Inilah Kreasi Para Perempuan Jogja, Meramu Sampah jadi Berkah

Ada bros, tas, bunga dan vas sampai boneka. Semua karya ini terbuat dari sampah plastik. Eni Septiawati, salah satu perajin. Dia membuat bros. Kreasi ini berawal dari program pengelolaan sampah berbasis kampung digagas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta, kaum perempuan membentuk “Bank Sampah Kampung Kepuh.”

“Dulu sampah tidak ada guna. Kini, kami mengolah jadi berguna,” katanya, kepada Mongabay di Stand Festival Kesenian Yogyakarta, Sabtu, (6/9/15).

Eni bercerita, dari bank sampah inilah, mereka merintis pengelolaan sampah ramah lingkungan sekaligus ekonomis. Sampah-sampah warga kampung dari gelas, botol, plastik dan lain-lain diterima. “Hampir semua keluarga di kampung menjadi nasabah bank sampah.”

Dari sampah-sampah bank sampah inilah, menjadi bahan kerajinan tangan.  “Dulu, dari satu kg plastik botol atau gelas air mineral hanya dibeli pengepul Rp2.000, setelah didaur ulang satu botol plastik bisa dibuat dua karya, dijual Rp5.000,” katanya.

karya seni bunga plastik dari sampah. Foto: Tommy Apriando
Karya seni bunga plastik dari sampah. Foto: Tommy Apriando

Karya seni ibu-ibu sangat bervariasi. Ada boneka berbaju plastik, tas sekolah,  bunga, dompet, dan bros. Konsep pemasaran, selain dibantu BLH Yogyakarta, juga lewat Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM). Mereka ikut pameran. Kelompok bank sampah juga aktif mencari pasar sendiri.

“Setiap ada pameran saya setorkan 50 bros, pasti habis. Bagi kami limbah bukan musibah, namun berkah jika mau mengelolanya.”

Eni merasakan sekali dampak positif pengelolaan bank sampah ini. Dari setiap pameran, paling tidak Rp250.000 diperoleh dari bros. Lingkungan kampungpun jadi lebih bersih, sehat dan kesadaran menjaga kesehatan dan kebersihan bersama.

Dia juga mengajarkan keahlian membuat kerajinan ini kepada kelompok perempuan lain. “Ilmu bermanfaat pasti bermanfaat untuk orang lain dan diri kita. Apalagi untuk bersama menanggulangi sampah di Jogja.”

Penggagas bank sampah

Bambang Suwerda juga dosen Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta menjadi konseptor bank sampah juga Ketua Forum Bank Sampah Nasional.

Awalnya, dia ingin masyarakat di sekitar rumah hidup sehat. Kala itu, demam berdarah dengue (DBD) menyerang kampung.  Dia mencoba menggagas pembentukan bengkel kesehatan lingkungan. Harapannya, bisa mengajak warga lebih peduli kebersihan lingkungan hingga kasus DBD turun jumlah. Ternyata tidak sesuai harapan. Muncullah ide bank sampah.

Bro sampah plastik karya Eni Septiawati. Foto: Tommy Apriando
Bros sampah plastik karya Eni Septiawati. Foto: Tommy Apriando

“Yang terpikirkan bagaimana mengelola sampah seperti mengelola uang, namun lingkungan bersih dan sehat,” katanya.

Menurut dia, ada beberapa manfaat mengelola bank sampah, seperti aspek sosial dan lingkungan, ekonomis dan pendidikan.

Dengan bank sampah bisa sedikit mengurangi permasalahan sampah selama ini. Pergerakan sampah dari Yogyakarta menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan perton perhari dari tahun ke tahun menurun. Tahun 2007, sampah 350 ton perhari. Tahun 2009 (295), 2010 (275), 2011 (260), 2012 (245), dan 2013 sebanyak 218 ton perhari.

Sampah di Yogyakarta

Kepala BLH Yogyakarta Irfan Susilo mengatakan, BLH memberian bantuan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas bank sampah agar memperoleh kepercayaan masyarakat. Pengelolaan sampah melalui bank sampah, katanya, satu cara mengoptimalisasi sampah Yogyakarta yang tiap hari sekitar 250 ton.

“Sampah-sampah yang memiliki nilai ekonomi dipilah danakan dijual kembali atau dimanfaatkan sebagai bahan membuat kerajinan yang bernilai jual.”

Target BLH, pada 2016, Yogyakarta memiliki 615, bank sampah tersebar di 45 kelurahan. Saat ini,  sudah 315 bank sampah. BLH telah membentuk tim fasilitator 118 orang tersebar di 14 kecamatan guna memberikan sosialisasi pentingnya bank sampah.

Tas dari ujung-ujung limbah gelas plastik air mineral. Ia jadi tas mewah dan bermanfaat. Foto: Tommy Apriando
Tas dari ujung-ujung limbah gelas plastik air mineral. Ia jadi tas mewah dan bermanfaat. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,