, ,

Perda Masyarakat Adat Kasepuhan Ditargetkan Selesai Tahun Ini

DPRD Kabupaten Lebak sedang menyusun Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kasepuhan dan menargetkan pengesahan tahun ini.

“Ini berkat dukungan multistakeholder, LSM yang konsen dampingi masyarakat. Mereka konsisten pendampingan perjuangkan hak-hak masyarakat adat,” kata Ketua DPRD, Junaedi Ibnu Jarta dalam konsultasi publik Raperda di Kasepuhan Pasir Eurih Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang Lebak, Sabtu (1/8/15).

Selama ini , katanya, ada anggapan masyarakat adat kasepuhan terbelakang, termarginalkan dan terisolir, tertinggal dari pembangunan sekolah dan agama. Padahal, masyarakat adat sebagai miniatur budaya sejak zaman kerajaan. Jadi, harus dilindungi dan diakui. Dia tersinggung kala ada anggapan menyebut, masyarakat adat kampungan.

“Masyarakat adat kasepuhan kurang mendapatkan sentuhan pembangunan, perhatian pemerintah minim. Ditambah ada keterbatasan pengetahuan dan ekonomi hingga belum mampu  meningkatkan taraf hidup.”

Junaedi mengatakan, masyarakat adat kasepuham harus dilindungi dan diberdayakan. Sebab, mereka tak hanya berbicara soal kesejahteraan keluarga juga punya kontribusi besar menjaga alam. Jadi, perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat kasepuhan di Lebak, salah satu jawaban mensejahterakan mereka. Perda, katanya, juga dianggap awal menjadikan masyarakat adat kasepuhan sejajar dengan yang lain. Perda juga bukti pengakuan tertulis pemerintah.

“Konsultasi publik ini dibuat menyamakan persepsi dengan masyarakat. Setelah perda disahkan, kita dorong pemerintah pusat membuat UU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat.”

Konflik dengan taman nasional

Mengenai konflik tenurial antara masyarakat kasepuhan dengan TN Halimun Salak, kata Junaedi, mengatakan nanti selesai dengan sendirinya. Membuat Perda merupakan langkah pra-kondisi penyelesaian konflik.

“Kami juga pendekatan persuasif ke masyarakat. Kemudian koordinasi ke TNHS bahwa ketika ada persoalan yang bisa ditolelir tak langsung dipidana. Bisa dengan cara kekeluargaan. Tanggapan mereka sudah baik. Sekarang sudah jarang ada penangkapan. Dulu banyak.”

Masyarakat adat kasepuhan resah dengan SK 175 tahun 2003 tentang Perluasan TNHS. Dari 41 komunitas adat kasepuhan  di 10 kecamatan di Lebak, berbatasan langsung dengan TNHS. Sembilan malah masuk TNHS. Luas TNHS 42.925,15 hektar.

Perkampungan warga ada kesepuhan di Lebak, Banten. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan, terlebih sebagian dari wilayah hidup mereka masuk dalam Taman Nasional Halimun Salak. Foto: Indra Nugraha
Perkampungan warga ada kesepuhan di Lebak, Banten. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan, terlebih sebagian dari wilayah hidup mereka masuk dalam Taman Nasional Halimun Salak. Foto: Indra Nugraha

Berdasarkan data Epistema Istitute, dalam TNHS terdapat 1.119 hektar pemukiman oleh 25.629 keluarga atau 112.664 jiwa. Ada 44 gedung pemerintahan, 21 sarana kesehatan, 176 sarana pendidikan, 312 sarana keagamaan, dan 1.002 unit industri kecil. Luas garapan warga 19.036 hektar terdiri dari 11.898 hektar sawah, 5.086 hektar kebun, 1.020 hektar ladang, lima hektar kolam, dan 1.028 hektar hutan hak.”Kita ingin nanti di-enclave. Tapi harua ada perda dulu.”

Maman, Ketua Badan Legislasi DPRD Lebak mengatakan, sudah beberapa kali konsultasi dan koordinasi untuk mengetahui seperti apa masyarakat adat kasepuhan.  Tujuannya, agar isi perda bisa sinkron dengan keadaan lapangan hingga tak menjadi perda abal-abal.

DPRD Kabupaten Lebak juga bermusyawarah dengan badan legislatif eksekutif. Ada 13 raperda dibahas dan disahkan tahun ini, salah satu Raperda Masyarakat Adat Kasepuhan.

Yance Arizona, Manajer Progran Hukum dan Masyarakat Epistema Istitute mengapresiasi langkah DPRD Lebak.  Upaya perlindungan masyarakat adat bukan kali pertama dilakukan. Tahun 2001, Lebak menjadi pelopor perlindungan masyarakat adat dengan menerbitkan Perda nomor 32/2001 soal oerlindungan hak ulayat masyarakat Baduy. Pada, 2013 ada SK Bupati nomor 430 tentang pengakuan masyarakat adat di Banten Kidul.

Yance mengatakan, perda penting menjamin pengelolaan wilayah dan hak-hak masyarakat adat kasepuhan. Terlebih, ada konflik dengan TNHS.

Andi Komara, staf divisi kampanye dan advokasi pengelolaan SDA Rimbawan Muda Indonesia (RMI),  mengatakan, hutan merupakan komponen penting masyarakat adat kasepuhan, seperti ada leweung tutupan, leweung titipan, leweung cawisan dan leweung paniisan. “Penetapan hutan adat penting.”

Menurut dia, ada hal perlu dicermati pasca kelahiran perda nanti, antara lain UU 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. UU ini,  mengatur perubahan kewenangan penetapan hutan adat menjadi di bawah gubernur, tak lagi kabupaten.

“DPRD Lebak harus jeli melihat perubahan ini. Jangan sampai perubahan ini membuat perjuangan dan perlindungan kasepuhan berhenti hanya pada subyek juga wilayah, termasuk hutan adat.”

Sukanta, Ketua Satuan Adat Banten Kidul mengatakan, perda sudah lama dinanti masyarakat kasepuhan. “Kami dari 2003 berjuang lahirnya perda pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Lebak. Saya selaku Sabakti, berterimakasih karena usulan warga disambut baik,” katanya.

Abdon Nababan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, perda sangat penting karena pendiri bangsa sudah menempatkan masyarakat adat sebagai fondasi dalam konstitusi. “Ada amanat konstitusi. Itu sudah 70 tahun tapi itu belum terealisasi.”

Dia mengapresiasi DPRD Lebak yang akan mengesahkan Perda Masyarakat Adat Kasepuhan. “Kami merasa Banten Kidul ini satu-satunya basis masyarakat adat yang masih kompak di Jawa. Sekarang tersisa hanya sebagian kecil. Pertahanan adat di Jawa ya disini. Perda ini harus dikelola dengan baik agar tidak menambah konflik.”

Abah Usep, Pimpinan Kasepuhan Cisungsang berharap perda tak hanya wacana. Sebab, sudah puluhan tahun dinantikan.

“Memang membuat perda tak semudah membalik telapak tangan. Perlu keseimbangan komunikasi dua arah. Kami mohon DPRD agar komunitas adat mendapatkan pengakuan konkrit bukan hanya lisan.” Dia merasa, selama ini pemerintah melihat komunitas adat sebelah mata.

Masyarakat adat Kesepuhan di Lebak, sejak lama menanti pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka oleh negara. Dengan perda yang sedang disusun setidaknya menjadi salah satu cara memberikan perlindungan bagi mereka. Foto: Indra Nugraha
Masyarakat adat Kesepuhan di Lebak, sejak lama menanti pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka oleh negara. Dengan perda yang sedang disusun setidaknya menjadi salah satu cara memberikan perlindungan bagi mereka. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,