,

Bogor yang Rindu Hujan

Bogor memang selalu dikaitkan dengan hujan. Terutama Kota Bogor yang berjuluk Kota Hujan, karena intensitas hujannya yang tinggi. Bogor sendiri terbagi atas Kota Bogor dan Kabupaten Bogor yang sejatinya, wilayah Kota Bogor berada di tengah Kabupaten Bogor, yang secara administratif berada di Provinsi Jawa Barat

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Bogor dijuluki Buitenzorg yang bermakna “tanpa kecemasan” atau “aman tenteram” karena wilayahnya yang sejuk dan sering turun hujan.

Ini disebabkan, secara geografis, Kota Bogor berada di ketinggian 190-330 meter dari permukaan laut. Suhu rata-rata per bulannya berkisar 26 derajat Celcius dengan kelembaban udara sekitar 70 persen. Pastinya, curah hujan rata-rata per tahun di kota seluas  11.850 hektar ini mencapai 3.500 – 4.000 mm yang akan mencapai puncaknya pada Desember dan Januari.

Faktor lain, Bogor yang terletak di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede membuatnya kaya akan hujan orografi, yaitu hujan yang terjadi di daerah pegunungan. Angin laut dari Laut Jawa yang mengandung uap air masuk dan naik secara mendadak di wilayah Bogor. Uap tersebut selanjutnya terkondensasi (berubah wujud) menjadi hujan. Ini yang membuat Bogor selalu hujan.

Sementara, Kabupaten Bogor yang luasnya mencapai 298.838.304 hektar terbagi dalam 40 kecamatan. Jumlah penduduknya yang mencapai 5 juta jiwa atau 11,03 persen, membuatnya sebagai kabupaten dengan penduduk terbesar di Jawa Barat.

Namun, dalam dua bulan terakhir, terhitung Juni-Juli, wilayah Bogor (kota dan kabupaten) justru mengalami kemarau. Hujan merupakan kata yang paling dinanti masyarakat. Apa sebabnya?

Warga Desa Kemang yang kesulitan air bersih harus antri sejak pagi saat menerima kiriman air dari BPBD Kabupaten Bogor. Foto: Rahmadi Rahmad

Warga Desa Kemang yang kesulitan air bersih harus antri sejak pagi saat menerima kiriman air dari BPBD Kabupaten Bogor. Foto: Rahmadi Rahmad
Antian warga Desa Kemang untuk mendapatkan pasokan air bersih. Foto: Rahmadi Rahmad
Antian warga Desa Kemang untuk mendapatkan pasokan air bersih. Foto: Rahmadi Rahmad

Hendri Antoro dari Badan Metereologi dan geofisika (BMKG) Statsiun Klimatologi Darmaga Bogor, menyatakan bahwa kurangnya kandungan uap air menyebabkan Bogor dijauhi hujan. Ini terlihat dari tiga indikator yang menunjukkan volume uap air sebagai bibit hujan berkurang.

Pertama, fase El Nino moderat yaitu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai meningkatnya suhu laut di Samudera Pasifik Equator. Kedua, Dipole Mode yaitu gejala memanasnya suhu permukaan laut dari kondisi normal di sepanjang Ekuator Samudera hindia yang diiringi dengan menurunnya suhu permukaan laut tidak normal di wilayah pantai barat Sumatera. Ketika, kondisi sea surface temperature (SST) di laut Jawa yang dingin. “Dengan kondisi ini, Bogor diprediksi akan diguyur hujan mulai September,” ujarnya, Kamis (30/7/15).

Meski kemarau akan berlangsung, namun menurut Hendri, ada peluang hujan yang terjadi di seputaran Agustus. “Kemarau ini bukan diartikan akan terus panas. Bukan. Hujan akan tetap turun, namun curahnya yang tidak banyak, sehingga peluang untuk menyerap ke tanah kecil.”

Terkait daerah yang mengalami kekeringan, Hendri menuturkan wilayah Jonggol dan Cariu, Kabupaten Bogor, merupakan daerah terparah akibat kemarau ini.

Masyarakat Desa Karihkil, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor harus antri mendapatkan bantuan air bersih karena sumur mereka kering. Foto: Rahmadi Rahmad
Masyarakat Desa Karihkil, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor harus antri mendapatkan bantuan air bersih karena sumur mereka kering. Foto: Rahmadi Rahmad
Air bersih yang dipasok untuk warga diambil dari PDAM Tirta Kahuripan Cibinong, Kabupaten Bogor. Foto: Rahmadi Rahmad
Air bersih yang dipasok untuk warga diambil dari PDAM Tirta Kahuripan Cibinong, Kabupaten Bogor. Foto: Rahmadi Rahmad

Bantuan air

Bugi Setianto, Sekretaris Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, memaparkan ada dua kecamatan yang terdampak langsung terhadap kemarau yaitu Kecamatan Bogor Selatan yang meliputi Kelurahan Mulyaharja dan Kecamatan Tanah Sereal yang mencakup Kelurahan Sukaresmi.

Menurut Bugi, kekeringan yang berlangsung hampir dua bulan ini menyebabkan warga kesulitan air bersih terutama untuk minum dan kebutuhan mandi. “Sawah yang kekeringan ada di RW 11 Mulyaharja. Luasnya sekitar satu hektar,” paparnya, Kamis (30/7/15).

Sejak dua minggu lalu, bantuan air bersih kepada warga di dua kelurahan tersebut dilakukan pagi dan sore dengan mobil berkapasitas lima ribu liter. “Untuk jangka panjang, kami  akan membuat tiga toren (tangki penampungan air) yang masing-masing berkapasitas 10 ribu liter serta menyiapkan pompa air portable guna menyedot air sungai untuk pengairan sawah.”

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bogor, Koesparmanto, menjelaskan berdasarkan surat permintaan bantuan air bersih yang masuk ke BPBD, ada 17 dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang mengalami kekeringan.  “Wilayah tersebut telah kami kirim air sejak pertengahan Juni.”

Menurut Koesparmanto wilayah yang kekeringan itu diantaranya Ciampea, Sukaraja, Jonggol, Cariu, Ciampea, Ciseeng, Kemang, dan Babakan Madang. “Sedikitnya ada 39 desa dengan jumlah volume air yang akan didistribusikan sekitar 245 ribu liter,” jelasnya.

wilayah kering yang melanda persawahan RW 11 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan. Foto: BPBD kota Bogor
wilayah kering yang melanda persawahan RW 11 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan. Foto: BPBD kota Bogor
Sungai yang mengering di Mulyaharja, Bogor Selatan, membuat warga kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Foto: BPBD Kota Bogor
Sungai yang mengering di Mulyaharja, Bogor Selatan, membuat warga kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Foto: BPBD Kota Bogor
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,