, ,

Inilah Aksi Wisudawan Universitas Jember Tolak Tambang Emas

Wisuda Universitas Negeri Jember (Unej), Sabtu (15/8/15), diwarnai aksi tunggal wisudawan Deva R Kusuma, menolak pertambangan emas dan tembaga. Bagi Deva, wisudawan semestinya bisa memberi manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya.

Lulusan Adminstrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik asal Banyuwangi ini aksi di depan Gedung Rektorat Unej dengan membentang spanduk bertuliskan “Saya Bersumpah Tidak Akan Bekerja di Perusahaan Tambang.”

Kekhawatiran Deva, setelah melihat kenyataan di kampung halamannya, Banyuwangi. Hutan lindung Tumpang Pitu, disulap menjadi konsesi tambang emas hingga kehidupan warga dan lingkungan terancam. 

Sambil menenteng spanduk, Deva menjelaskan, mahasiswa seharusnya tidak asal memilih pekerjaan yang merugikan masyarakat. “Jika harus bekerja di perusahaan, jangan memilih perusahaan tambang. Tidak ada satupun perusahaan tambang mampu mensejahterakan masyarakat. Yang ada justru mewariskan kerusakan lingkungan. Saya khawatir ini akan terjadi pada warga Banyuwangi dengan proyek Tujuh Bukit.”

Proyek Tujuh Bukit, dikenal dengan Tumpang Pitu, berdiri di lahan 4.998 hektar di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Pemiliknya PT Merdeka Copper. Perusahaan beralamat di Jakarta ini menguasai izin usaha produksi (IUP) melalui anak usaha, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo.

Pemurnian emas dan tembaga, katanya,  tidak mungkin bisa tanpa zat berbahaya seperti merkuri atau sianida. Pemurnian emas, juga memerlukan air skala raksasa. Jika perusahaan mengeksploitasi emas Tumpang Pitu, 2,038 juta liter air terpakai. Kebutuhan air raksasa ini, katanya,  jelas mengganggu konsumsi air warga Banyuwangi dan sektor pertanian.

Pemerintah daerah, katanya, hanya bicara soal sektor ekonomi alias pembagian saham. “Pemda seperti tidak mau ambil pusing soal lingkungan.”

Pada awal September 2013, Pemerintah Banyuwangi resmi kecipratan jatah 10% persen saham. Perjanjian berupa hibah ditandangangi Bupati Abdullah Azwar Anas dan Merdeka dengan notaris di Jakarta.

“Padahal kalau kita mau jujur, kalau mau bicara ekonomi, Banyuwangi sebenarnya bisa sejahtera dengan menggerakkan pertanian dan periranan. Tanpa tambang, Banyuwangi telah dikenal sebagai bandar ikan terbesar nomor dua se-Indonesia dan lumbung pangan nasional,” katanya. Sampai berita ini ditulis, baik Pemda Banyuwangi maupun BSI dihubungi lewat telpon tidak menjawab.

Rosdi Bahtiar Martadi, aktivis Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL) dalam tulisan berjudul MPR dan Tumpang Pitu, menyebutkan, alih fungsi hutan lindung Gunung Tumpang Titu, menjadi hutan produksi seluas 1.942 hektar melalui SK Menteri Kehutanan bernomor 826/Menhut –II/2013 tertanggal 19 November 2013.

Penurunan status kawasan oleh Menhut Zulkifli Hasan ini lahir didorong usulan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Dalam surat Nomor 522/635/429/108/2012, tertanggal 10 Oktober 2012, Anas mengusulkan perubahan status hutan lindung Tumpang Pitu. Usulan diajukan 9.743,28 hektar.

Pengubahan status demi eksploitasi emas ini, kata Rosdi,  tindakan teramat beresiko. Mengingat hutan lindung Tumpang Pitu sebagai kawasan resapan air. “Tindakan ini akan berpengaruh terhadap ekologi Tumpang Pitu dan warga Pesanggaran, Banyuwangi yang lebih 80% petani.”

Dari berita Mongabay sebelumnya menyebutkan, BSI mendapatkan ‘lahan’ tambang bukan tanpa masalah. Sebelumnya, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) PT Indo Multi Niaga (IMN) yang bekerja bersama Intrepid Mines Ltd, perusahaan asal Australia. Kini, Intrepid menggugat Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, ke PTUN Surabaya.  Gugatan tertanggal 14 Maret 2013 itu, menuntut pencabutan IUP eksplorasi dan produksi PT Bumi Suksesindo.

Dikutip dari Kompas, Tony Wenas, Executive General Manager Intrepid Mines Ltd, di Surabaya, Minggu (24/3/13) mengatakan, keputusan Bupati Banyuwangi yang memberikan persetujuan pengalihan IUP eksplorasi dan operasi,  cacat hukum. Sebab, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 pasal 93 ayat 1 disebutkan pemegang IUP tak boleh memindahkan IUP kepada pihak lain.

Keputusan Bupati Banyuwangi cacat hukum termasuk kebijakan yang memberikan persetujuan perubahan susunan kepemilikan saham. Dimana dalam surat keputusan Nomor 545/764/429.108/2012 tertanggal 6 Desember 2012 memberikan kepemilihan saham kepada PT Bumi Suksesindo (100%): saham PT Afa Sukesindo lima persen dan PT Merdeka Serasi Jaya (MSJ)  sebanyak 95 persen. MSJ memberikan saham 10% kepada Pemda Banyuwangi.

Yang terjadi, IMN “menjual” ke PT Bumi Suksesindo dengan harapan Intrepid Mines Ltd tak memiliki hak pengelolaan. Padahal, kala membuat studi kelayakan dan beberapa pekerjaan di lapangan Intrepid telah mengeluarkan dana Rp1 triliun.

Intrepid selama ini merasa dirugikan dalam eksplorasi tambang Tujuh Bukit, Tumpang Pitu Banyuwangi. IMN, telah bekerjasama dengan Intrepid Mines Ltd dengan kepemilikan saham 80%. Namun tanpa sepengetahuan Intrepid, IMN menjual IUP ke BSI.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,