Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan program hibah kapal sebanyak 3.500 unit bisa dibagikan kepada nelayan mulai pertengahan 2016 mendatang. Untuk itu, pada Januari 2016 diharapkan proses tender untuk memilih perusahaan galangan kapal bisa selesai dilakukan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (30/9/2015) mengatakan, program pemberian kapal untuk nelayan di seluruh Indonesia, dilakukan sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan nelayan. Menurutnya, dengan diperbarui kapal nelayan, produksi tangkapan ikan di laut bisa meningkat lebih baik.
“Kita ingin meningkatkan taraf hidup nelayan lebih baik lagi. Untuk itu, mereka harus didukung dari peralatannya, yaitu kapal,” ucap Susi.
Kapal-kapal yang akan dibagikan tersebut, kata dia, akan diproduksi di dalam negeri dengan melibatkan industri galangan kapal yang sudah ada. Adapun, perusahaan yang dilibatkan untuk ikut dalam tender jumlahnya ada 250.
“Perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan yang memiliki pengalaman dan kapabilitas dalam industri galangan kapal. Saya ingin membangkitkan dan memperkuat industri ini,” cetus dia.
Untuk mewujudkan 3.500 kapal yang akan dibagikan kepada nelayan, Susi menyebutkan, ada anggaran sebesar Rp4,7 triliun yang sudah dialokasikan. Dana tersebut, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan anggaran untuk pembuatan kapal yang dibutuhkan.
Sebagai pelaksana di lapangan, KKP menggandeng PT PAL Indonesia (Persero) sebagai pimpinan pelaksana atau project management officer (PMO). Diharapkan, kehadiran PT PAL bisa mengawal pelaksanaan pembuatan dan penyaluran 3.500 kapal ke nelayan di seluruh Indonesia.
“Dengan dimulainya pembuatan kapal ini, maka kita berharap industri galangan kapal dan lain-lain bisa terus berkembang. Karena, program ini akan dilaksanakan setiap tahun,” tandas dia.
Pembuatan Secara Bertahap
Sementara itu Direktur Utama PT PAL M Firmansyah Arifin, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, sebagai pimpinan pelaksana, pihaknya mendapat amanat pembuatan kapal dalam waktu setahun.
“Perhitungannya, dimulai sejak Januari dan berakhir pada Desember 2016 mendatang. Itu sudah sesuai dengan keinginan dari KKP,” jelas Firmansyah.
Waktu pelaksanaan tersebut, menurut Firmansyah, termasuk singkat jika melihat jumlah kapal yang harus dibuat. Tetapi, dengan bantuan perusahaan galangan kapal, dia optimis target waktu yang ditetapkan bisa tercapai.
“Kalau sekarang yang ikut tender saja ada 250 (perusahaan), katakanlah yang lolos verifikasi itu hanya 200, maka nanti akan dibagi saja pembuatannya. Artinya, 3500 kapal dibagi merata untuk 200 perusahaan tersebut,” jelas dia.
Karena kapal yang akan dibuat itu bervariasi ukurannya, Firmansyah mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan dulu pembuatan kecil dengan ukuran 5 gross tonnage (GT) dan kemudian bertahap ke ukuran berikutnya hingga yang terbesar 30 GT.
“Cara tersebut memang dirasa paling masuk akal jika melihat waktu yang cukup pendek tersedia. Jika kita prioritaskan pembuatan untuk 5 GT dulu, kita optimis pada pertengahan 2016 nanti sudah bisa dibagikan kepada nelayan,” tutur dia.
Akan tetapi, Firmansyah mengungkapkan, sebelum rencana itu terwujud, pihaknya akan fokus dulu pada tahap-tahap yang akan dilalui, yaitu tahap desain, procurement, assesment, dan penetapan harga serta jumlah kapal.
“Untuk tahap desain saja itu kan ada tim khusus. Nah, tim tersebut akan mencari desain yang pas dan cocok disesuaikan dengan karaketeristik masing-masing daerah. Karena, kan nelayan itu memiliki kapal yang berbeda-beda. Kapal sama saja, belum tentu alat tangkapnya sama,” papar dia.
Material Fiber
Untuk bahan yang akan digunakan dalam pembuatan 3.500 kapal, Firmansyah menuturkan, disepakati akan menggunakan material fiber (fibre). Bahan tersebut dipilih, karena selain harganya lebih murah, juga memiliki kualitas lebih baik dari kayu.
“Fiber ini memang sekarang jadi pilihan utama. Kekuatannya juga bagus. Tapi saya belum bisa mengetahui berapa tahun kekuatannya. Tapi, sekuat-kuatnya material, tetap ada batasnya juga,” jelas dia.
Selain menggunakan fiber, Firmansyah menyebutkan, pembuatan kapal juga akan menggunakan komponen-komponen yang didatangkan dari luar negeri seperti Jepang dan Korea Selatan. Komponen-komponen yang terpaksa diimpor itu, di antaranya mesin kapal dan jaring.
“Indonesia belum punya produksi sendiri untuk mesin dan jaring. Kita harus mengimpornya. Tapi, dengan adanya pembebasan PPN 10% untuk impor industri galangan kapal, kita optimis semuanya tidak ada masalah. Apalagi, komponen yang dibeli juga banyak. Ada harga khusus pastinya,” lanjut dia.
Akan tetapi, walau harus mengimpor, Firmansyah tetap merasa optimis di tahun mendatang, komponen kapal bisa diproduksi di dalam negeri. Optimisme itu muncul, karena pembuatan kapal akan dilaksanakan minimal selama 4 tahun mendatang.
“Dari 3.500 kapal ini, muncul dorongan kepada pengusaha untuk memproduksi komponen kapal. Pengusaha juga pasti akan mau melakukannya, karena ini akan berlangsung lama. Istilahnya, pengusaha itu akan berpikir ulang jika produksi hanya dilakukan sekali saja,” tandas dia.