Walau sudah hampir setahun pemberantasan oleh Pemerintah Indonesia, namun hingga saat ini masih ditemukan indikasi terjadinya aksi illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing di berbagai wilayah perairan.
Indikasi tersebut dilaporkan masih terjadi di perairan di sekitar Pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Hal tersebut diungkapkan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/9/2015).
“Kita mendapat laporannya dari warga Natuna. Ada indikasi saat ini masih terjadi aksi penangkapan ikan oleh kapal-kapal dari Hong Kong,” ucap Susi.
Kapal-kapal tersebut, menurut Susi, datang untuk menangkap ikan dengan cara yang tidak baik. Biasanya, kapal-kapal tersebut menangkap ikan dengan menggunakan potasium dan meledakannya di sekitar perairan yang dideteksi ada ikan yang banyak.
“Cara tersebut jelas tidak dibenarkan. Karena walau ikannya bisa mendapat banyak, tapi efeknya bisa merusak ekosistem yang ada. Itu jelas membahayakan juga untuk keberlangsungan ikan-ikan di perairan tersebut,” jelas dia.
“Namun, selain karena merusak, seharusnya juga kan kapal-kapal asing tidak boleh lagi mengambil ikan di perairan Indonesia. Itu sudah dilarang,” tambah dia.
Karena itu, Susi mencurigai ada sindikat pencurian ikan di wilayah Natuna. Kecurigaan itu didasarkan pada fakta bahwa kapal-kapal ikan dari Hong Kong sudah lebih dari 15 tahun mengambil ikan dari perairan wilayah Natuna.
“Kita juga mendapat laporan dari masyarakat langsung tentang aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan kapal-kapal dari Hong Kong itu. Itu juga jadi persoalan,” jelas dia.
“Tidak hanya karena illegal, kita menolak ada kapal ikan dari Hong Kong, karena mereka juga membawa rakitan bom-bom yang akan digunakan untuk menangkap ikan. Destructive fishing itu sangat kita tentang,” tambah dia.
Mengenai sindikat pelaku IUU Fishing, Susi berkomentar bahwa kondisinya saat ini memang sudah semakin parah dan menyebar ke kawasan timur Indonesia. Dia mengibaratkan, pelaku pencurian ikan sama seperti pelaku pembalakan liar di hutan-hutan.
“Jika di satu perairan ikannya sudah habis, reef-nya (karang) juga sudah tidak ada, maka dia akan bergerak lagi. Sekarang sudah ke timur. Kalimantan atas dan terus ke sana lagi,” papar dia.
Dalam kesempatan tersebut, Susi mempertegas masih adanya IUU Fishing di Natuna dengan menunjukkan sebuah pesan singkat (SMS) dari seorang warga di pulau tersebut. Berikut sebagian dari isi SMS tersebut:
“Di Natuna sudah muk hampir 15 tahun kapal jongkong muk ambil ikan hidup,, dan itu sebagai kehidupan ekonomi masyarakat nlayan yang ada 70% di Natuna,,tapi sayang bu cara nelayan sekarang sudah di luar batas,ada sebahagian nelayan yang menggunakan putas tuk mengambil ikan kerapu.”
Kerja Sama 4 Negara
Menindaklanjuti masih maraknya aksi IUU Fishing, Indonesia bergabung dengan 3 (tiga) negara tetangga, yakni Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Kerja sama tersebut dilakukan untuk memerangi IUU Fishing.
“Akhir bulan ini akan ada penandatanganan kerjasamanya. Mungkin nanti Fiji akan bergabung juga. Dari kerja sama ini diharapkan penanganan aksi IUU Fishing bisa lebih cepat lagi. Karena, negara-negara ini memang memiliki riwayat yang sama dengan Indonesia. Lautnya sama-sama dicuri ikannya,” jelas Susi Pudjiastuti.
“Saat ini saja, masih terlihat dari satelit kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia. Sebagian besar masuk dari Papua Nugini dan Timor Leste,” tambah dia.
4 Kapal Vietnam
Sebelum Susi Pudjiastuti memaparkan tentang indikasi adanya sindikat pelaku IUU Fishing di Natuna, pada Senin (07/09/2015), KKP lebih dulu menangkap 4 (empat) kapal asing dari Vietnam. Penangkapan tersebut dilakukan pada pukul 12.05 WIB di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), Laut Cina Selatan, Natuna, Kepri.
Dari keterangan yang diberikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Asep Burhanudin, kapal-kapal tersebut ditangkap oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu Macan 001.
Adapun, empat kapal tersebut, adalah KG 93525 TS (GT 139, ABK 20 orang); KG 91490 TS (GT 139, ABK 5 orang Vietnam); KG 93877 TS (GT 139, ABK 4 orang Vietnam) dan KG 93577 TS, (GT 139, ABK 22 orang Vietnam).
“Keempat kapal tersebut tertangkap tangan saat sedang melakukan penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) tanpa dilengkapi dokumen-dokumen perizinan kegiatan penangkapan ikan dari Pemerintah RI, dan menggunakan alat tangkap yang dilarang pair trawl,” ujar Asep.
Menurut dia, kapal-kapal penangkap ikan tersebut untuk sementara diduga melanggar Pasal 93 ayat (2) jo Pasal 27 (2) UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Keempat kapal tersebut terancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.
“Saat ini, empat kapal yang terdiri dari 51 ABK itu menjalani proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan,” pungkas Asep.