I Kadek Susila dan Gusti Ayu Ary Budiani bisa jadi pasangan paling eksentrik tahun ini. Keduanya mengundang handai taulan dengan undangan khusus kampanye aksi tolak reklamasi di Teluk Benoa pada 5 September kemarin.
“Tiap ngasi undangan ke orang dibilang undangan untuk aksi demonstrasi,” Susila alias Bobby tertawa. Istrinya, Ary juga hanya tersenyum ketika kawan dan saudaranya menanyakan perihal ide surat undangannya ini. “Ada teman bilang, saya pro reklamasi ya,” ujar Ary.
Undangan ajakan demonstrasi cukup beralasan. Karena di sampul depan ada logo Bali Tolak Reklamasi yang memenuhi halamannya. Desain yang dibuat oleh Alit Ambara ini memang sudah terkenal karena menjadi desain baju yang sering dipakai demonstran dan artis-artis yang mengampanyekan tolak reklamasi.
Gambarnya pulau Bali sedang dikeruk dengan alat berat. Jika tak teliti, tulisan undangan pawiwahan (pernikahan) tak akan terlihat.
Lalu di halaman isi juga penuh dengan foto besar aksi demonstrasi. Dalam foto terlihat band Nosstress sedang konser di depan Kantor Gubernur Bali ditonton ratusan massa aksi. “Bobby sampai minta izin Nosstress untuk menggunakan foto ini,” kata Candra, manajer band yang digawangi Man Angga, Kupit, dan Cok ini. Ia hanya geleng-geleng melihat keseriusan Bobby mengampanyekan tolak reklamasi di area teluk samping rumahnya ini.
Di halaman belakang kartu, malah ada infografis 13 alasan tolak reklamasi Teluk Benoa. Berdampingan dengan peta lokasi rumah lokasi pernikahan. Infografis dampak sosial dan ilmiah ini dibuat Forum Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), di mana Bobby salah satu pegiatnya.
Bobby mengenalkan ibunya Ni Made Reti yang kadang masih ke teluk mencari binatang laut ketika surut. “Sekarang sudah sangat sedikit, dulu banyak,” ujar Reti. Pasang surut air laut di kawasan ini memberi keuntungan bagi sebagian warga yang mencari udang, ikan kecil, kepiting, dan lainnya.
Teluk dan bakau makin terjepit oleh penambahan bangunan, seperti ribuan pilar-pilar jalan tol di atas laut. Juga ada sejumlah utilitas pemerintah yang makin membutuhkan ruang. Misalnya pelabuhan dan tempat pembuangan akhir paling luas di Bali, Suwung.
Merunut ke belakang, Bobby adalah salah satu anak muda dari area terdampak yang muncul sejak awal menyuarakan penolakan. Ia kerap bolos kerja untuk ikut demonstrasi. Saat itu tak banyak warga sekitar teluk yang berani menolak terang-terangan.
Sebelum rencana reklamasi, Bobby juga membantu Walhi Bali dalam menolak privatisasi Taman Hutan Rakyat (Tahura) Mangrove Ngurah Rai. Pada 2012, Gubernur Bali Mangku Pastika memberi izin pemanfaatan kawasan lindung ini pada pihak ketiga yang berencana mengelola sebagian menjadi area wisata dengan fasilitas akomodasi dan lainnya. Walhi Bali menggugat izin ini.
Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar mengabulkan gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali tentang izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai seluas 122,22 ha ke PT. Tirta Rahmat Bahari (TRB).
Tahura ini adalah hamparan hutan bakau yang sebelumnya dikelola pemerintah sebagai obyek wisata. Pemerintah Jepang melalui JICA merintis usaha pelestarian mangrove dengan membuat Tahura dan program pembibitan.
Salah satu dalil putusan yang membatalkan izin tersebut adalah surat Gubernur Bali pada 27 Desember 201 tentang penghentian sementara penerbitan persetujuan prinsip untuk bidang jasa usaha akomodasi (berbintang dan hotel melati) di Bali selatan (Denpasar, Badung, dan Gianyar).
Tentang keterlibatannya secara aktif dalam aksi-aksi lingkungan mulai kasus Tahura Mangrove sampai reklamasi Teluk Benoa ini Bobby selalu menjawab santai. “Itu tempat bermain kami sejak kecil,” katanya. Ia dan kawannya akan kehilangan akses menikmati fasilitas publik di kawasan ini jika semuanya diprivatisasi. Ia juga mengaku pernah dididik membuat bibit mangrove oleh pengelola Tahura sehingga merasakan bagaimana pentingnya bakau dan kawasan ini melindungi rumah-rumah warga dari rob dan pasang air laut.
“Pernah kepikiran membuat foto pre-wedding saat aksi tolak reklamasi, tapi malu juga,” seru Bobby. Jadilah hanya tema pernikahannya saja lewat kartu undangan yang otomatis memicu obrolan tentang rencana reklamasi ini di antara keluarga dan tamu undangan saat mereka hadir dalam upacara dan resepsi pernikahan menurut Hindu ini.
Sebuah karangan bunga besar ucapan selamat dikirim ForBALI dan dipajang di depan rumahnya secara mencolok. “Wih aksi tolak reklamasi nih?” demikian becandaan yang terdengar di antara tamu.