, ,

Tokoh Lintas Agama Bikin Gerakan Bersama Hadapi Perubahan Iklim

Sejumlah tokoh lintas agama berkumpul di kantor Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) Jakarta, bulan lalu. Mereka sepakat membangun gerakan kolaboratif bernama “Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi.”

“Perubahan iklim dan membawa dampak negatif sangat luas bagi kehidupan manusia. Kami sepakat mendirikan gerakan ini. Untuk melakukan segala upaya memungkinkan secara kolektif dan kolaboratif seluruh elemen bangsa,” kata  Cendikiawan Muslim Din Syamsudin, kala itu.

Caranya, dengan aksi kampanye, edukasi, advokasi, sosialisasi dan publikasi penyadaran masyarakat soal penyelamatan bumi. Tim penggerak dan pengarah, katanya, terdiri dari berbagai unsur lintas agama.

Gerakan penyelamatan lingkungan ini, perlu dukungan pemuka agamaagar apa yang dilakukan bisa lebih bersinergi dalam satu naungan sama.

Dia mencontohkan, MUI telah mengeluarkan fatwa-fatwa berkaitan dengan lingkungan, seperti perlindungan satwa langka, air, sampah dan formalin.  Juga program eco masjid, eco pesantren hingga eco haji. GKI ada program Gereja Sahabat Alam. Begitu program eco vihara dan lain-lain.

“Jadi prakarsa seperti itu sudah jalan tapi belum intensif dan masif. Ini harus ditarik menjadi gerakan bersama didukung semua elemen berbasis agama.”

Dia berharap, pemuka agama ketika khotbah, tak hanya membahas syurga dan neraka. Juga menyinggung soal pentingnya menjaga bumi dan itu bagian dari ibadah. Semua agama mengajarkan hal sama.

Gerakan bersama ini akan ada aksi-aksi simbolik bersama-sama, seperti memperbaiki tanggul sungai, menanam pohon atau memprakarsai pendirian taman kota.

Hayu Prabowo, Ketua Penggerak perwakilan MUI mengatakan, mereka segera bersidang merumuskan rencana aksi berhubungan dengan agenda global. “Akan tuangkan ada gerakan selaras. Kita bersama memutuskan kira-kira langkah apa yang akan dikerjakan bersama.”

Hayu mengatakan, dari Islam, ada lebih 800.000 masjid di Indonesia, seharusnya jadi potensi kuat menyebarkan pesan-pesan penting penyelamatan sekaligus menjaga bumi.

“Perlu disampaikan kepada masyarakat dampak perubahan iklim terhadap air, pangan, dan peningkatan penyakit. Masyarakat diajak bergerak bersama mengatasi persoalan ini,” katanya.

Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Suhadi Sendjaja mengapresiasi gerakan ini. Ada beberapa catatan dalam agama Buddha. Buddha memprediksi, akhir zaman manusia akan menjadi sangat serakah hingga cekcok terus dan membawa kehancuran.

“Ketika terjadi, para dewa akan meninggalkan negeri, tiga bencana dan tujuh musibah akan muncul. Tumbuhan kering kerontang, bumi besar membara seperti arang dan air laut seperti minyak mendidih. Buddha melihat ini 3.000 tahun lalu.”

“Komunitas Buddha akan mendukung gerakan ini, karena kita adalah mikro kosmos dan alam semesta makrokosmos. Gerakan ini sangat selaras.”

Dharmasilan, perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia, mengatakan, selama ini anggapan merusak lingkungan oleh masyarakat umum, padahal terparah justru oleh korporasi.

“Korporasi walau jumlah gak sebanyak masyarakat tapi dampak luar biasa. Seperti penambangan, kebakaran hutan. Hanya mengejar ekonomi, perlahan menghancurkan manusia. Tujuan agama itu mensejahterakan manusia lahir dan batin.  Ini tidak tercapai. Jadi gerakan ini harus fokus menyikapi hal-hal seperti itu.”

Dia mencontohkan, pertambangan di Kalimantan. Warga sekitar justru hidup di bawah garis kemiskinan dan lingkungan rusak.

“Yang miskin sangat banyak dibandingkan yang menikmati kekayaan. Walaupun gak tahu bisa lawan apa nggak,  tapi harus kita coba.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,