,

Kawasan Hutan Desa Pertama di Sumatera Selatan itu Mulai Terbakar

Kawasan Hutan Desa Muara Merang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, kondisinya kian memprihatinkan. Bila sebelumnya terancam illegal logging dan illegal land, kini kawasan hutan desa pertama di Sumatera Selatan itu mulai terbakar.

“Sampai saat ini ada 16 titik api di Kabupaten Muba yang sulit dipadamkan. Sebagian berada di kawasan Hutan Desa Muara Merang. Kita terus melakukan water booming, juga dilakukan upaya melalui darat,” kata Akhmad Taufik, Kepala UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Sumatera Selatan, Senin (27/07/2015).

Dijelaskan Taufik, mengirim tim pemadam kebakaran melalui darat sangat sulit dilakukan, sebab transportasi ke lokasi hanya dapat menggunakan angkutan air seperti speedboat. “Upaya yang cepat hanya melalui udara. Tapi saat ini tim darat sebagian sudah di lokasi,” kata Taufik yang menjelaskan water booming dilakukan hampir setiap hari.

Soal adanya bencana kebakaran ini dibenarkan Sigid Widagdo dari Wahana Bumi Hijau (WBH). “Ya, benar. Dua hari sebelum Idul Fitri, kita mendapat laporan dari Sayuti, pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Muara Merang. Dia menjelaskan tim masyarakat peduli api tengah melakukan upaya pemadaman di lokasi hutan yang terbakar,” katanya. “Tapi sampai saat ini kita belum mendapatkan laporan lanjutan,” tambahnya.

Wakil Bupati Muba Beni Hernedi telah mengetahui titik api di kabupatennya. Dia menemukan 18 titik api saat melakukan pemantauan melalui udara bersama Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Sigit Wibowo, Kapolres Muba AKBP M Ridwan, Dandim 0401 Muba Letkol Inf Ignatius Wiwoho, Jumat (24/07/2015) lalu.

Titik api tersebut tersebar di Kecamatan Bayung Lencir, Sungai Keruh, Babat Toman, serta Lalan. Titik api terbanyak di Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir.

Status 18 titik api yang ditemukan sudah masuk status tanggap darurat namun belum memasuki status tanggap darurat nasional.

“Pemerintah Kabupaten Muba dan segenap unsur terkait, selanjutnya akan mengkoordinasikan langkah yang perlu untuk menanggapi status tanggap darurat. Sehingga, kebakaran lahan tidak meluas,” ujarnya kepada wartawan.

Pemukiman warga yang terlibat program hutan desa di Dusun Pancuran, Desa Muara Merang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Muba, Sumsel. Foto: Taufik Wijaya

Sulit diatasi

Dari beberapa wilayah yang sering terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut di pesisir timur Sumatera Selatan, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin dan Musi Banyuasin, kebakaran hutan di Kabupaten Musi Banyuasin paling sulit diatasi.

Mengapa? Selain lokasinya yang sulit, juga adanya penolakan dari masyarakat. “Ada penolakan dari masyarakat dalam upaya kita mengatasi kebakaran. Tapi kita terus melakukan pemadaman,” ujar Taufik.

Adanya penolakan dari masyarakat tersebut, karena diduga kebakaran tersebut sengaja dilakukan masyarakat yang melakukan perambahan lahan untuk perkebunan.

Terhadap sikap masyarakat ini, Kapolres Muba AKBP M Ridwan, Sik mengimbau  masyarakat agar tidak membuka lahan secara membakar, karena Kapolda Sumsel telah memberi maklumat berupa larangan pembakaran hutan, lahan dan ilalang ataupun semak belukar.

“Jika itu masih dilakukan masyarakat, pemerintah dan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) terkait akan menindak tegas para pelaku pembakaran lahan tersebut,” kata Ridwan, Jumat (24/07/2015).

Sungai Merang, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, ini merupakan jalur yang digunakan untuk kegiatan illegal logging. Foto: Sigid Widagdo

Bantuan Jambi

Najib Asmani, staf khusus Perubahan Iklim Gubernur Sumatera Selatan, menilai guna mengatasi kebakaran hutan di Kecamatan Bayung Lencir yang tidak ada akses darat melalui Sumatera Selatan, selain dilakukan upaya dari pemerintah Sumatera Selatan, Kabupaten Muba, aparat keamanan, dan masyarakat, juga perlu adanya dukungan dari pemerintah Jambi.

“Sebab akses jalan darat tercepat dari lokasi itu dari Jambi. Sudah ada jalan antara Jambi menuju lokasi yang banyak kebakaran tersebut. Setiap hari masyarakat lebih banyak menuju Jambi dibandingkan ke ibukota Bayung Lencir,” katanya, Senin (27/07/2015).

Berdasarkan pemantauan mongabay indonesia ke lokasi Hutan Desa Muara Merang, beberapa waktu lalu, hutan desa pertama di Sumatera Selatan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 54/Menhut-II/2010 tertanggal 21 Januari 2010, ini dapat dikatakan sebagai kawasan perambah hutan.

Hutan Desa Muara Merang sebelumnya merupakan kawasan Hutan Produksi Lalan Mangsang Mendis. Ini merupakan hutan desa pertama di Sumatera Selatan, yang surat keputusannya diserahkan Wakil Presiden Boediono kepada Gubernur Sumsel Alex Noerdin pada 22 Januari 2010 di Jakarta.

Sebelah timur Hutan Desa Muara Merang berbatasan dengan konsensi perkebunan HTI (Hutan Tanaman Industri) PT Tri Pupa Jaya, sebelah barat berbatasan dengan PT Texico, sebelah utara dan selatan berbatasan dengan hutan produksi.

Pada awalnya, program ini untuk memberdayakan masyarakat yang diduga sebagai perambah hutan, termasuk sebagai pelaku kebakaran hutan dan lahan gambut.

Sekitar 300 kepala keluarga ikut program Hutan Desa Muara Merang. Setiap kepala keluarga mengelola lahan budidaya seluas 2 hektar. Dari 7.250 hektar luasan Hutan Desa Muara Merang sekitar 3.390 hektar merupakan lahan budidaya, dan sisanya 3.860 hektar merupakan lahan lindung berupa rawa gambut.

Peta Citra Landsat yang menunjukan proses degradasi hutan di Hutan Desa Muara Merang dan Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sumber: WBH

Sejak awal masyarakat Dusun Pancuran berkebun karet, sebagian berkebun sawit, dan menanam sayuran. Guna memenuhi kebutuhan hidup sebelum kebun karet dan sawit menghasilkan, masyarakat mencari ikan dan membuat arang dari bonggol kayu. Bonggol kayu ini diambil dari perkebunan karet yang diremajakan.

Selama lima tahun terakhir, Dusun Pancoran terus bertambah penduduknya. Diperkirakan saat ini penduduknya mencapai 800-900 kepala keluarga. Tetapi sebagian besar penduduk baru tersebut bukan untuk menjaga hutan desa, justru sebagai pelaku perambah hutan dan lahan.

Upaya mengatasi kejahatan illegal logging dan illegal land sudah dilakukan sejak tahun 2012. Wahana Bumi Hijau (WBH) mendorong pembentukan satuan tugas untuk mencegah kegiatan ilegai itu. Namun, satgas ini tidak berjalan optimal karena terkendala dana operasional, serta dukungan aparat terkait.

Setahun kemudian, 2013, masyarakat mengadukan persoalan tersebut kepada Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi, saat dia mengunjungi dusun tersebut.

Beni menyatakan komitmennya untuk memaksimalkan peran Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terutama dalam peningkatan pengamanan dan penegakan hukum.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,