,

Di Hutan Adat Marga Benakat, Jejak Gajah dan Harimau Masih Ditemukan (bagian – 2)

Selain menjadi lokasi kunjungan gajah liar, Rimbo Sekampung juga masih menjadi lokasi kehadiran harimau sumatera. “Ini bekas goresan kuku nenek yang naik ke sini,” kata Noviansyah, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muara Enim.

“Nenek” merupakan penyebutan marga Benakat untuk harimau sumatera. Maksud penyebutan tersebut sebagai penghormatan kepada harimau sumatera yang dipercaya sudah lama menguasai hutan dibandingkan manusia.

Kemungkinan harimau sumatera sering mendatangi Rimbo Sekampung karena di hutan ini masih ditemukan kijang, rusa, kijang, napo, kancil, teno, dan babi, yang merupakan sumber makanan harimau.

Selain itu di Rimbo Sekampung masih ditemukan beruang madu, beruang api, siamang dan kera ekor panjang.

Saat mau mendekati sebuah semak, kami sempat mendengar suara injakan daun kering yang cukup cepat dan ramai. Jaraknya berkisar 100 meter dari kami. “Itu kemungkinan kawanan rusa yang tengah istirahat. Mereka lari karena mendengar suara kita,” jelas Jauhari.

Perjalanan di dalam Rimbo Sekampung ini sekitar tiga jam. Saya sedikit kecewa karena tidak bertemu dengan rusa dan kijang. Meskipun begitu saya cukup senang karena tidak berpapasan dengan beruang madu, beruang api, yang cukup ganas jika bertemu manusia.

Saya hanya melihat beberapa monyet ekor panjang, dan mendengarkan kicauan beragam burung. Burung yang sering terlihat di Rimbo Sekampung antara lain rangkong, punai, dan belibis.

Gajah liar dan harimau sumatera yang berada di Rimbo Sekampung tidak pernah berkonflik dengan manusia. Memang, setelah kebakaran pada 1997, gerombolan gajah liar sempat menyerang sejumlah perkebunan milik masyarakat dan perkebunan sawit di sekitar hutan tersebut.

“Saat ini tidak pernah lagi mereka mengganggu kebun masyarakat,” papar Eddy.

Tepian tanah bagian kiri yang diduga terdapat cakar harimau sumatera. Foto: Taufik Wijaya
Tepian tanah bagian kiri yang diduga terdapat cakar harimau sumatera. Foto: Taufik Wijaya

Beragam pohon

Yang membuat saya senang, di Rimbo Sekampung masih ditemukan sejumlah pohon yang saat ini mulai langka. Misalnya medang, leban, kelat, mengkudu, mangris, simpur, megh(r)ibungan, beragam bambu, risi, termasuk juga pohon pule yang mulai sulit ditemukan di Sumatera Selatan.

“Jika masuk lebih ke dalam, kita juga menemukan pohon gaharu, damar, jelutung, sungkai, merbau, juga merawan,” kata Jauhari.

Sementara buahan hutan di Rimbo Sekampung, umumnya pohonan buahan  hutan di Sumatera Selatan, seperti durian, manggis, rambutan hutan, duku,  dan cempedak.

Selain itu, di Rimbo Sekampung juga ditemukan beragam jenis ikan yang hidup di beberapa sungai. Misalnya ikan baung, seluang, lampan, beringit, senggiringan, dan belido.

Rimbo Sekampung merupakan wilayah hutan dengan perbukitan yang ketinggiannya sedang, sekitar 100 meter dari permukaan laut. Selain berbukit, di hutan ini juga terdapat pematang yang merupakan ulu sungai, dan rawa. Semua anak sungai tersebut bermuara ke Sungai Benakat. Sedangkan Sungai Benakat bermuara ke Sungai Lematang, dan Sungai Lematang mengalir ke Sungai Musi.

Sementara bukit tertinggi bernama Puyang Bukit. Di atas bukit ini terdapat makam puyang atau leluhur Marga Benakat.

Bongkol pohon medang leso yang dirambah. Foto: Taufik Wijaya
Bongkol pohon medang leso yang dirambah. Foto: Taufik Wijaya

Perambah liar

Saat memasuki wilayah Sungai Beruang, kami terkejut menemukan dua pohon medang yang sudah ditebang. Pohon medang ini memiliki lingkaran dua meter, sedangkan tinggi pohonnya setelah ditebang sekitar 25 meter.

Menemukan hal tersebut, Deddy menelpon seorang warga Benakat. Dia menceritakan penemuan tersebut. Tampaknya dia minta warga tersebut menyelidiki siapa yang melakukan penebangan tersebut.

“Ini baru beberapa hari dilakukan. Ini dibiarkan karena tidak dapat dibawa. Yang menebang menunggu musim penghujan, sehingga dapat membawanya melalui Sungai Beruang ini,” kata Jauhari. “Saya ke sini dua minggu lalu. Pohon medang ini belum ditebang. Nekat nian penebang ini,” ucapnya dengan nada kesal.

Deddy meminta seorang warga menyelidiki siapa penebang pohon medang ini. Jika yang melakukannya adalah warga, akan dicari tahu apakah memang warga tersebut membutuhkan kayu untuk membangun rumah. “Setiap warga dari marga Benakat berhak mendapatkan kayu dari Rimbo Sekampung ini untuk membangun rumah. Tapi satu kali seumur hidup. Tapi biasanya, kalau ada yang berniat melakukan itu pasti melapor ke kami.”

“Jika ini merupakan perilaku perambah liar, ya kami akan meningkatkan penjagaan Rimbo Sekampung. Tidak bisa hanya mengandalkan satu-dua orang, seperti dilakukan Jauhari,” katanya.

Dijelaskan Deddy, sejak ada persoalan dengan PT MHP, memang Rimbo Sekampung sering dimasuki perambah liar. “Kami tidak tahu kenapa perambah itu masuk ke sini. Mungkin karena hutan di Muara Enim tinggal Rimbo Sekampung ini. Pohon di sini memang bagus-bagus, dan harganya mahal kalau dijual sebagai kayu.”

“Tapi sebenarnya sejak kami aktif menjaga Rimbo Sekampung, perambahan mulai berkurang dari sebelumnya. Ini penemuan baru sejak setengah tahun lalu,” jelasnya.

Peta wilayah adat marga Benakat. Warna hijau tua merupakan wilayah hutan Rimbo Sekampung. Peta: AMAN Sumsel
Peta wilayah adat Marga Benakat. Warna hijau tua merupakan wilayah hutan Rimbo Sekampung. Peta: AMAN Sumsel

Takut kualat

“Kami akan terus menjaga hutan Rimbo Sekampung, sebab kami takut kualat. Kami takut hidup kami tidak selamat, jika tidak mampu menjaga Rimbo Sekampung,” kata Deddy, saat kami meninggalkan hutan Rimbo Sekampung.

Sebab, para orangtua selalu berpesan agar kami menjaga hutan tersebut. Kenapa? Sebab wilayah tersebut dulunya adalah dusun tempat mereka menetap, yakni Dusun Pagardewa. Kemudian oleh pemerintah kolonial Belanda mereka dipindahkan ke lokasi yang baru, lebih dekat ke Sungai Benakat.

“Saat perjuangan melawan Belanda, lokasi hutan tersebut juga menjadi persembunyian para leluhur kami melawan Belanda. Sebagi benteng pertahanan,” kata Deddy.

Dan, yang lebih penting hutan tersebut telah menyediakan sandang dan pangan bagi kami selama ratusan tahun. “Mata air Sungai Benakat dari sana. Mencari kayu buat membangun rumah dari sana. Mencari obat-obatan dari sana. Mencari buah-buahan, seperti durian dan duku, juga dari sana. Jadi, jelas kualat jika kami membiarkannya rusak,” ujarnya.

Tulisan sebelumnya dapat dibaca pada judul berikut:

Hutan Rimbo Sekampung, Hutan Adat Marga Benakat yang Terancam Perkebunan Sawit (bagian – 1)

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,