Persediaan Obat Bius Tidak Ada, Seekor Harimau pun Ditembak Mati di Sumsel

Satu lagi jumlah populasi harimau sumatera, satwa yang terancam punah ini pun berkurang. Lantaran masuk dalam perangkap babi hutan dan dikuatirkan akan menyerang penduduk jika dilepaskan, harimau jantan naas ini pun akhirnya ditembak mati oleh aparat.

Peristiwa tragis tersebut terjadi di Desa Tanjung Raman, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, pada Kamis (10/09/2015).

Awalnya, harimau tersebut ditemukan seorang warga pada Kamis dini hari atau sekitar pukul 00.30 WIB di lahan persawahan milik Suryani (35). Saat ditemukan harimau yang panjangnya sekitar dua meter, tinggi satu meter, dan berat 80 kilogram ini terperangkap jerat babi di sekitar pesawahan.

Saat itu sejumlah warga berdatangan ke lokasi. Mereka melihatnya dari jauh. Harimau tersebut meraung dan berontak. Sekitar pukul 05.30 WIB, seorang warga bernama Istiqomah, melapor hal tersebut ke Polsek Pendopo dan Koramil Pendopo. Aparat kepolisian dan militer pun langsung datang ke lokasi dibantu oleh warga sekitar.

Aparat pun tampak cemas mendekati harimau tersebut, karena berulang kali berontak, dan menyebabkan tali perangkap nyaris putus. Mereka hanya dapat memantau dari jarak sekitar 10 meter, meskipun harimau terlihat lemas dan penuh luka.

“Atas desakan masyarakat, memperhatikan kondisi [harimau] dapat membahayakan manusia, akhirnya hewan ini pun ditembak [mati],” jelas AKBP Rantau Isnur Eka Sik, kapolres Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, kepada wartawan, Kamis (10/09/2015).

Rantau Isnur menjelaskan soal harimau sumatera yang telah mati tersebut sudah dikoordinasikan dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Sumatera Selatan. Rencananya harimau itu akan dibawa ke Palembang untuk dikuburkan.

Mengapa Harus Ditembak Mati?

Ketidaktersediaan obat bius untuk melumpuhkan harimau pada saat kejadian ternyata menjadi alasan harimau jantan ini akhirnya harus ditembak mati.

“Di lokasi ini banyak warga hilir mudik, dan lokasi tak jauh dari pemukiman warga. Selain itu tidak ada obat bius untuk melumpuhkan harimau, sementara jerat mulai rusak dan untuk menunggu BKSDA datang memerlukan waktu cukup lama sehingga masyarakat meminta harimau ditembak,” jelas Rantau.

Terpisah, Nunu Anugrah, kepala BKSDA Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia telah mengetahui peristiwa tersebut, “Sedang dikumpulkan bahan keterangan oleh petugas di lokasi,” tulisnya dalam pesan singkat Kamis (10/09/2015) malam.

Burhansyah, sekretaris Daerah Kabupaten Empat Lawang yang mendengar kabar tersebut langsung memerintahkan camat Pendopo untuk memberitahu kepada perangkat desa dan warga, agar berhati-hati ke kebun atau pesawahan.

“Kemungkinan masih ada harimau yang lain. Biasanya harimau kalau berburu atau mencari makan akan berpasangan,” katanya. Dia menyerukan agar warga tetap memperhatikan kelestarian hutan, sehingga tidak mengganggu habitat harimau.

Konflik antara harimau dan manusia di wilayah Sumatera diakibatkan semakin teganggunya habitat harimau dan semakin berkurangnya mangsa. Kebakaran lahan hutan, konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, permukiman dan perkebunan serta berkurangnya mangsa, menjadi ancaman utama kelestarian satwa liar ini.

Harimau yang kelaparan pun keluar hutan untuk mengejar babi hutan, satwa mangsannya, yang masuk dalam ladang penduduk. Alih-alih memilih hutan primer, menurut penelitian harimau lebih menyukai ladang, semak belukar dan hutan sekunder yang memiliki lebih banyak variasi hewan buruan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,