,

Cacingisasi Air Bersih Swakelola di Ngadirejo, Seperti Apa?

Kasno, warga Dusun Candi, Pringapus, Ngadirejo, Temanggung membiarkan air mengalir melalui selang masuk ke bak mandi hingga luber. Tidak ada kran pengatur, apalagi meteran air. Hanya ada selang plastik mengalirkan air dari bak penampung, terletak persis di pojok halaman rumah ke bak kamar mandi.

“Air luber dibiarkan saja, akhirnya masuk ke selokan dan mengairi ladang,” katanya, Jumat (4/9/15).

Dalam pemahaman Kusno, tidak ada air terbuang percuma. Begitu juga sebagian warga Candi. Semua kembali ke sawah dan ladang, melewati parit dan kali kecil yang terhubung dengan rumah-rumah mereka. Jika debit air menurun, pilihan mereka mencari mata air baru.

Air bersih bagi warga Candi tinggal menjumput dari mata air di atas bukit, kira-kira 300 meter dari permukiman. Mereka dulu mendapatkan dengan mengangsu (mengambil di sumber air lalu memasukkan ke wadah untuk dibawa pulang). Akhirnya, mereka swadaya mengalirkan ke rumah-rumah melalui selang plastik.

Sebelum ke rumah, air ditampung dulu ke bak-bak di halaman beberapa rumah warga. Bak penampung air kira-kira berukuran 1×1,5 meter, kedalaman 50 cm. Bak air di rumah Kasno melayani dua RT, untuk 26 rumah tangga. Sebanyak itu pula selang plastik menancap ke bak air Kasno. Bak cacing. Itu pula muncul istilah cacingisasi pengelola air minum ini.

Cacingisasi, adalah pengaliran air dari mata air memakai selang plastik. Cacingisasi sering dilawankan dengan pipanisasi, pengaliran air dengan pipa paralon atau logam. Kontruksi pipanisasi lebih kuat, tahan bocor, dan sehat.

Di Gondangwinangun, Ngadirejo, sudah ada pengelolaan khusus. Desa itu memiliki organisasi yang mengatur pemanfaatan mata air untuk kebutuhan air bersih.

“Saat ini, kami menggunakan lima sumber mata air. Warga menyebut belik atau kolam kecil ada mata air,” kata Estiningrum, pengurus Pamsimas Gondangwinangun, Minggu (8/9/15).

Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), merupakan proyek Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemda, dengan pendanaan Bank Dunia.

Pamsimas ini melalui dua pendekatan, berbasis lembaga dan masyarakat. Sasarannya, meningkatkan rumah tangga memiliki akses sarana air minum, sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Satu bak penampung, dipasang selang untuk mengaliri banyak rumah warga. Hingga selang-sela pipa kecil ini menyerupai cacing-cacing dan dikenal dengan cacingisasi. Foto: Nuswantoro
Selang cacing: Sejumlah selang plastik mengalirkan air dari bak penampung ke rumah-rumah warga di Dusun Candi, Pringapus, Ngadirejo, Temanggung. Foto: Nuswantoro

Warga Gondangwinangun, sebelumnya mencari air bersih dengan berjalan kaki mengangsu ke belik. Sebagian memakai sumber air sumur milik sendiri. Namun tidak sedikit menggunakan air sungai. Meski jernih, ada saja warga memanfaatkan air sungai untuk MCK, hingga tidak aman sebagai air minum. “Baru 2010, Pamsimas masuk. Warga sepakat membangun reservoir, membeli pipa, dan menyalurkan ke rumah warga.” Seiring itu, Pamsimas menyosialisasikan jamban keluarga. Warga juga diajak menghemat air.

Semua dengan gotong royong. Masing-masing warga membayar biaya pemasangan Rp250.000. Jauh jika dibandingkan biaya pemasangan PDAM Rp2 juta.

Biaya per kubik disarankan Rp1.150 per meter kubik. Penghitungan harga mempertimbangkan biaya perawatan, honor pengurus, dan sosialisasi hidup sehat. PDAM Temanggung menjual air minum Rp2.800 per meter kubik.

Di lapangan, banyak dusun memungut jauh lebih rendah dari itu. Rata-rata Rp500 per meter kubik, . ada hanya Rp100 per meter kubik, seperti di Plosogaden, Candiroto.

Untuk menjaga mata air tetap mengalirkan kontinyu, warga diajak menanam pohon di tangkapan air. Mereka juga diajak tidak menebang pohon sembarangan. Tebing di talud agar kokoh hingga mata air aman. Warga yang memanfaatkan mata air untuk irigasi masih bisa pakai air dari limpahan.

Pengurus di Gondangwinangun ada 18 orang. Terbagi menjadi seksi teknis, pencatat air, penyuluhan kesehatan, ketua, sekretaris, dan bendahara. “Mereka hanya diberi honor Rp30.000 per bulan.”

Bank pohon

Untuk menambah penghasilan, mereka menginisiasi bank pohon, yang sekaligus bisa menjaga lingkungan. “Kami menanam pohon produksi di tanah kas desa seperti kopi dan sengon,” ucap Estiningrum.

Data dari pemkab menunjukkan sumber air dari mata air di Temanggung cukup banyak. Ada 720 dengan kapasitas 2.332,65 liter per detik. Sampai 2015, setidaknya PDAM memanfaatkan 20 mata air sebagai sumber air bersih. Sisanya, oleh masyarakat, baik program Pamsimas, PNPM Mandiri, swakelola, maupun program lain.

Untuk lebih meningkatkan kesadaran warga memelihara mata air, pengurus menggagas Festival Mata Air. “Semoga terlaksana tahun depan, melibatkan berbagai komponen masyarakat.”

Festival ini, memakai pendekatan budaya yaitu merangkum gelar budaya terkait pemeliharaan dan penghargaan air, khusus di masing-masing desa. Juga ada seminar, lomba, dan pameran.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,