, ,

Yuk, Pertimbangkan Lingkungan saat Belanja…

Minggu, (9/8/15) sore itu, suasana Bintaro Xchange Mall Tangerang, tak seperti biasa. Beberapa stand  tampak berdiri. Ada jualan produk ramah lingkungan, talkshow, lomba mewarnai, demo masak sampai konser musik dimeriahkan Nugie, Bastian dan Davina. Begitulah gawe WWF-Indonesia bertajuk,” Festival Beli yang Baik.” Acara ini berupaya mengajak konsumen peduli dengan produk yang mereka beli.

“Silakan bu, ikan segar. Dijamin tak memakai bahan pengawet…” kata lelaki penjaga stand Fish n Blues.

Dia tampak sibuk melayani beberapa pengunjung. Tangan cekatan memilah ikan untuk dipisahkan sesuai pesanan pembeli. Bahkan, pembeli bisa langsung memasak ikan di sana.

Fish n Blues ini label dagang PT Samudera Eco Anugrah, yang mengusung sosial entrepreneurship berjargon ecofriendly local seafood. Mereka menyediakan ikan lokal ramah lingkungan di Indonesia yang diperoleh dari nelayan kecil binaan WWF.

“Semua ikan produk lokal ditangkap di perairan Indonesia. Kita tahu ikan ditangkap pakai alat pancing apa. Hanya ikan  besar dan dewasa yang dijual,” kata bagian komunikasi Fish n Blues, Annisa Ruzuar.

Pemasaran mereka di Jadetabek sudah online. Bahkan sudah masuk Kem Chick, Pacific Place. “Niatan kita produk ini tersedia di retail se Jakarta dan kota-kota di Indonesia.”

Samudera Eco anggota Seafood Savers. Ia kumpulan perusahaan perikanan yang menerapkan konsep berkelanjutan. Saat ini anggota Seafood Savers ada tujuh. Yakni, UD Pulau Mas, PT Arta Mina Tama, Sea Delight, LLC, PT Mustika Minanusa Aurora, PT Hatindo Makmur, PT Satu Enam Delapan Benoa, dan PT Samudera Eco Anugrah dan PT Asindo Minasegara.

Seafood Savers juga menyasar konsumen agar meminta restoran dan retail sediakan produk perikanan ramah lingkungan. 

Empat hotel ternama juga sudah menunjukkan kepedulian kepada produk perikanan berkelanjutan, yakni, Shangri-La, Sultan, Morissey dan Double Tree. “Mereka mulai mencari tahu keterlacakan ikan dari pemasok. Itu hal bagus.”

Tak hanya produk perikanan berkelanjutan, ada juga yang lain, seperti margarin Mother Choise produksi Sinar Meadow bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sampai tisu Tessa yang ber-FSC.

“Kita sudah sekitar setahun pakai label RSPO. Kami komitmen menggunakan bahan bertanggungjawab dan didapat dari bahan yang baik,” kata  Chandra Widiananta, Marketing Supervisor PT Sinar Meadow.

Indra Setia Dewi, Program Officer Forest Stewardship Council (FSC) Indonesia, mengatakan, ada tujuh produk Indonesia memakai label FSC. Ia menunjukkan produk dari kayu tak merusak hutan, baik bahan baku maupun kemasan. Produk-produk ini, yakni, Tesaa tissue, pensil warna Faber Castle, Nescafe, Buavita, Ultrajaya, Teh kotak dan Frisian flag.

“Masih banyak produsen kurang peduli terhadap lingkungan. Ada juga sudah sertifikasi FSC tapi belum merasa perlu menaruh label. Contoh buku tulis Kiky label FSC hanya untuk ekspor, di Indonesia belum.”

Dewi Satriani, Manajer Kampanye WWF Indonesia mengatakan, konsumen harus berpartisipasi dalam perlindungan alam dan lingkungan hidup. Konsumen, katanya, pihak berkuasa dalam menentukan apa yang dikonsumsi. “Kerusakan alam karena produksi bahan-bahan yang selama ini dikonsumsi.”

Selama ini, katanya, WWF mengajak retail menyediakan produk ramah  tetapi memang tak mudah. “Selama ini kesulitan produsen mengatakan tak ada market. Konsumen bilang tak ada barang. Seperti ayam dan telur, mana duluan? Kita inisiatif mengajak keduanya berbarengan,” katanya.

Stand-stand produk di Festival Beli yang Baik. Foto: Indra Nugraha
Stand-stand produk di Festival Beli yang Baik. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,