,

KKP: 2020, Tak Ada Lagi Ekspor Mentah Rumput Laut

Dalam lima tahun ke depan, ekspor rumput laut mentah (raw material) ditargetkan sudah tidak dilakukan Indonesia lagi. Sebagai gantinya, ekspor akan difokuskan pada produk rumput laut olahan yang dibuat dalam berbagai bentuk.

Untuk mencapai target tersebut, sejak sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta kepada para pengusaha dan pelaku industri rumput laut untuk mulai mengurangi ekspor dalam bentuk mentah.

“Ini harus bisa dilakukan. Perlahan saja dikuranginya. Tahun ini berapa, 2016 berapa, 2017 berapa, 2018 berapa. Dan akhirnya, pada 2020 nanti kita sudah tidak mengekspor rumput laut dalam bentuk mentah lagi,” ungkap Susi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Susi, tujuan dikuranginya ekspor rumput laut mentah, dimaksudkan agar Indonesia bisa berubah menjadi negara manufaktur dalam industri rumput laut. Dengan menjadi negara produsen, itu juga bermanfaat banyak untuk para pelaku usaha dalam industri rumput laut nasional.

“Dengan diolah dulu menjadi produk, maka nilai jual rumput laut juga akan meningkat berkali lipat. Nanti kan pasti kebagian untung juga. Itu positif. Pengusaha dan petani untung, negara juga diuntungkan,” tutur Susi.

“Kalau tidak, harga di kalangan petani tidak bisa lebih baik karena kita ekspornya mentah terus. Kalau tidak kami stop ekspor bahan mentah, kita seumur hidup akan jadi pemasok raw material,” sambung dia.

Susi menyebutkan, potensi lahan rumput laut yang dimilikli Indonesia saat ini, luasnya mencapai 12,1 juta hektare. Namun, karena berbagai hal, lahan yang sudah dimanfaatkan luasnya baru mencapai 2,68% atau 352.825,12 hektare.

Dengan lahan seluas itu, volume ekspor Indonesia pada 2014 mencapai 206.452 ton dengan nilai USD279.540.000. Data tersebut meningkat dibandingkan 2013, dimana volume ekspor mencapai 181.924 ton dengan nilai USD209.701.000.

“Dengan fakta tersebut, rumput laut berpotensi besar untuk menghasilkan nilai yang lebih besar. Karenanya, kita mulai atur ekspor dalam bentuk mentah. Semuanya, bertujuan untuk mencapai kesejahteraan untuk pelaku usaha dan juga pembudidaya,” cetus Susi.

Susi mengungkapkan, Pemerintah Indonesia juga menilai ada peluang yang besar dalam industri rumput laut sekarang. Karenanya, Pemerintah melalui Surat Sekretaris Kabinet No. B-16/Seskab/3/2015 yang menjadi tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo untuk memfokuskan pengembangan rumput laut yang bagus dan diolah menjadi kosmetika, sabun, obat dan makanan.

Kesibukan petani rumput laut. Foto: Indra Nugraha
Kesibukan petani rumput laut. Foto: Indra Nugraha

Selain itu, dalam surat tersebut, Pemerintah ingin mengembangkan bursa di daerah potensi dengan penyebaran pabrik pengolahan di dekat daerah produsen. Cara tersebut, menurut Susi, dinilai sangat efektif untuk merangsang pertumbuhan sentra rumput laut menjadi lebih bagus lagi.

Anggaran Naik Berlipat

Untuk mengejar target nol ekspor raw material dari rumput laut pada 2020, KKP berupaya melakukan berbagai cara. Salah satunya, dengan meningkatkan anggaran untuk pengembangan rumput laut mulai tahun ini dan 2016.

“Tahun ini kita alokasikan Rp40 miliar, dan tahun depan (2016) kita sudah alokasikan Rp330 miliar untuk rumput laut. Semoga dengan anggaran yang terus meningkat, produksi dan kualitas rumput laut bisa meningkat lebih bagus lagi,” ungkap Susi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Subiyakto mengungkapkan, penambahan anggaran untuk rumput laut, akan dialokasikan untuk membangun 10 pabrik dan 8 gudang rumput laut. Kesemuanya, akan dibangun di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan sentra rumput laut.

“Dengan adanya dukungan pabrik dan gudang rumput laut baru, serta adanya dukungan dana yang lebih besar, kita ingin kualitas kultur jaringan dalam rumput laut yang dibudidayakan bisa lebih baik lagi. Kalau sudah demikian, nanti bisa diolah untuk berbagai produk bernilai jual tinggi,” papar Slamet.

Artikel yang diterbitkan oleh
,