertentu, warga diperbolehkan mengambil kayu di hutan untuk kebutuhan rumah tangga. Tetapi hanya seperlunya saja dan pada wilayah tertentu. “Ini kami lakukan sejak lama agar hutan tetap terjaga. Hampir semua anak sungai yang ada di Balaesang, setidaknya sembilan anak sungai, masuk ke Danau Rano,” ungkap Juanda.

Yang membuat kami miris, saat ini populasi ikan diperkirakan berkurang, terutama jenis ikan tertentu seperti mujair yang asli Danau Rano. Salah satu faktor yang ditengarai adalah proyek pemerintah Kabupaten Donggala yang melepas ribuan bibit ikan seperti ikan nila di Danu Rano awal 2003-2004. Pasca-pelepasan itu, jenis ikan mujair mulai berkurang dan hasil tangkapan warga menurun. Padahal, sebelum adanya pelepasan, tangkapan warga mencapai 3.000 ekor sekali menjaring.

“Kini, dalam setahun kami membatasi warga untuk melaut selama tiga bulan. Ini dimaksudkan agar proses perkembangbiakan ikan berjalan baik. Juga harus menggunakan jaring berukuran 3,5 cm. Ukuran ini disesuaikan dengan ukuran ikan, agar ikan kecil tidak terangkut.”

Masyarakat Balaesang Timur memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian Danau Rano seperti tidak mengizinkan menggunakan perahu bermesin yang akan mencemari danau nantinya. Foto: Walhi Sulteng
Masyarakat Balaesang Timur memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian Danau Rano seperti tidak mengizinkan menggunakan perahu bermesin yang akan mencemari danau nantinya. Foto: Walhi Sulteng

Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng Aries Bira mengatakan, upaya yang dilakukan warga bagian dari pengelolaan danau yang adil dan berkelanjutan. Menurutnya, saat ini Walhi Sulteng terus berupaya agar aturan adat yang telah disepakati tetap terjaga.

“Kami juga mendorong kebijakan di tingkat desa agar konsep konservasi tidak menentang atau menghalangi mata pencaharian warga yang selama ini bergantung pada danau,” ungkap Aries.

Ancaman tambang

Pada 2012, sempat terjadi kekacauan di Balaesang Tanjung, akibat kehadiran perusahaan tambang emas PT. Cahaya Manunggal Abadi (CMA). Salah satu wilayah yang akan dicaplok oleh perusahaan emas itu adalah Danau Rano. Danau yang begitu vital bagi masyarakat yyang berada di di Kecamatan Balaesang Tanjung.

Warga yang menolak kehadiran PT. CMA karena dianggap merampas hak kelola mereka terlebih aktivitasnya akan mencemarkan danau melakukan protes dengan membakar dua alat berat milik perusahaan. Namun, warga yang menolak ditangkap dan ditembak oleh aparat kepolisian (18/7/12). Korban berjatuhan. Kejadian ini membuat Komnas HAM menurunkan tim untuk menyelidiki peristiwa tersebut.

PT. CMA bersikukuh menjalankan aksinya karena telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Donggala Nomor 188.45/0288/DESDM/2010 tertanggal 5 Februari 2010 yang menyebutkan bahwa luas areal pertambangannya sekitar lima ribu hektar. Lokasinya berada di Desa Walandano, Kamonji, Rano, Palau, dan Pomulu, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Kehadiran perusahaan tambang emas, bukan hanya akan merusak lingkungan tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari Danau Rano. Foto: Walhi Sulteng
Kehadiran perusahaan tambang emas, bukan hanya akan merusak lingkungan tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari Danau Rano. Foto: Walhi Sulteng
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,