, ,

Ketika Tambang Semen di Rembang Abai HAM dan Lingkungan (Bagian 2)

Rabu (30/9/15), hari ke 471,  ibu-ibu di Rembang, bertahan di tenda perjuangan. Setahun lebih sudah. Mereka pantang menyerah.  “Bumi dan alam menghidupi manusia tulus, kami ingin menyelamatkan pegununungan Kendeng agar kehidupan anak cucu nanti lebih lestari,” kata Sukinah, warga Tegaldowo, Rembang.

Bagi mereka, pertanian sudah terbukti bisa menghidupi mereka sejak dulu, bukan pabrik semen. “Kami akan terus berjuang. Doakan kami, semoga Gunung Kendeng selamat dan lestari.”

Iman Prihandono,  pengajar di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya,  menjelaskan soal bisnis dan HAM. Menurut dia, berbisnis dengan menghormati HAM, merupakan tantangan utama pebisnis. Perusahaan, katanya,  perlu menganalisa potensi-potensi pelanggaran HAM terhadap lingkungan sekitar.

Analisis ini, mengurangai risiko pelanggaran HAM yang dapat menimbulkan citra buruk perusahaan di mata konsumen dan masyarakat.

Konsep ini, katanya, berisi prinsip-prinsip mengurangi dampak negatif usaha perusahaan dengan memberikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Juga mendorong upaya pemulihan efektif apabila dampak negatif timbul.

“Seringkali terjadi benturan antara kepentingan perusahaan mendapatkan keuntungan dengan pemenuhan HAM tenaga kerja, pemilik tanah, lingkungan, dan kehidupan sosial budaya masyarakat,” katanya, baru-baru ini.

Padahal, bisnis, tak semata-mata menyangkut keuntungan. Ia tak dapat dipisahkan dari isu HAM. Perusahaan, tak dapat menghasilkan laba maksimal bila usaha terganggu pemogokan buruh, penutupan akses oleh masyarakat, atau gugatan hukum masyarakat terdampak. Bahkan, katanya,  banyak masalah HAM menurunkan reputasi perusahaan, berujung mengurangi kepercayaan pemberi pinjaman, pemasok, maupun konsumen.

Jadi, kata Iman, salah bila perusahaan masih mengangap HAM bukan bagian bisnis. Hanya dengan menghormati HAM, usaha berkembang, berkelanjutan, dan memberikan manfaat.

Kasus Rembang,  sebenarnya contoh dari banyak kasus relasi bisnis dan HAM di Indonesia. Di Sape Bima, petani menolak pertambangan dengan alasan lahan pertanian dan sumber air hilang. Juga di Bangka, Minahasa Utara, maupun di Kefamanu, Timor Tengah Utara,  yang menolak tambang pada kawasan sumber air. “Di Rembang sama, ada penolakan warga karena lokasi tambang bersinggungan dengan karst, tempat resapan air, yang diperlukan warga.”

Pemerintah Indonesia sudah mengadopsi prinsip-prinsip PBB tentang bisnis dan HAM pada 2011. Anehnya, konflik dan pelanggaran HAM oleh bisnis terus terjadi tanpa penyelesaian.

Menurut dia, konflik perusahaan dan warga semestinya bisa dihindari bila semua pihak mengerti kewajibann sebagaimana tertuang dalam tiga pilar prinsip bisnis dan HAM. Pertama, kewajiban negara melindungi. Kedua, kewajiban perusahaan menghormati. Ketiga, tersedia mekanisme pemulihan yang efektif bagi korban dampak negatif kegiatan usaha korporasi.

Suburnya tanaman jagung di kawasan karst Pegunungan Kendeng, Rembang. Foto: Tommy Apriando
Suburnya tanaman jagung di kawasan karst Pegunungan Kendeng, Rembang. Foto: Tommy Apriando

Perusahaan baik besar maupun kecil, terdaftar di bursa ataupun tidak, milik pemerintah dan swasta, semua wajib menghormati HAM.  “Ini momen paling tepat bagi PT Semen Indonesia mulai memiliki standar penghormatan HAM,” katanya.

Nurkholis, Ketua Komnas HAM akhir Juli lalu mengatakan, Komnas HAM sedang menguatkan kontestasi antara bisnis dan HAM sejalan dengan pengesahan prinsip-prinsip panduan bisnis dan HAM. Saat ini, katanya, pelanggaran HAM, sebagian besar oleh negara maupun korporasi.

Menurut dia, salah satu penyebab pelanggaran HAM karena tidak ada standar dan pedoman mengikat dan arah mengenai korporasi berbisnis baik.

Dalam tiga tahun terakhir, korporasi menempati posisi teratas sebagai pelaku pelanggaran HAM, dan perusakan lingkungan. Komnas HAM mencatat, pada 2012, korporasi pihak kedua paling banyak dilaporkan sebagai pelanggar HAM.  Terbukti dari pengaduan mencapai 1.009 kasus.

Walhi mencatat, sepanjang 2013, korporasi tertinggi sebagai pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Sedikitnya 52 perusahaan menjadi pelaku dalam konflik lingkungan, sumber daya dan agraria.

“Sektor perkebunan, Elsam mencatat pada 2014 terjadi 57 konflik dan pelanggaran HAM melibatkan perkebunan. Industri ekstraktif aktor paling banyak terlibat dalam perusakan dan pencemaran lingkungan hidup,” kata Nurkholis.

Komnas HAM, katanya,  merekomendasikan ada suatu rencana aksi nasional yang bisa memberikan arahan bagi pemerintah agar menjadikan korporasi aktor penting dalam mewujudkan penghormatan HAM bisnis mereka.

Mongabay, menghubungi Agung Wiharto,  Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia pada Agustus 2015, mengirimkan pertanyaan ke email perusahaan dan Agung Wiharto serta menelpon kantor pusat di Gresik. Namun hingga berita diturunkan, tidak ada jawaban. Bahkan, ketika menelpon saya dipingpong untuk menghubungi kantor di Rembang dan langsung ke manager proyek di lapangan. Saya juga mengecek website www.semenindonesia.com dan dua laporan keberlanjutan Semen Indonesia, tidak ada sama sekali pemaparan tentang komitmen dan audit HAM perusahaan. (Habis)

Pertanian warga sangat subur walau di musim kemarau. Mereka tinggal di kaki Pegunungan Kendeng yang berlimpah air. Foto: Tommy Apriando
Pertanian warga sangat subur walau di musim kemarau. Mereka tinggal di kaki Pegunungan Kendeng yang berlimpah air. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,