,

Kekeringan Memberatkan Petani Di Subang

Kemarau berkepanjangan dengan kondisi El nino yang masih melanda wilayah Jawa Barat mengakibatkan kekeringan terjadi di seluruh kabupaten/kota. Salah satunya Situ Cipagon, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang yang mengalami kekeringan, sampai tanah pun retak-retak.

Siang itu, matahari sedang berada dalam posisi sempurna. Teriknya menggigit kulit yang berselimut baju lusuh berlengan pendek. Keringat yang membasahi sekujur tubuh tak menyurutkan semangatnya dalam mengolahan lahan seluas 100 bata. Permukaan situ yang mengering menjadi berkah tersendiri bagi Anwar (83). Meskipun diusia uzurnya dia tetap beraktivitas layaknya anak muda yang bertenaga kuda. Jemari keriputnya masih cekatan dalam memainkan pacul mengolah tanah.

“Air susah didapat sekitar 5 bulan lalu, saat musim gadu tiba air menjadi langka padahal sangat butuh untuk nanam palawija,” katanya kepada Mongabay saat ditemui dilahan garapanya Selasa, (13/10/2015).

Sementara lahannya sawahnya yang lain seluas 300 bata di Kaligambir Kecamatan Purwadadi, Subang, menghasilkan padi sebesar 1.5 ton dengan 2 kali tanam pada panen tahun kemarin.

Namun, ketika memasuki musim gadu dia beralih menjadi menanam palawija, yang tidak membutuhkan terlalu banyak air, walaupun harus melakukaan penyemprotan rutin.

Dia menuturkan kadang modal yang dikeluarkan tak sembanding dengan apa yang didapatnya dari menjual palawija. Meski dengan kondisi seperti itu dia mengaku terus menggarapnya sebab tidak kegiatan lain selain bertani. Dilahannya tersebut dia bersama anaknya menanam jagung,kacang tanah, kacang panjang kangkung.

Hal serupa dikeluhkan juga oleh Boying (68) lelaki senja yangbersama istri masih terus menggarap lahannya seluas 300 bata. Saat ditemui Mongabay, warga asli desa Sindang Sari, Cikawung, Subang itu begitu terampil membagi peran masing – masing.

Hembusan angin sore sedikit melepaskan panas yang melekat dalam tubuh,  letihnya tersirat dari wajah yang bercucuran keringat. Kemudian Keduanya memutuskan untuk rehat sejenak di saung berukuran 3 x 3 yang beratap jerami tetapi cukup buat teduh dari amukan matahari. Diambilnya termos berisi air teh yang dia bawa dari rumah agar menghilangkan haus kala dahaga.

Boying menuturkan air sudah menjadi barang mewah dewasa ini, kekeringan yang terus menerus selama kurun waktu Juli hingga Oktober membuatnya harus mengeluarkan biaya tambahan Rp.2 juta menyewa jasa traktor, menyewa sedotan, benih dan nutrisi.

Dia merasa kewalahan dengan biaya tambahan mengairi lahan tersebut. Pasalnya, dari lahan yang ditanami timun itu baru bisa dipanen sekitar 60 – 75 hari kedepan. Panenannnyadijual ke tengkulak dengan harga yang sangat murah yaitu Rp.12ribu per kilogram. “Normalnya sih dibeli sekitar Rp. 20 ribu per kilogram, jika sedang musim panen seperti sekarang ini harga beli dari tengkulak juga ikut menurun,” paparnya.

Petani timun menyemprot tanaman palawija dilahan 300 bata di desa Sindang Sari, Cikawung, Subang, Jawa Barat, Selasa (13 /10 /2015). Timun menjadi tanaman alternatif saat kemarau karena masa panen yang relatif singkat 65-70 hari.  Foto : Donny Iqbal
Petani timun menyemprot tanaman palawija dilahan 300 bata di desa Sindang Sari, Cikawung, Subang, Jawa Barat, Selasa (13 /10 /2015). Timun menjadi tanaman alternatif saat kemarau karena masa panen yang relatif singkat 65-70 hari. Foto : Donny Iqbal

Boying memperkirakan timun yang akan dipanennya nanti sekitar 40 karung atau 40 kwintal timun. Dilahan seluas 300 bata, dia juga menanam kacang panjang dan kacang kedelai. Akibat mahalnya biaya perawatan serta kurangnya pasokan air maka penanaman kacang kedelai terpaksa dihentikan. Padahal sudah ditanami selama 2 bulan dan menghabiskan air sebanyak 2 gantang (20 liter) dengan biaya sewa pompa air sebesar Rp. 200 ribu.

“Jika bukan karena ibadah, kami mungkin sudah meninggalkan profesi petani dan beralih menjadi di pegawai negeri,” guyonnya saat ditemui Mongabay di saung miliknya.

Sulit Mencari Rumput

Dilain tempat, Lalang (65) mengatakan memiliki sawah seluas 200 bata di Tanjung Sari, Kecamatan Cikaum, Subang. Dia menuturkan memasuki musim kemarau banyak petani yang mengolah lahan untuk ditanam palawija. Namun, karena kemarau yang berkepanjangan banyak juga lahan yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya hingga menunggu musim penghujan tiba.

Dia tidak tertarik menggarap palawija seperti petani lainnya, karena tidak memilikinya. Dia memilih mengembala kambing sebagai kegiatan pengganti dari tani.

Lalang memiliki 6 ekor kambing yang rata – rata berumur 3 tahun. Setiap harinya dia membutuhkan pakan rumput sebanyak 2 karung.  Bantaran sungai yang biasa menjadi tempat favorit mencari rumput kini mengering dan rumput tidak tumbuh.

“Mencari rumput sekarang susah, harus jalan dulu sejauh 10 sampai 15 km. Itu maksimal dapet dua karung. Kalo sambil mengembala kambing biasanya berangkat pagi pulang sore, ” katanya saat ditemui Mongabay di bantaran sungai Ciasem.

Seorang penggembala sedang mengawasi sapi miliknya di kawasan pesawahan Cikaum, Subang, Jawa Barat, pada Selasa (13/10 /2015). Kemarau yang berkepanjangan berdampak pada pakan rumput untuk hewan yang semakin sulit diperoleh.  Foto : Donny Iqbal
Seorang penggembala sedang mengawasi sapi miliknya di kawasan pesawahan Cikaum, Subang, Jawa Barat, pada Selasa (13/10 /2015). Kemarau yang berkepanjangan berdampak pada pakan rumput untuk hewan yang semakin sulit diperoleh. Foto : Donny Iqbal

Kekeringan juga berimbas pada krisis air bersih. Di rumahnya di Desa Tanjung Sari air susah naik meskipun menggunakan pompa air, karena banyak petani yang menggali sumur bor untuk pertanian sehingga air menjadi berkurang ke daerah pemukiman penduduk.

Pertanian Di Subang

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten, Subang, Selasa (13/10/2015), produksi padi tahun 2014 mencapai 1,1 juta ton dengan luas lahan pertanian 84.570 hektare. Subang menduduki posisi ketiga sebagai penyuplai padi Se-Jawa Barat. Untuk tahun 2015 berdasarkan data yang masih tentatif, produksi padi Kabupaten Subang baru 865.436 ton padi per bulan September.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,