Polda Sumsel telah menetapkan enam perusahaan pembakaran lahan gambut dan hutan di Sumsel masuk ke tingkat penyidikan kepolisian.
Belum selesai persoalan kebakaran lahan gambut, titik api terus bermunculan di Sumatera Selatan. Kali ini melanda Hutan Lindung Gunung Dempo, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Ratusan hektar hutan pun turut terbakar.
Kebakaran yang mulai terlihat sejak Senin (14/09) lalu hingga Kamis (17/09) malam masih terlihat. “Saat malam Rabu kemarin, Dempo seperti mengeluarkan api. Malam ini asap masih terlihat dari hutan di Dempo, ” jelas Muhammad Yogi Rivaldi, masyarakat dan juga pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan, yang berada di Pagaralam.
Titik api yang terlihat di kaki gunung setinggi 3.173 meter dari permukaan laut tersebut, mulai dapat diatasi setelah Kamis (17/9) dua helikopter dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan membantu pemadaman. Namun, upaya pemadam darat dan udara mengalami kesulitan karena kabut tebal, dan arah angin sulit ditebak.
“Tapi api saat ini mulai dapat diatasi,” kata Herawadi, kepala BPBD Kota Pagaralam, kepada wartawan, Kamis (17/09). Apa penyebab kebakaran? “Kita belum tahu. Kita masih fokus pemadaman,” kata Herawadi.
Saat api terlihat pada 15 September 2015 lalu, BPMPD bersama masyarakat, anggota militer dan polisi, melakukan pemadaman melalui darat dengan peralatan seadanya. Tapi api tidak mampu dijinakan, sehingga mereka mundur. Mereka pun minta bantuan pemerintah Sumatera Selatan, dan hari ini dua helikopter didatangkan.
Keterlambatan helikopter kemungkinan karena melakukan pemadaman di wilayah gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin. Kebakaran di hutan lindung di kaki Gunung Dempo seluas 28.740 hektar tersebut, jelas menambah kerusakan hutan yang sebelumnya sekitar seribu hektar.
Sejak tahun lalu hutan lindung di kaki Gunung Dempo menjadi perhatian para pegiat lingkungan hidup. Sebab bukan hanya soal perambahan, juga isu mengenai penambangan emas yang dinilai mengancam keberadaan hutan lindung tersebut.
“Sebaiknya pemerintah segera mengetahui penyebab kebakaran, termasuk pula pelakunya. Meskipun musim kemarau, kekeringan tidak begitu terasa dibandingkan hutan lain di Sumsel. Hutan basah. Kami sangat yakin kebakaran ini disengaja. Pasti ada tujuannya,” kata Yogi, yang juga pendaki gunung.
Polda Sumsel usut Para Pembakar Lahan
Dari 33 kasus pembakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan yang sedang diproses kepolisian, enam pimpinan perusahaan direncanakan akan ditahan. Satu perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin tidak memiliki izin lahan.
Ke-33 kasus pembakaran lahan dan hutan tersebut, 19 melibatkan korporasi perusahaan, sementara 14 kasus melibatkan perseorangan. Ke-19 kasus itu terkait perusahaan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Dari 19 kasus tersebut, empat kasus ditangani Mabes Polri. Sementara di Sumsel, enam kasus ditingkatkan ke penyidikan. Dua kasus ditangani Polda Sumsel, dua kasus oleh Polres Banyuasin, satu kasus oleh Polres Musi Banyuasin, satu kasus oleh Polres Ogan Komering Ilir (OKI).
“Ada enam kasus yang melibatkan perusahaan korporasi sudah ditingkatkan ke penyidikan. Enam kasus (melibatkan) korporasi tersebut, dua kasus ditangani Polres Banyuasin, satu kasus ditangani Polres Ogan Komering Ilir, satu kasus di Polres Musi Banyuasin, dan dua kasus di Polda Sumsel,” jelas Kapolda Sumsel Iza Fadri yang didampingi Karo Ops Kombes Pol Iskandar dan Kabid Humas Kombes Pol Djarod Padakova (15/09).
Berdasarkan penelusuran Mongabay-Indonesia, nama dari enam perusahaan tersebut adalah PT RHM, PT SBN, PT MSA, PT GAL (Kabupaten Musi Banyuasin), PT RPP (Kabupaten OKI) dan PT AA (Kabupaten Banyuasin).
“Untuk lahan perusahaan korporasi yang terbakar, kita cari dulu pemiliknya. Bukti-bukti kita kumpulkan dan siapa yang bertanggung jawab,” jelas Iza menjelaskan tahapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Terkait dengan perusahan korporasi yang tidak memiliki izin, Iza Fadri menjelaskan bahwa pihak kepolisian akan mengejar hingga level pimpinan perusahaan.
“Jika kita berbicara perusahaan, maka yang bertanggung jawab adalah pengelola atau direktur perusahaan,” jelas Kapolda.
Langkah tegas pihak kepolisian ini turut diapresiasi oleh kelompok masyarakat. Ahmad Fitriyadi Munginsidi, ketua DPW Serikat Petani (SPI) Sumatera Selatan, mengapresiasi langkah hukum, namun dia pun memberikan catatan.
“Persoalan kerusakan hutan dan lahan gambut ini tidak sebatas persoalan penegakan hukum. Pemerintahan Jokowi-JK harus memikirkan langkah-langkah dalam memperbaiki hutan dan lahan gambut yang kian kritis,” kata Ahmad. Menurutnya jika sebagian lahan yang rusak itu dapat dikelola oleh masyarakat, maka mereka akan menjaga hutan dan lahan gambut yang ada.
Hingga saat ini terdapat enam kabupaten dan kota yang terdampak kabut asap kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan, yakni Palembang, OKI, Banyuasin, Musi Banyuasin, Musirawas dan Muaraenim.