,

Terindikasi Membakar Lahan dan Miliki Izin Kadaluarsa, Perusahaan Ini Dilaporkan ke RSPO

Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa (PT. SMP) terindikasi melakukan pembakaran lahan, menggarap lahan di luar izin konsesi, serta menggunakan izin kadaluarsa.

LinkAR Borneo yang telah melakukan investigasi pada perusahaan tersebut, serta mendampingi masyarakat Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, melaporkan PT. SMP ke Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) terkait pelanggaran yang dilakukannya itu.

“PT. SMP memiliki konsesi sekitar 3.700 hektar di Kalimantan Barat. Perusahaan melakukan pemalsuan tanda tangan beberapa kelapa desa dalam jual beli lahan. Praktik ini jamak dalam usaha perkebunan di Kalimantan Barat,” ujar Agus Sutomo, Direktur LinkAR Borneo.

Pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut, lanjut Tomo, adalah pembukaan lahan di luar izin yang sah dan tanpa persetujuan masyarakat setempat. Protes warga sudah dilakukan, buntutnya, pemidanaan beberapa tokoh masyarakat karena tudingan penganiayaan terhadap petugas kepolisian. Kejadian tersebut terjadi pasca-bentrok dengan personel Brimob Polda Kalbar saat aksi unjuk rasa.

“Terkait dengan penggarapan di luar konsesi yang diberikan, sudah dilakukan pemeriksaan lapangan oleh Pemerintah Kabupaten Ketapang. Pemerintah daerah pun telah menegaskan proses kepemilikan lahan perusahaan yang tidak sah,” kata Tomo. Pemerintah Kabupaten Ketapang lantas mengeluarkan keputusan peringatan kepada perusahaan untuk berhenti mengembangkan perkebunan di luar wilayah izinnya.

Tomo menambahkan, berdasarkan hasil investigasi, pembukaan lahan digunakan menggunakan api, yang merupakan pelanggaran hukum di Indonesia. Selain itu, tambahnya, tidak ada penjelasan mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal) dan konsultasi sebelum melakukan pembukaan lahan dengan masyarakat setempat.

Keputusan lainnya, Pemerintah Kabupaten Ketapang melalui surat No.100/2218/PEM menegaskan bahwa izin lokasi PT.SMP/First Resources sudah berakhir alias tidak berlaku lagi. Namun, PT.SMP terus melakukan pengembangan perkebunan berdasarkan izin kadaluarsa yang dipegangnya.

Kami meminta RSPO untuk menyelidiki dan mengkonfirmasi apakah operasi PT. SMP ini melanggar standar. LinkAR Borneo juga menyerukan agar RSPO mencabut izin perusahaan tersebut,” ujar Tomo.

Terpisah, General Manager First Resources Roby Susanto, perusahaan induk PT. SMP menyanggah pelanggaran yang dilakukan oleh anak perusahaannya. “Tidak benar jika PT. SMP melakukan pemalsuan tanda tangan warga untuk mendapatkan lahan. Proses ganti rugi lahan dilakukan langsung, sesuai dengan hasil pengukuran yang ditunjuk pemilik lahan,” paparnya.

Roby mengatakan, administrasi ganti rugi lahan yang dilakukan perusahaan diketahui oleh pihak desa dan camat setempat. Pembenahan adminitrasi juga ditingkatkan sesuai standar.

Terkait Amdal, Roby mengatakan, prosesnya dilakukan melalui kajian komisi Amdal di badan lingkungan hidup. “Kami ikut prosedur yang telah ditetapkan undang-undang. Setahu kami, badan lingkungan hidup pastinya mengikuti aturan main dan perwakilan masyarakat biasanya diwakilkan oleh kepala desa serta camat setempat,” tukasnya.

Robi juga membantah, perusahaan melakukan pengembangan di luar konsesi. Memang, ada pengerjaan lahan di luar konsesi yang merupakan kesalahan kontraktor, dan pihaknya telah melakukan penghentian namun tidak melakukan perawatan terhadap areal itu. “Pastinya,  perusahaan tidak pernah melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Perusahaan menggunakan teknik land clearing dengan biaya cukup besar. Jika dilakukan pembakaran, tentu akan merugikan perusahaan juga,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,