, ,

Pakar: Pacu Produktivitas Hutan Lewat Teknik Silvikultur

Eksploitasi sumber daya hutan di Indonesia begitu cepat dan tidak terkendali. Eksploitasi SDA berlebihan mengakibatkan kerusakan hutan. Untuk itu, Suryo Hardiwinoto, dalam pengukuran guru besarnya di Balai Senat, Universitas Gajah Mada (UGM), Selasa (10/8/15) menjabarkan, mengenai teknik silvikultur yang dinilai tepat menekan deforestrasi. Selama 2000-2009, deforestasi mencapai 15,16 juta hektar, laju 1,5 juta hektar pertahun.

Metode silvikultur, katanya, sangat memungkinkan mengentaskan kondisi hutan Indonesia dari keterpurukan. Teknik silvikultur rehabilitasi hampir mirip bercocok tanam pertanian, namun bidang kehutanan. Teknik ini fokus hutan terdegradasi.

“Teknik ini diyakini mampu memperbaiki ekoteknik dan struktur ekologi. Ia mampu meningkatkan manfaat ekologi, lingkungan dan genetik hutan itu,” katanya.

Kalimantan,  sebagai penyumbang deforestasi terbesar 5,5 juta hektar atau 36,32% total deforestasi Indonesia. Terutama kawasan produksi seluas 4,34 juta hektar yang dicadangkan alih fungsi lahan. Pada kawasan hutan lindung dan konservasi juga terjadi deforestasi mencapai 3,28 juta hektar. Dampaknya, lahan kritis tinggi. Berdasar statistik, lahan kritis 2011 mencapai 27.294.842 hektar.

“Lahan kritis menimbulkan dampak negatif  bagi manusia baik langsung maupun tidak. Cakupan daerah terkena mulai lokal, regional, nasional hingga global.”

Untuk itu, rehabilitasi dan peningkatan produktivitas lahan menjadi penting. Silvikultur, berperan dalam memberikan arahan rancangan pembangunan dan pemeliharaan tegakan hutan melalui pengaturan komposisi, struktur dan pertumbuhan. Dalam rehabilitasi lahan, secara garis besar silvikultur mengarahkan pada rancangan kompisisi dan struktur tegakan hutan tanaman industri, agroforestri dan konservasi.

“Peningkatan produktivitas hutan dan rehabilitasi lahan akan berhasil apabila pohon mampu hidup dan tumbuh baik. Yang pengaruhi pertumbuhan pohon faktor genetik dan lingkungan.”

Silvikultur, katanya,  ke depan mempunyai peran penting dan strategis mewujudkan tegakan hutan tanaman produktif, efisien, kompetitif, sehat dan lestari.

Dia mengatakan, dari aspek ekonomi maupun ekologi, silvikultur memiliki peran penting mewujudkan pengelolaan SDA hutan berkelanjutan. Jadi, hutan tidak lagi hanya menghasilkan kayu dan non-kayu, melainkan pangan, pakan, obat-obatan dan energi terbarukan.

“Hutan berfungsi optimal penyeimbang teknik tata air. Iapun penyerapan karbon dioksida dan kebersihan udara, pengawetan keragaman hayati, ekowisata dan jasa-jasa lingkungan lain,” katanya.

Rosikhul Ilmi, pendamping hutan rakyat dari Lembaga Arupa mengatakan, silvikultur banyak diterapkan masyarakat di hutan rakyat. Di hutan rakyat, teknik ini terdiri dari, pemilihan jenis bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharan sesuai tahap perkembangan dan pemanenan (sesuai kebutuhan).  Contoh, hutan rakyat di Boyolali, Jawa Tengah yang dikelola Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat Ngudi Utomo.

Secara fisik, hutan rakyat di Boyolali,  memiliki pola tanam beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara penataan di lapangan. Umumnya petani desa mengembangkan agroforestry/wanatani. “Pola ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional,  baik aspek ekonomis maupun ekologis.”

Jengkol, salah satu tanaman andalan warga di Hutan Nagari Sei Buluh, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ada juga petai,durian, nangka, karet, asam kandis, dan tanaman-tanaman lain. Di bagian bawah, juga ada tanaman bumbu-bumbuan dari jahe, kunyit sampai cabai. Di dataran rendah, warga menjadikan sebagai daerah persawahan. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,