,

Penggunaan Energi Indonesia Masih Boros, Perlu Roadmap Efisiensi Energi. Kenapa?

Pemerintah Indonesia berkeinginan serius untuk mengembangkan energi terbarukan dan energi bersih untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Selain sudah ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), hal tersebut tertuang dalam dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang dikirimkan Pemerintah Indoensia kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menjelang Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-21 di Paris, Perancis pada akhir November 2015 nanti.

Dalam INDC itu, disebutkan Indonesia telah membuat KEN dengan target 23 persen energi dari energi terbarukan pada 2025 dan kebijakan pengembangan sumber energi bersih.

Pengamat energi Jon Respati mengatakan komitmen pemerintah tersebut perlu diperjelas dengan kebijakan dan peta jalan (roadmap) pengembangan sumber energi yang lebih terperinci. Meskipun sudah ada peta jalan pengembangan energi dalam KEN, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bakal membuat peta jalan sumber energi yang lebih realistis.

“Banyak kalangan di METI dan masyarakat konservasi energi masih memperdebatkan target angka dalam KEN. Itu perlu penjabaran lebih detil. METI akan membuat semacam roadmap energi, bukan untuk menandingi KEN, tetapi berisi persentase energi yang bisa dicapai secara bottom up. Bagaimana target pencapaian 23 persen itu bisa dicapai,” kata Jon yang merupakan Dewan Pembina METI yang dihubungi Mongabay akhir minggu kemarin.

Roadmap Konsumsi Energi

Selain itu, Masyarakat Konservasi Dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) akan membuat peta jalan kebutuhan (demand) pemakaian energi yang efisien dan optimal. Karena pemakaian energi di dalam negeri masih terkesan boros dan tidak efisien.

“MASKEEI akan membuat roadmap energi dari sisi demand, pemakaian energi yang efisien dan optimal terutama dari sumber energi konvensional, seperti fosil. Pemakaian energi efisien itu sangat penting, bahkan harus didahulukan sebelum melakukan investasi produksi energi,” kata Jon yang merupakan Ketua MASKEEI.

Peta jalan penggunaan energi tersebut menjadi penting apabila Indonesia ingin mengelola kebutuhan energi nasional, dan menuju negara yang efisien dalam menggunakan sumber-sumber energinya.

“Contoh sederhananya (dalam penggunaan energi yang efisien) kita mengganti lampu pijar menjadi lampu LED (light emitting diode). Itu sudah menghemat listrik. Dan menciptakan sumber dan suplai energi baru yang lebih efisien,” katanya.

Tidak hanya pola hidup yang sehat dan ramah lingkungan. Rumah pun ramah lingkungan, salah satu menggunakan kaca sebagai pencahayaan untuk meminimalisir penggunaan lampu. Foto: Tommy Apriando
Tidak hanya pola hidup yang sehat dan ramah lingkungan. Rumah pun ramah lingkungan, salah satu menggunakan kaca sebagai pencahayaan untuk meminimalisir penggunaan lampu. Foto: Tommy Apriando

Pola konsumsi energi di Indonesia memang belum efisien, karena belum didukung oleh standar peralatan elektronik dan perilaku masyarakat sebagai pengguna energi. Hal itu terlihat dari tiga segmen terbesar pengguna energi listrik yaitu industri, komersial (gedung, mall dan perkantoran), dan rumah tangga.

“Lampu bohlam pijar (yang boros listrik) masih banyak digunakan oleh masyarakat di daerah. Pemerintah punya data pengguna melalui asosiasi perlampuan. Minimal itu harus jadi baseline (penggunaan listrik rumah tangga). Juga peralatan elektronik, seperti pompa air,” kata Direktur Academy for Clean Energy and Sustainability (ACES) Universitas Surya itu.

Untuk meningkatkan penggunaan efisiensi energi, perlu digalakkan standar maximum energi performance (MEP) berbagai peralatan listrik. “MEP sudah diterapkan dalam produk televisi. MEP akan diterapkan dalam produk AC (mesin pengatur suhu). Sekarang sedang digodok MEP untuk elektro machine seperti pompa air,” katanya.

Sedangkan untuk industri, efisiensi energi listrik dilakukan dengan pendekatan model bisnis efisiensi konsumsi energi yang menghemat ongkos produksi.  Jon menjelaskan ada perusahaan konsultan ESCO, energy sources company yang datang ke pabrik pengguna energi besar. Mereka menawarkan penurunan pemakaian energi degan audit energi dan proyek untuk mengefisienkannya

Jon menjelaskan untuk menuju negara yang hemat energi, memang perlu mengkampanyekan perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan energi. Pemerintah sendiri bakal mengkampanyekan hal tersebut.

“Sebetulnya pemerintah akan mencanangkan (kampanye hemat energi) pada peringatan hari energi (hari ulang tahun Kementerian ESDM, 28 September). Tetapi rencana itu ditunda sampai November, karena jadwa Presiden Jokowi yang klop,” jelasnya.

Tetapi yang paling penting, tambah Jon, bagaimana pemerintah dapat mendorong dan meningkatkan animo masyarakat dalam melaksanakan budaya efisiensi energi secara nasional.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,