,

Danau Limboto dan Pesona Burung Migran (bagian – 1)

Irwan Mopangga menarik perahunya dengan susah payah. Dari pinggiran, ia harus melewati rintangan eceng gondok yang menutupi danau. Dayung tak bisa dikayuh. Sebilah bambu menjadi penolong. Kadang, ia harus turun dengan air yang hanya selutut kaki itu.

Hampir satu jam, ia berjibaku melewati kerumunan eceng gondok itu. Di tengah danau, karamba ikan dengan model pondok banyak berdiri seperti permukiman padat.  Burung-burung beterterbangan di sekitar. Dengan membawa cacing tanah sebagai umpan, Irwan mencari target ikan mujair.

“Ikan mujair di sini besar-besar,” katanya sembari memberi contoh dengan mengangkat lima jari tangannya.

Namun cara pancingnya berbeda. Ia harus mencebur ke danau mencari lubang-lubang kecil menggunakan kedua kakinya sebagai alat peraba. Kemudian menancapkan bambu setinggi dua meter di lubang itu yang dianggap sebagai sarang ikan atau goa. Meski kedalaman airnya seukuran dada orang dewasa, namun lumpurnya selutut.

“Danau ini sebenarnya dangkal, jadi dalam karena lumpur,” ucap Irwan.

Selama memancing dari pagi hingga sore di penghujung Juli 2015 itu, Irwan terus berendam di air danau. Selama itu pula banyak burung beterbangan. Terkadang hinggap pada eceng gondok dan tiang-tiang bambu. Bahkan sesekali menukik ke air danau dan terbang lagi setelah mendapatkan mangsanya. Pemandangan ini menjadi atraksi tersendiri selama ia berada di tengah Danau Limboto.

“Dulu burung-burung itu biasa kami tangkap. Tapi sekarang, hanya orang tertentu saja yang masih berburu,” ujarnya.

Pemandangan Danau Limboto di pagi hari, saat ini. Foto: Christopel Paino
Pemandangan Danau Limboto di pagi hari, saat ini. Foto: Christopel Paino

Minggu, 9 Agustus 2015, pagi. Belasan fotografer dan perupa Gorontalo berkumpul di dermaga Danau Limboto di Desa Hutadaa, Kecamatan Telaga Jaya, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Mereka disambut indahnya sinar mentari pagi, dan aktivitas nelayan yang baru pulang mencari ikan. Perahu-perahu tertambat pada lumpur dan eceng gondok yang berkoloni seperti sebuah daratan.

“Teman-teman, bagi yang ingin memotret burung migran bisa menyebar,” ucap Windy Botutihe, Communciation and Awareness Officer Burung Indonesia- Program Gorontalo.

Pagi itu merupakan kegiatan hunting burung migran di Danau Limboto yang diprakarsai Burung Indonesia, bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Perkumpulan Japesda, Forum Komunitas Hijau, Aliansi Jurnalis Independen, Masyarakat Fotografi Gorontalo, Gorontalo Perupa, dan Komunitas untuk Bumi.

Hadir pada pemotretan itu Paulo Alves, pelukis burung asal Portugal. Ia terlihat asik melihat burung menggunakan binokuler, sambil sesekali memotret. Setelah itu ia bergabung bersama para perupa dan mencari spot yang bagus untuk melihat burung migran. Ini kali kedua Paulo ke Gorontalo.

Menurut Paulo, ketika pertama kali melihat danau, ia yakin ada banyak burung di Limboto. Danau yang penting untuk burung migran. “Saya sudah identifikasi 14 jenis burung migran di danau ini.”

Lelaki bernama lengkap Paulo Alexandre Marquez Alves ini menjelaskan, meski kondisi danau rusak namun masih tersedia pakan yang cukup bagi burung migran yang datang dari utara.

“Harus ada strategi agar masyarakat lokal yang berprofesi sebagai nelayan bisa sejahtera atau berpengaruh terhadap pendapatan mereka dengan adanya burung migran. Sebab, burung migran bisa mengundang wisatawan asik untuk datang ke Limboto.”

Karena danau mengalami kerusakan, kata Paulo, pemerintah tidak bisa melakukan penyelamatan sendiri. Perlu kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan siapa saja yang peduli terhadap danau.

Usai melakukan pengamatan, sore hari diadakan diskusi di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo. Tema yang diusung  adalah “Welcome Birds: Burung Migran dan Pesona Danau Limboto.”

Amsurya Warman Asa, Senior Wallacea Program Officer Burung Indonesia mengatakan, banyaknya burung migran yang datang ke Danau Limboto, menandakan bahwa Gorontalo memiliki khas dan keunikan tersendiri.

Welcome Birds merupakan tagline untuk mempromosikan kepada masyarakat  tentang potensi burung yang ada. Banyak yang tidak tahu bila danau bersejarah ini destinasi burung yang berasal dari Rusia, Madagaskar, Afrika, Alaska, Turki, juga Tiongkok. Selain burung migran, ada juga tiga jenis burung endemik di danau ini,” ucap Amsurya.

Amsurya menjelaskan, burung merupakan entry point atau titik masuk dalam upaya penyelamatan danau. Banyak potensi yang bisa didorong, seperti ekowisata, dengan memperkenalkan Gorontalo sebagai tujuan burung migran, dan daerah yang memiliki keragaman burung. “Harus ada penyelamatan danau secara sistematis, berkesinambungan dan terintegrasi, serta tidak dilakukan secara pragmatis dan parsial,” paparnya.

Eceng gondok yang menutupi permukaan Danau Limboto. Foto: Christopel Paino
Eceng gondok yang menutupi permukaan Danau Limboto. Foto: Christopel Paino
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,