,

KNTI : Poros Maritim, Masih Belum Jelas Hingga Sekarang

Kritikan tajam kembali dilontarkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyoroti kinerja Pemerintah Indonesia dalam upaya mewujudkan Indonesia menjadi negara poros maritim. Menurut KNTI, meski sudah setahun berjalan, namun hingga sekarang belum ada kejelasan tentang kerangka prioritas, strategi maupun regulasi untuk mendukung Indonesia menjadi poros maritim dunia.

“Itu catatan khusus yang kami punya untuk evaluasi setahun berjalan ini. Catatan khusus itu dalam hal kinerja ekonomi dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam,” ungkap Ketua Umum KNTI Riza Damanik di Jakarta, Senin (19/10/2015).

Selain belum ada kejelasan kerangka, Riza menyebutkan, pemerintah juga belum memperlihatkan keberpihakan dalam penyediaan infrastruktur perikanan rakyat. Sehingga, fasilitas infrastruktur yang ada pun, terlihat tidak dipelihara sama sekali.

“Ada 40 sentra garam yang belum dibenahi, begitu juga dengan sarana prasarana pelabuhan, kondisinya juga sama. Belum lagi UPI (unit pengolahan ikan) yang tidak bertumbuh dalam setahun ini. Hanya 1.300 sertifikat saja yang diberikan dari 60 ribu yang mendaftar,” jelas Riza.

Dengan tidak banyaknya UPI, menurut Riza, armada yang tidak melaut juga semakin banyak. Kondisi itu, sangat tidak baik karena tidak membuat nyaman para pelaku usaha yang ada di industri perikanan dan kelautan.

“Kondisi itu diperparah dengan kenyataan bahwa hingga sekarang belum ada pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor perikanan,” tambah dia.

Tidak hanya itu, konsep poros maritim juga semakin tidak jelas karena janji pemerintah untuk menggenjot kinerja perikanan tidak terwujud nyata. Hal itu, karena janji untuk menghadirkan kontribusi sebesar Rp2-2,3 triliun dalam setahun tidak terwujud.

“Bahkan, hingga sekarang kontribusinya hanya sebesar Rp300 miliar saja. Kondisi itu juga memperlihatkan bahwa janji tak sejalan dengan pelaksanaan di lapangan. Tingkat kesejahteraan nelayan juga tidak mengalami perbaikan signifikan,” tandas dia.

Selesaikan RUU Perlindungan Nelayan

Agar kejadian serupa tidak terulang lagi di periode tahun kedua, KNTI meminta kepada pemerintah untuk segera memperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Termasuk, dengan menuntaskan dan mengesahkan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

“Juga harus diselesaikan PP turunan dari UU Kelautan, termasuk terkait anggaran untuk provinsi, kabupaten/kota kepulauan. Selain itu harus selesaikan juga Dokumen Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy) yang bisa jadi rujukan arah pembangunan Poros Maritim,” papar Riza.

Belum ada jaminan asuransi bagi nelayan menjadi bagian pokok bahasan dalam RUU PPN. Foto: Tommy Apriando
Belum ada jaminan asuransi bagi nelayan menjadi bagian pokok bahasan dalam RUU PPN. Foto: Tommy Apriando

Di luar masalah regulasi, KNTI juga menyoroti prioritas strategi yang harus diterapkan oleh Pemerintah Indonesia memasuki tahun kedua, antara lain memperluas keterlibatan masyarakat nelayan dalam inisiasi program, pelaksanaan, dan pengawasan. Pemerintah diharapkan tidak lagi asal mengeluarkan kebijakan tanpa menyiapkan skenario antisipatif.

Pemerintah juga diminta memperjelas arah kebijakan pasca moratorium. Dan melanjutkan pemberantasan pencurian ikan dengan 3 langkah lanjutan: menagih dan mengembalikan kerugian Negara selama ini, meningkatkan kapasitas armada perikanan rakyat untuk beroperasi di seluruh perairan Indonesia, dan memperkuat revisi UU Perikanan.

Sementara itu menurut ekonom muda Dani Setiawan, di tahun kedua pemerintahan Jokowi, sebaiknya konsep poros maritim harus diperkuat melalui regulasi fiskal dan moneter. Pasalnya, dengan cara tersebut nelayan akan mendapat perlindungan untuk mengembangkan usahanya.

“Kita dihinggapi masalah krusial. Desa-desa di pesisir pantai itu sebagian besar adalah desa tertinggal. Harus ada intervensi dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi itu. Ekonomi masyarakat disana harus bisa diperbaiki,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,