Majelis hakim diketuai Marsudin Nainggolan, menyatakan, dari pemeriksaan bukti terkuak keterlibatan terdakwa dalam perdagangan dan perburuan trenggiling.
Menurut majelis hakim, Abeng terbukti sah melakukan tindak pidana, memiliki dan memperniagakan satwa dilindungi, yakni trenggiling hidup dan mati. Hukuman 1,5 tahun plus denda Rp50 juta atau diganti kurungan satu bulan. Abeng akan menjalani hukuman dikurangi masa tahanan selama penyidikan.
Dalam amar putusan, selain menjatuhkan hukuman pidana penjara dan denda, majelis hakim memerintahkan, barang bukti tiga unit mobil sebagai alat transportasi mengangkut lima ton trenggiling, dan timbangan serta peralatan lain di gudang penggerebekan, dirampas untuk negara.
“Terdakwa wajib ditahan selepas putusan ini dibacakan. ”
Sejak awal, proses persidangan kasus ini dinilai cukup janggal. Kala penangkapan terhadap Abeng, selain trenggiling hidup dan mati, tim gabungan juga menemukan potongan-potongan tubuh beruang madu. Namun, dalam persidangan, barang bukti ini sama sekali tak disinggung.
Belum lagi, kala persidangan berlangsung ada pihak-pihak yang menawarkan sejumlah uang kepada wartawan yang meliput agar tak memberitakan sidang ini.
Koordinator WCU-WCS, Irma Hermawati, mencium aroma tidak sedap dalam perkara ini. Jaringan terdakwa Abeng yang belum tertangkap, merasa terusik. WCU menduga, ada pendekatan terhadap penegak hukum agar meringankan hukuman terdakwa.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kala ke Medan, menyatakan, perdagangan satwa liar sangat berbahaya. Dampak perburuan satwa, menyebabkan kerusakan bahkan keragaman hayati bisa musnah. Satwa-satwa ini, katanya, bagian siklus penopang kehidupan, hingga dilindungi UU. Sejalan Ia juga bisa berdampak pada rantai pangan, sampai rantai hidrologi.
