Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Asep Burhanudin meminta atasannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk segera membuat teknis penenggelaman kapal yang saat ini sudah menjadi kebutuhan.
Menurut dia, teknis harus dibuat karena sejak penenggelaman kapal diberlakukan di masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti, pihaknya mengalami kesulitan di lapangan. Karena tidak ada teknis yang jelas, petugas di lapangan juga menjadi kebingungan dalam melaksanakan prosesnya.
“Itu yang terjadi. Mohon dibicarakan di tingkat kabinet, Bu. Jangan sampai buat MoU hasilnya tidak ada. Dengan Presiden yang baru (Joko Widodo), laut kita jadikan sebagai masa depan bangsa,” tutur Asep Burhanudin dalam peringatan Setahun Kepemimpinan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis (30/10/2015).
Dengan dibicarakan di tingkat kabinet, Asep berharap, permasalahan teknis yang saat ini dialami di tingkat lapangan bisa teratasi. Dengan demikian, penenggelaman kapal yang akan menjadi agenda resmi, bisa berjalan lebih baik lagi.
Untuk penenggelaman kapal sendiri, Asep menjelaskan, hingga saat ini sudah ada 101 kapal yang terdiri dari 6 kapal dari Malaysia, 34 dari Filipina, 1 Tiongkok, 21 Thailand, 33 Vietnam, 2 Papua Nugini, dan 4 kapal dari Indonesia.
“Kapal pengawas dari Januari hingga sekarang sudah memeriksa 2.225 kapal yang diantaranya 159 kapal sedang dalam proses penyelidikan dan hukum,” ungkap Asep.
Moratorium Berakhir
Bertepatan dengan peringatan setahun kepemimpinan Susi Pudjiastuti, menteri asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat itu juga mengumumkan bahwa pelarangan kapal eks asing atau moratorium resmi berakhir. Namun, dia tidak merinci teknis berikutnya akan seperti apa untuk kapal asing.
“(Moratorium) itu habis 30 (Oktober) ini. Setelah itu ya sudah. Tidak akan diperpanjang lagi,” sebut Susi kepada wartawan.
Dengan berakhirnya moratorium, dia mengungkapkan, selanjutnya kapal-kapal yang akan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang jumlahnya ada 11.
“Kembali ke kehidupan biasa. Izin ya harus dengan WPP. Manajemen yang betul. Apakah kapal asing kemarin bisa lanjut lagi kan sudah ada Anev (analisis evaluasi)-nya. Ada yang tidak boleh melaut, ada yang di-blacklist, ada yang disuruh pulang, dan ada yang ditenggelamin,” jelas Susi.
Dengan menginjak setahun kepemimpinan, Susi berharap ke depan juga akan ada regulasi yang lebih baik terkait impor ikan. Jangan sampai, ikan yang masih ada di Indonesia masuk dalam daftar ikan yang diimpor.
“Masa ikan teri diimpor juga? Ini tidak benar. Kalau ikan-ikan yang tidak ada di Indonesia, bolehlah diimpor. Jangan sampai regulasi ini berjalan timpang. Harus diperhatikan mendetil apa kebutuhannya,” ungkap Susi.
Global Fishing Watch
Selain mengumumkan berakhirnya moratarium, pada saat bersamaan Susi Pudjiastuti juga mengumumkan akan dimulainya pengawasan perikanan global melalui teknologi internet. Pengawasan yang diberi nama Global Fishing Watch ini merupakan kemitraan bersama SkyTruth, Oceana, Google, dan KKP.
“Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing adalah kejahatan global. Untuk mengakhirinya, kita harus menggunakan perangkat yang kita punya untuk memastikan bahwa kita bisa mengawasi dan mencatat semua kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia,” papar Susi.
“Dengan Global Fishing Watch ini, kapal-kapal yang berlayar di lautan Indonesia tidak bisa sembunyi lagi. Karena pergerakanya akan bisa dipantau setiap jam oleh publik. Bila kapal tersebut mematikan VMS (vessel monitoring system), maka di layar komputer juga bisa kelihatan dan publik bisa mengetahuinya. Itu adalah pelanggaran,” tandas dia.
Susi menambahakna, teknologi tersebut diharapkan sudah bisa diakses penuh oleh publik mulai 2016 mendatang. Publik bisa mendapatkan data dari jaringan Automatic Identification System (AIS), yang dapat menyiarkan secara akurat identitas kapal, lokasi, kecepatan. Arah tujuan dan lain sebagainya.