Bekantan begitu dikenal sebagai maskotnya wahana hiburan Dunia Fantasi (Dufan), Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Namun, tidak banyak yang tahu bila monyet hidung panjang ini merupakan ikon pariwisatanya Kota Tarakan. Untuk melihat langsung tingkah Nasalis larvatus ini, kita bisa berkunjung ke Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) yang berada di Jalan Gajah Mada, Tarakan, Kalimantan Utara.
Udara asri nan sejuk akan menyambut kehadiran kita begitu menapaki KKMB. Hiruk pikuk dan panas Kota Tarakan serasa sirna. Jalan setapak dari kayu ulin berbentuk jembatan panjang akan mengantar kita ke dunia yang damai.
Di kanan-kiri jalan setapak itu, pepohonan tumbuh rapi rapi. Sebut saja jenis api-api (Avicennia spp.), pidada (Sonneratia spp.), hingga kendeka (Bruguiera spp.), yang semua tumbuh subur.
KKMB yang kini luasnya 22 hektar, awalnya hanya 3 hektar. Pengembangan kawasan ini merupakan inisatif dari Walikota Tarakan saat itu Yusuf Serang Kasim, yang peresmiannya dilakukan pada 5 Juni 2003. Menurut Yusuf, kawasan ini selain berfungsi sebagai paru-paru Kota Tarakan juga sebagai benteng hijau untuk melindungi kota dari abrasi. Waktu itu pula, hanya ada dua bekantan yang mendiami.
Jumlah satwa pemalu yang kerap disebut “Monyet Belanda’ karena berhidung mancung ini, bertambah dengan didatangkannya bekantan dari Kecamatan Segah, Kabupaten Berau.“Kini jumlahnya sekitar 37 individu,” ujar Aris, staff di KKMB sambil menceritakan ada satu individu bekantan yang baru saja lahir.
Di pelataran pintu masuk KKMB, Aris menuturkan bila bekantan di KKMB ini diberi makanan tambahan pisang kepok. Pisang ini bukanlah makanan asli bekantan di habitatnya. “Makanan mereka adalah pucuk daun mangrove tertentu ataupun pucuk bakau (Rhizophora racemosa) yang tumbuh subur di KKMB ,” ujarnya belum lama ini.
Pemberian makanan dilakukan pagi dan sore hari. Biasanya, bekantan yang senang hidup berkelompok itu akan mendatangi “meja makan” sekitar jam 9 pagi dan 3 sore Wita. Saat kelompok bekantan ini makan akan terlihat aksinya yang unik, sebagian akan makan dahulu dan sebagian lagi mengawasi sekitar. “Pengunjung bisa melihat dari jarak cukup dekat, tapi sebaiknya jangan terlalu dekat kalau ingin memotret.”
Menurut Aris, saat ini ada tiga pejantan bekantan di dalam KKMB. Namun, satu pejantan ini belum menjadi pejantan dominan sehingga belum membantuk kelompok sendiri. Alias masih ikut kelompok lain. “Sekarang ada dua kelompok yang dipimpin pejantan dominan yaitu Jhon dan Michael yang jumlah setiap kelompoknya antara 16 hinga 18 individu.”
Di Indonesia, bekantan merupakan satwa yang dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Bagi pelanggar, akan dipidana dengan kurungan paling lama 5 tahun dan denda Rp100 juta.
Bekantan juga masuk dalam daftar CITES Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan statusnya Genting (Endangered/EN). Pada 2008, Mangrove Forest Balikpapan menyebutkan populasi bekantan sekarang diperkirakan hanya 25 ribu individu.
Menurut Aris, di tengah berbagai ancaman dan tekanan habitat terhadap kehidupan bekantan, keberadaan KKMB sangatlah penting sebagai upaya penyelamatan bekantan dan kekayaan flora fauna lainnya dalam ekosistem perairan Kalimantan.
Di KKMB ini juga, bukan hanya bekantan dan hutan mangrove yang bisa kita lihat, ada juga kepiting, burung, kadal, tupai dan ikan timpakul yang hidup bebas. “Saat air pasang, akan terlihat juga ular laut berenang, beserta biota lainnya,” ujar Aris.