Dalam tahun ini, soal kelahiran gajah Sumatera di CRU Tangkahan, Langkat, membawa kabar baik. Namun, tak kalah banyak kisah duka, perburuan atau pembunuhan untuk diambil gading sampai kematian gajah karena diracun di perkebunan. Teranyar, pembunuhan Yongki, gajah jinak di dalam posko pemantauan Taman Nasional Bukit Barisan, Lampung.
Di kawasan ekowisata Tangkahan dalam tiga bulan, sudah tiga anak gajah Sumatera lahir. Senin malam (22/9/15), di lokasi yang dikelola Conservation Response Unit (CRU) Tangkahan, binaan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) ini Agustina, gajah betina berusia 43 tahun, melahirkan bayi jantan gagah.
Sapto Aji, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, BBTNGL, kepada Mongabay, mengatakan, bayi Agustina, lahir sekitar pukul 23.00 dalam kondisi sehat dengan tinggi 80 cm dan berat 95 kg.
Kelahiran ini, katanya, menunjukkan keseriusan BBTNGL bersama mitra, merawat gajah jinak dengan baik, sebagai bagian pelestarian secara eksitu. Sebelumnya, awal bulan lalu, Olive melahirkan bayi betina. Pada Juni 2015, juga lahir gajah betina, dari sang induk Yuni.
Sapto mengatakan, CRU Tangkahan untuk lokasi pembelajaran ekosistem dan konservasi, melibatkan masyarakat sekitar TNGL, meskipun berada di luar kawasan.
Rudikita Sembiring, Ketua Harian Lembaga Pariwisata Tangkahan, mengatakan, pengembangbiakan gajah di CRU Tangkahan, memperlihatkan keseriusan masyarakat sekitar Leuser, memperbanyak habitat satwa terancam punah ini. Artinya, ada kesadaran masyarakat mendukung upaya kenaikan populasi satwa dilindungi.
Namun, katanya, upaya ini tidak akan optimal, jika penegakan hukum bagi para pemburu tidak mendapatkan hukuman setimpal. Sebab, rata-rata, pelaku pemburu gading gajah hukuman kurang dua tahun penjara dengan denda kecil.
Rudikita mengatakan, hampir semua gajah mati di Sumatera, baik itu TNGL, Taman Nasional Teso Nilo, sampai Taman Nasional Way Kambas, Lampung, karena perburuan gading gajah. Selebihnya, mati keracunan karena tumbuhan, sengaja diracun oleh pekerja maupun pemilik kebun.
Di TNGL, gajah mati diburu lebih 12 dalam dua tahun terakhir. Sedangkan mati keracunan ada delapan. “Selain itu di Teso NiloJambi, dan Sumatera Selatan, ada lebih 19 gajah mati baik diburu maupun diracun. Kasus serupa, kalau diburu diambil gading, kalau diracun, karena gajah masuk ke perkebunan sawit.”
Kematian gajah jinak terbaru malah terjadi posko Taman Nasional Bukit Barisan, Lampung, Jumat (18/9/15). Yongki, gajah jinak berusia 35 tahun dibunuh. Jumat subuh, Posko Pemantauan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Wilayah Pemerihan, Lampung Barat, kemalingan. Pagi hari, Yongki ditemukan rebah bersimbah darah dengan gading hilang. Di posko itu, tinggal gajah lain. Ada Renggo, Karnangin, dua anakan Sampot dan Tomi serta Arni, sang betina.
Tim dokter dari Taman Nasional Way Kambas datang mengecek. Yongki mati Jumat pukul 7.30 dengan posisi rebah miring ke kiri. Dua gading hilang. “Tak ada bekas berontak dan tak ada bekas tembakan, mulut tak berbusa dan tak bau, tapi lidah sangat biru,” kata Istanto, Direktur Penegakan Hukum Lingkungan, KLHK, baru-baru ini.
Dia mengatakan, bekas potongan gading sangat rapi hingga diduga pembunuh profesional serta memahami keadaan sekitar. Diduga, pembunuh meracun atau memberi sejenis obat bius kala akan mengambil gading. “Semua sampel yang diperlukan diambil untuk proses lebih lanjut.”
Pemburu dan pembunuh gajah akan terus beraksi. Kalaupun tertangkap, selama ini hukuman bagi mereka minim. “Tidak ada efek jera. Ketika pelaku bebas, akan kembali menjalankan memburu dan membunuh gajah,” kata Rudikita.
Mari menanti keseriusan pemerintah mengubah UU dan kemauan penegak hukum menjerat pelaku dengan hukuman setimpal.