,

Waduh, Izin Hutan Desa Kepayang Terancam “Hangus”

Hutan Desa Kepayang seluas 5.170 hektar yang terletak di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, terancam batal. Jika hingga 23 Agustus 2015 HPHD (Hak Pengelola Hutan Desa) belum dikeluarkan Gubernur Sumatera Selatan, maka surat keputusan penetapan Hutan Desa Kepayang dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan hangus.

“Berdasarkan SK Menhut No.573/Menhut-II/2013 tentang penetapan Hutan Desa Kepayang, batas waktu rencana kerja hutan desa (RKHD) selama dua tahun. Jika dua tahun tidak keluar RKHD, maka surat keputusan menteri tersebut gugur,” kata Deddy Permana, Direktur Wahana Bumi Hijau (WBH), Selasa (28/07/2015).

Saat ini, permohonan HPHD tinggal menunggu keputusan dari Gubernur Sumatera Selatan. “Mudahan proses keluarnya tidak terlambat,” katanya.

Dikatakan Deddy, selama dua tahun ini Kementerian Kehutanan sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh gubernur di Indonesia. Isinya meminta gubernur segera mengeluarkan HPHD terhadap hutan desa yang telah ditetapkan.

Desa Kepayang merupakan desa yang berada di tepi Sungai Lalan. Dulunya, desa ini merupakan wilayah permukiman Suku Anak Dalam. Tapi saat banyak perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) beroperasi pada tahun 1970-an di wilayah tersebut, menyebabkan masyarakat Suku Anak Dalam mencari tempat hidup yang baru. Hanya sebagian yang beradaptasi dengan kehidupan masyarakat baru.

Masyarakat baru ini sebagian besar merupakan mantan karyawan perusahaan HPH. Lantaran mereka biasa hidup dari kayu, setelah masa HPH habis pada 1999, mereka meneruskan melakukan penebangan pohon untuk mencari kayu. Mereka pun membuka pabrik pengelolaan kayu. Pada saat bersamaan berdatangan para penebang liar dari luar Sumatera Selatan, seperti dari Bugis, Medan dan Kalimantan.

Lamban laun karena hutan sudah habis, dan juga karena adanya penangkapan atas perambahan hutan, sebagian masyarakat beralih menjadi bertani dan berkebun.

Pemukiman penduduk di Desa Kepayang. Dulu berjaya dengan hasil hutan, kini menjadi buruh perkebunan. Foto: Taufik Wijaya
Pemukiman penduduk di Desa Kepayang. Dulu berjaya dengan hasil hutan, kini menjadi buruh perkebunan. Foto: Taufik Wijaya

Tahun 2007, Desa Kepayang terbentuk. Mereka memisahkan diri dari Desa Muara Merang. Luas desa sekitar 54.210 hektar. Dari luasan tersebut sekitar 70 persen merupakan hutan produksi, dan 30 persen alokasi penggunaan lain (APL).  Lalu, 39.195 hektar merupakan hutan gambut, 15.000 hektar tanah mineral, dan 30 hektar alur sungai.

Nah, kawasan APL Desa Kepayang itu kemudian menjadi perkebunan sawit seluas 6.000 hektar, HTI (Hutan Tanaman Industri) 9.200 hektar, restorasi ekosistem 4.300 hektar. Masyarakat hanya punya lahan seluas 650 hektar yang diperuntukan bagi 2.250 warga.

Lahan yang sempit, minimnya penghasilan ikan, dan minimnya hasil hutan, menyebabkan masyarakat akhirnya menjadi buruh lepas di perkebunan.

Sadar membutuhkan lahan, mereka pun mengusulkan Hutan Desa Kepayang. Pada 25 Januari 2010, mereka mendapatkan rekomendasi Bupati Musi Banyuasin. Baru tahun 2013, izin Hutan Desa dari Kemenhut keluar. Mereka mendapat izin HD seluas 5.170 hektar.

“Nah dengan kondisi tersebut, termasuk pula perjuangan kami mendapatkan izin, rasanya sangat menyakitkan jika hutan desa kami batal lantaran HPHD terlambat keluar,” kata Ibnu Hajar, Kepala Desa Kepayang, belum lama ini.

Kanal di hutan gambut Kepayang. Foto: WBH
Kanal di hutan gambut Kepayang. Foto: WBH

Akses yang sulit

Tidak mudah menuju Desa Kepayang. Setelah melakukan perjalanan air dengan menggunakan speed boad dari Bayung Lencir selama tiga jam, perjalanan dilanjutkan melalui darat.

Perjalanan darat ini harus melalui sejumlah lokasi perkebunan. Pertama perkebunan sawit milik PT. London Sumatera (Lonsum). Jalan tanah berbatu kerikil, dan berdebu saat musim kemarau ini sepanjang 20 kilometer.

Selanjutnya kembali memasuki kawasan perkebunan sawit milik PT. Pinang Witmas Sejati (PWS). Panjang jalan sekitar delapan kilometer.

Setelah itu baru ketemu Dusun III, Desa Kepayang. Menuju Dusun I, harus menyeberangi Sungai Lalan menggunakan sebuah rakit. Terlihat rumah panggung berbaris tak beraturan, serta rumah rakit.  Di sini pula mengalir Sungai Kepayang yang mengalir ke hutan Kepayang.

Peta wilayah Hutan Desa Kepayang. Sumber: WBH
Peta wilayah Hutan Desa Kepayang. Sumber: WBH

Masyarakatnya peduli kebakaran

Meskipun sekitar Desa Kepayang saat ini ditemukan sejumlah titik api, tapi sejak mendapatkan izin hutan desa dari menteri kehutanan, masyarakat mulai bergerak menjaga lahan gambut.

Misalnya mereka melakukan rehabilitasi lahan gambut yang rusak dengan menanam pohon jelutung.

Bahkan seperti tahun 2014 lalu, tahun ini masyarakat menutup 14 parit atau kanal di lahan gambut yang bermuara ke Sungai Kepayang dan Sungai Nuaran.  Yang berdiameter 1,5-2 meter dengan kedalaman 1,5-2 meter.

Menurut Prasetyo Widodo dari WBH, tujuan penutupan kanal tersebut untuk mempertahankan ketinggian air di parit, sehingga lahan tidak kering dan mudah terbakar.

Terdapat dua sungai utama mengalir di kawasan hutan rawa gambut Kepayang yang ketebalannya antara 1-7 meter, yaitu Sungai Merang dan Sungai Kepayang. Sejumlah sungai di pesisir Taman Nasional Sembilang (TNS) berhulu pada hutan rawa gambut Merang-Kepayang.

Rawa gambut ini mencapai 210.000 hektar. Setidaknya  ada dua kubah gambut yakni antara Sungai Merang -Kepayang, dan antara Sungai Kepayang serta hulu-hulu sungai yang bermuara ke Taman Nasional Sembilang, yang saat ini diduga sudah dimasuki para perambah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,