,

Kapal Thailand Gugat Praperadilan, Susi: Kita Tidak Takut

Kementerian Kelautan dan Perikanan tak akan gentar menghadapi serangan balik yang dilakukan kapal asing pelaku illegal, unreporter, unregulated (IUU) Fishing melalui prosedur hukum. Hal itu, karena KKP sudah mengantongi banyak bukti berupa data dan fakta terkait pelanggaran yang sudah dilakukan oleh kapal tersebut.

Kapal yang melakukan permohonan praperadilan itu, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, adalah Silver Sea 2 (SS2) yang diketahui berasal dari Thailand. Kapal tersebut ditangkap oleh pasukan TNI AL di wilayah perairan Sabang, Aceh.

Menurut Susi, kapal SS2 mengajukan praperadilan terhadap Pangkalan TNI AL (Lanal) Sabang yang menangkap mereka di perairan Sabang. Kemudian, SS2 juga menuntut dilakukan praperadilan terhadap keabsahan penangkapan, penahanan dan penyitaan kapal SS2 dan dokumen pelayaran SS 2.

“Kita sudah mendapat kabar itu. Dan kita tidak takut sama sekali. Karena kita sudah punya bukti kok,” ungkap Susi di Jakarta, Kamis (17/9/205).

Dia menyebutkan, berdasarkan surat panggilan yang masuk ke KKP, sidang perdana untuk praperadilan akan dilaksanakan pada 21 September mendatang.

Akan tetapi, menurut Susi, KKP sudah memiliki data-data kenapa SS 2 ditangkap. Di antaranya, karena SS 2 sudah mengangkut ikan ke luar wilayah Indonesia tanpa dilengkapi sertifikasi kesehatan ikan; melakukan alih muatan tidak sah di tengah laut; dan mematikan vessel Monitoring System  (VMS) selama berlayar di perairan Indonesia.

“Karena terbukti seperti itu, nakhoda kapal berkebangsaan Thailand, Yotin Kuarabiab ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut. Selain itu, dilakukan juga penyitaan kapal SS 2 dan tangkapan ikannya,” papar dia.

Pengajuan praperadilan yang dilakukan kapal SS 2 dari Thailand itu mengikuti jejak kapal dari Tiongkok, Hai Fa yang melakukan pelanggaran di wilayah perairan Indonesia di Maluku. Hai Fa, diketahui menuntut balik KKP dengan gugatan perdata dan meminta ganti rugi sebesar Rp1 triliun.

Namun, Susi menegaskan, gugatan perdata yang dilayangkan Hai Fa tidak akan mengubah status kapal tersebut di Indonesia. Bahkan, saat ini Hai Fa sudah berstatus purple notice oleh Interpol dan diburu oleh 190 negara.

“Kita masih menunggu bagaimana Hai Fa ini selanjutnya. Karena sekarang sudah berada di luar wilayah Indonesia. Jadi kami tidak bisa memprosesnya lagi. Namun, untuk gugatan hukum mereka masih tetap berjalan di pengadilan,” tandas dia.

Pingtan Marine Enterprise (PME) Ltd

Sementara itu, Ketua Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa mengemukakan, selain terus memproses perusahaan dan pemilik kapal pelaku IUU Fishing, KKP saat ini juga terus mengumpulkan informasi dan menelaah secara hukum perusahaan yang memiliki hubungan erat dengan 4 (empat) grup perusahaan di Indonesia Timur.

Perusahaan yang dimaksud, menurut Achmad Santosa, adalah Pingtan Marine Enterprise (PME) Ltd yang berkantor pusat di Tiongkok dan didirikan di Cayman Island, Inggris. Saat ini, perusahaan korporasi tersebut diketahui tercatat di bursa perdagangan AS, Nasdaq.

Menurut Achmad Santosa, PME memiliki hubungan kepemilikan, hubungan transaksi, dan hubungan manajerial dengan PT Avona Mina Lestari, PT Dwikarya Reksa Abadi, PT Aru Samudra Lestari, dan PT Antarticha Segara Lines. Perusahaan-perusahaan tersebut masuk ke dalam kelompok 4 (empat) perusahaan besar yang beroperasi di Indonesia dan melakukan IUU Fishing.

“Kita sudah bekerjasama dengan lawyer dalam mempersiapkan upaya hukum terhadap PME. Kita juga sudah sudah menyiapkan strategi upaya hukum kepada PME ini,” tutur Achmad Santosa.

Terkait hal tersebut, Susi Pudjiastuti menjelaskan, pihaknya melakukan upaya hukum terhadap PME, karena KKP ingin memastikan distribusi ikan yang ditangkap melalui cara IUU Fishing  sudah berhenti. Selain itu, KKP ingin memastikan keuntungan yang didapat PME dari IUU Fishing tidak ada lagi, dan memastikan agar pelaku IUU Fishing tidak mendapatkan dana publik melalui bursa saham.

Anev Jilid IV

Sementara itu berkaitan dengan analisis dan evaluasi kapal-kapal yang beroperasi di Indonesia tahap keempat, KKP merilis ada 126 pemilik kapal yang memiliki 367 kapal masuk dalam proses aneh. Dari jumlah tersebut, ada yang dicabut izinnya, dan ada juga yang dibekukan izinnya.

Rinciannya:

  1. Pencabutan izin 8 SIPI milik 6 kapal, dan  1 SIKPI milik 1 kapal;
  2. Pembekuan izin 14 SIPI milik 11 kapal;
  3. Pemberitahuan pembekuan izin 6 SIPI milik 6 pemilik kapal;
  4. Peringatan tertulis 35 SIPI milik 11 pemilik kapal;
  5. Izin tidak bisa diperpanjang dan tidak diajukan izin baru untuk 171 SIPI milik 58 pemilik kapal; dan
  6. Bisa mengajukan izin baru selama sejalan dengan kebijakan MKP. Total ada 95 SIPI milik 38 pemilik kapal yang mendapat proses ini.

Susi Pudjiastuti mengungkapkan, dengan terus masuknya data baru yang aneh dari kapal-kapal, dia berharap kebijakan moratorium kapal eks asing bisa memberi dampak baik untuk perikanan dan kelautan Indonesia.

“Terutama, kita ingin setelah moratorium selesai nanti, kapal-kapal eks asing tersebut tidak berani macam-macam lagi. Walau oratorium berhenti, kapal-kapal tersebut sudah masuk daftar hitam di Indonesia,” tandas dia.

Dengan demikian, nantinya sektor kelautan dan perikanan Tanah Air bisa berkembang lebih baik lagi dan bisa memberikan sumbangsih untuk kehidupan nelayan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,