,

Harapan, Badak Sumatera Sakit di Cincinnati Zoo AS akan Pulang Kampung

Harapan, badak Sumatera, yang kini berada di Kebun Binatang Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, akan kembali ke Indonesia, diperkirakan Oktober tahun ini. Kini, badak berusia delapan tahun ini mengalami sakit diduga kelebihan zat besi. Pemerintah Indonesia, berharap, kepulangan Harapan, memberikan harapan hidup lebih besar dan bisa buat penangkaran.

Awalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, Harapan, diperkirakan tiba di Indonesia akhir September. Namun, perkembangan terbaru dinyatakan Oktober 2015. “Direncanakan Oktober siap akan dipulangkan sebelum datang musim dingin,” kata Tachrir Fathoni, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  Rabu (26/8/15).

Untuk memulangkan satwa dari luar negeri, harus ada impor permit. Tachir mengatakan, izin impor (impor permit) sudah siap dan sudah dikirim ke Pemerintah Amerika Serikat. “Kami menugaskan YABI (Yayasan Badak Indonesia) untuk mengawal pemulangan badak dari AS, termasuk mengatur pengangkutan Harapan sampai Jakarta.”

Menurut dia, sampai saat ini persiapan terus dilakukan menyambut kedatangan badak berusia delapan tahun ini saat tiba di Jakarta,  maupun sampai Lampung. “Rencana ditempatkan di Way Kambas. Kami terus berkoordinasi dengan sekretariat bersama badak,” ujar dia.

Harapan, kembali ke Indonesia, sebagai upaya penyelamatan juga agar menjadi pengembangbiak di pusat konservasi badak Way Kambas.   “Lebih baik mati di Indonesia daripada di AS. Suci sudah mati di sana, diharapkan Harapan bisa selamat kala sampai di Indonesia. Kalau di AS 90% mati,” kata Bambang Dahonoaji, Direktur Konservasi Keragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK, belum lama ini.

Pemerintah Indonesia, katanya, tak dibebani biaya sama sekali untuk pengembalian Harapan. “Kita tinggal siap ahli, tinggal kirim.’”

Untuk pemulangan Harapan dari AS, katanya, ada tim khusus yang menangani. Langkah-langkah penyelamatan Harapan, kata Bambang,  harus menjadi perhatian. Meskipun informasi dari AS,  sakit badak ini tak terlalu kritis. “Bagaimana kalau di Indonesia, mati? Lebih wibawa (mati di Indonesia), karena asal usul di Indonesia…. sekaligus kita akan tahu, kenapa ini penyakitnya? Ahli-ahli Indonesia akan terlibat di sana.”

Kala Harapan berumur panjang, ia bisa menjadi bahan penelitian dan proses pengalaman mengatasi badak seperti ini.

Menurut Bambang, Harapan sakit karena kelebihan kadar besi “Ini hasil penelitian. Terlalu banyak makan kadar besi.”

Suci, saudara perempuan Harapan, yang meninggal dunia Maret 2014 di Cincinnati Zoo. Foto: Cincinnati Zoo
Suci, saudara perempuan Harapan, yang meninggal dunia Maret 2014 di Cincinnati Zoo. Foto: Cincinnati Zoo

Penyakit Harapan ini, tak menular tetapi turunan (herbiter—penyakit yang diturunkan orangtuanya) jadi tak berbahaya masuk Indonesia. “Ini baru kesimpulan awal. Mudah-mudahan ini akibat ketidakcocokan pakan. Ini bahan kajian tim, apakah penyakit turunan ini disebabkan pakan?”

Harapan mempunyai dua saudara. Saudara tertua Andalas, sudah pulang ke Indonesia terlebih dahulu pada 2007, bahkan sudah mempunyai seorang putera, Andatu, hasil perkawinan dengan Ratu. Suci, sang kakak, meninggal dunia pada 31 Maret 2014, menyusul kedua orangtua mereka, Emi dan Ipuh.

Emi, melahirkan ketiga anak ini periode 2001-2007 di Kebun Binatang Cincinnati.  Emi meninggal pada 5 September 2009.

Dikutip dari website Cincinnati Zoo, Harapan lahir pada 2007 dari pasangan Emi dan Ipuh. Ipuh, yang dipercaya salah satu badak Sumatera tertua, mati pada 2013 dalam usia 22 tahun.  Kini, tubuhnya diawetkan dan menjadi salah satu pajangan di Museum Cincinnati.

Harapan menghabiskan sebagian waktu di beberapa kebun binatang. Pada 2008, Harapan pindah ke Pusat Konservasi White Oak di Yulee, Florida, lalu ke Kebun Binatang Los Angeles, California. Pada Juli 2013, ia balik lagi ke Cincinnati.

Susi dan Emi, diduga menderita penyakit sama hingga dua satwa langka ini meninggalkan dunia. Masih dikutip dari situs Cincinnati.org, sebelum meninggal, dalam beberapa bulan berat badan Suci mengalami penurunan.

Setelah penelitian dan monitoring berhari-hari, staf Cincinnati mulai merawat Suci sebagai penderita hemochromatosis (gangguan genetik hingga tubuh kelebihan zat besi) atau dikenal dengan penyakit kelebihan zat besi (iron storage disease).

Meskipun penyakit ini sangat sulit buat didiagnosa pada badak Sumatera, namun, Emi, meninggal karena penyakit ini pada 2009. Suci pun mengalami penyakit sama. Kini, Harapan, terindikasi mengalami serupa.

Dari Kebun Binatang Cincinnati, Selasa (25/8/15), juga mengumumkan rencana Harapan, pulang ke Indonesia. Menurut mereka, Harapan pulang untuk dikawinkan demi melesrarikan satwa langka ini. Pulang kampungnya Harapan, badak Sumatera terakhir, berarti pula, program pembiakan yang sudah berjalan 25 tahun di kebun binatang itu berakhir.

Andatu, keponakan Harapan, anak Andalas dan Ratu, pasangan badak Sumatera yang lahir di SRS Way Kambas, foto diambil pada 7 Februari 2015. Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & TFCA-Sumatera.

Dikutip dari Cincinnati.com, Terri Roth, Kepala Pusat Konservasi dan Riset Satwa Liar Langka di sana, begitu bersedih program pembiakan mereka akan berakhir. “Rasanya tak  masuk akal. Tetapi kadang, kita berhadapan dengan hal-hal yang di luar kendali kita,  pada masa-masa di mana kita mesti berbuat sesuatu yang terbaik dari keadaan ini.”

Roth mengatakan, Pemerintah Indonesia, beberapa tahun lalu sudah menolak mengirim badak lain keluar dari Indonesia.

Saat ini, di Indonesia, diperkirakan hanya tersisa 100 badak di alam liar. Kini, hanya Harapan, satu-satunya, badak Sumatera, yang berada di luar Asia Tenggara. Dengan berat hati, mereka harus mengembalikan Harapan, ke kampung halaman.

Indonesia,  tumpuan penyelamatan badak Sumatera?

Populasi badak Sumatera, dulu menyebar di belantara Tingkok, India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Perburuan marak dan habitat rusak menyebabkan populasi satwa ini pertengahan abad ke-20, susut drastis. Tersisalah di Malaysia dan Indonesia.

Namun, Jurnal Oryx memberi kabar duka. Hasil dokumentasi tim ilmuwan dari Pusat Makroekologi, Evolusi dan Iklim Universitas Copenhagen, menyatakan badak Sumatera, di Malaysia, dari alam liar telah punah. Badak di alam tak pernah terlihat lagi sejak 2007. Di Malaysia, tersisa dua badak betina yang berada di penangkaran ditangkap tahun 2011 dan 2014.

Dengan badak Sumatera, di Malaysia, diklaim punah, dari Cincinnati, akan kembali ke Lampung, maka harapan kelangsungan spesies ini boleh dikatakan ada di tangan Indonesia.  Malaysia pun, kini ingin belajar penangkaran ke Indonesia.

“Badak Sumatera ini sangat diperhatikan internasional. Malaysia, ingin belajar ke Indonesia. Indonesia menyusun langkah kerja sama untuk itu,” kata Bambang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,