,

Kasus Lumajang: Vonis Ringan Oknum Polisi Masih Belum Cerminkan Keadilan

Sidang Disiplin terhadap tiga anggota Polisi Lumajang yang digelar di Polda Jawa Timur, Senin (19/10/15), telah memvonis tiga oknum tersebut dengan hukuman teguran tertulis, mutasi demosi, serta penempatan di tempat khusus selama 21 hari.

Ketiga anggota polisi itu, AKP Sudarminto (Kasubag Dalops Polres Lumajang-Mantan Kapolsek Pasirian), Ipda Samsul Hadi (Kanit Reskrim Polsek Pasirian), dan Aipda Sigit Purnomo (Babinkamtibmas Polsek Pasirian), terbukti melanggar disiplin dengan menerima uang dari Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Salim KancilSalim merupakan petani tolak tambang pasir warga Desa Selok Awar-awar, Lumajang, yang tewas mengenaskan, Sabtu (26/9/15), ditangan 30 preman yang dikerahkan oleh oknum kepala desa tersebut.

“Anggota yang terbukti bersalah telah diberi hukuman kumulatif, biasanya kan cuma satu. Pertama teguran tertulis, kedua mutasi demosi turun jabatan, ketiga penempatan di tempat khusus selama 21 hari,” kata Kombespol Argo Yuwono, Kabidhumas Polda Jawa Timur.

Melalui vonis yang dibacakan Wakapolres Lumajang Kompol Iswuhab, selaku pimpinan sidang, ketiga terperiksa telah cukup bukti melakukan pelanggaran disiplin dengan melakukan pemungutan tidak sah untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. “Kita punya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, yang melarang pungutan tidak sah untuk kepentingan pribadi.”

Terkait putusan sidang, Koordinator Kontras Surabaya Fatkhul Khoir Fatkhul Khoir, menyebut putusan sidang terhadap tiga anggota Polisi Lumajang terlalu ringan. Seharusnya hukuman dapat lebih berat, mengingat adanya bukti pembiaran sehingga mengakibatkan seorang warga terbunuh. “Ini sangat lemah. Kalau dilihat dari konteks persoalan, harusnya pemberhentian secara tidak hormat. Ini bukti Polda Jatim tidak cukup serius mengusut kasus ini.”

Polisi, kata Fatkhul Khoir, seharusnya juga memeriksa anggota polisi lain yang terlibat di lokasi tambang sejak 2011. Bukan hanya menetapkan tiga anggotanya sebagai terperiksa dan menjatuhi hukuman yang ringan. “Kenapa Kasatreskrim maupun Kapolres Lumajang yang sebelumnya tidak diperiksa oleh Propam?”

Sementara itu, Kabidhumas Polda Jawa Timur, Kombespol Argo Yuwono menambahkan, pihak kepolisian telah menyelesaikan berkas pemeriksaan seluruh tersangka penganiayaan Tosan dan pembunuhan Salim Kancil. Untuk selanjutnya, siap dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. “Kalau tidak ada kekurangan atau perbaikan, tinggal menunggu P21 dan kita kirim tersangka bersama berkasnya ke kejaksaan.”

Sidang Disiplin tiga anggota Polisi Lumajang di Polda Jatim terkait pembunuhan Salim Kancil, pada 12 Oktober 2015 lalu. Foto: Petrus Riski
Sidang Disiplin tiga anggota Polisi Lumajang di Polda Jatim terkait pembunuhan Salim Kancil, pada 12 Oktober 2015 lalu. Foto: Petrus Riski

Perkiraan kerugian

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur memperkirakan kerugian negara dari aktivitas pertambangan pasir ilegal di Lumajang, mencapai sedikitnya Rp 11,5 triliun dalam lima tahun terakhir. Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Ony Mahardika mengungkapkan, aktivitas pertambangan pasir ilegal telah mendatangkan pundi-pundi rupiah yang sangat besar, sekaligus kerusakan lingkungan yang tidak terelakkan.

Dari simulasi yang dilakukan Walhi Jawa Timur bersama Jatam, tercatat dalam sehari terdapat 500 truk dengan berat muatan masing-masing 35 ton di 10 titik. Dalam 365 hari berarti ada 6.387.500 ton pasir yang diangkut. Bila harga pasir per ton dihargai 36 dolar, akan diperoleh angka Rp 2,29 trilyun dari tambang pasir itu. Ini setara dengan 9 tahun APBD Lumajang dengan estimasi 1,2 miliar per tahun.

Ony memprediksi, nilai tersebut dapat lebih besar, karena temuan di lapangan serta pengakuan Kades Selok Awar-awar jumlah truk yang keluar sebanyak 270 di tambang pasir desanya. Selain itu harga pasir yang fluktuatif memungkinkan lebih tinggi. “Ini hanya simulasi kami di Lumajang, seperti harga pasir yang dipatok 36 dolar, padahal di audit BPKB harganya mencapai 40 dolar per ton.”

Walhi lanjut Ony, akan menyiapkan laporan kerugian negara kepada KPK, dengan bukti-bukti yang dimiliki terkait tambang pasir ilegal. Gugatan kepada pemerintah juga disiapkan atas kurangnya prinsip kehati-hatian dalam mengeluarkan izin pertambangan. “Pemerintah hanya melihat potensinya saja, tapi tidak melihat bagaimana dampak kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan akibat aktivitas tambang, serta konflik masyarakat yang mempertahankan ruang hidupnya,” papar Ony.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,