,

Menguatkan Petani Sawit Swadaya Melalui Pendekatan Keilmuan

Suaranya meledak-ledak. Berkacamata minus dengan seragam khas Koperasi Produksi Rimba Harapan, lelaki paruh baya itu tampil percaya diri. Puluhan pasang mata dari berbagai instansi tertumbuk kepadanya. Mereka takzim mendengar kabar terbaru dari para petani sawit swadaya.

“Jangan cari sumber api di lahan sawit swadaya yang sudah mendapat pendampingan multi-stakeholder. Saya pastikan tidak ada lahan yang terbakar,” kata Suratno Warsito, petani sawit asal Desa Merarai Satu, Kecamatan Sungai Tebelian, dalam Diskusi Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang, Kalimantan Barat, Kamis (29/10/15).

Suratno menjamin, tata kelola sawit swadaya di desanya tidak akan turut menyumbang asap yang memicu bencana di berbagai daerah, bahkan amarah negara tetangga yang terdampak.

Alasan Ketua Koperasi Produksi Rimba Harapan ini sederhana. Setiap petani sawit yang ingin menjadi anggota koperasi harus patuh dengan semua aturan yang berlaku. Salah satunya, petani dilarang keras membuka lahan untuk kebun sawit swadaya dengan cara membakar.

“Makanya, saya garansi tidak ada petani sawit swadaya di bawah koperasi yang saya pimpin terlibat pembakaran lahan. Dan kami tidak masuk dalam kategori petani penyumbang bencana asap yang ramai diprotes orang,” urai Suratno.

Kendati demikian, Suratno mengaku masih tetap membutuhkan asupan pengetahuan dari berbagai pihak berkompeten. Ini dimaksudkan agar kapasitas petani sawit swadaya dapat ditingkatkan melalui pendekatan pembelajaran yang kuat.

Fenomena sawit swadaya ini menunjukkan tren cukup signifikan seiring meningkatnya laju investasi perkebunan sawit skala besar di Sintang. Data identifikasi Fasda Sawit Lestari dan WWF-Indonesia pada 2014 menunjukkan luasannya cukup signifikan.

Tercatat, 2.195,44 hektar kebun sawit swadaya yang tersebar di tujuh kecamatan di Sintang, yakni Kelam Permai, Kayan Hilir, Kayan Hulu, Binjai Hulu, Sintang, Sungai Tebelian, dan Sepauk. Kebun-kebun sawit tersebut dikelola oleh 449 petani.

Suratno, salah seorang petani sawit swadaya di Desa Merarai Satu menunjukkan tandan buah segar kelapa sawit milik warga setempat. Foto: Andi Fachrizal
Suratno, salah seorang petani sawit swadaya di Desa Merarai Satu menunjukkan tandan buah segar kelapa sawit milik warga setempat. Foto: Andi Fachrizal

Sikap Pemkab Sintang

Tren ini mendapat respon dari Pemerintah Daerah Sintang. “Kita apresiasi fenomena ini dengan sejumlah catatan penting agar keinginan masyarakat untuk bertani sawit mandiri dan berkelanjutan tercapai,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sintang, Florentinus Anum.

Menurutnya, ada tiga poin penting yang wajib dilakukan. Ketiganya meliputi reform (pembaruan) regulasi di sektor perkebunan sawit swadaya, penerapan teknologi tepat guna, dan perubahan mindset atau pola pikir petani.

“Sejauh ini, belum ada regulasi khusus yang mengatur soal itu. Makanya, Pemkab Sintang akan menginisiasi usulan kebijakan daerah tentang sawit swadaya. Tetapi, ini musti mendapat sokongan dari pemerintah pusat karena berkaitan dengan hierarki perundang-undangan,” jelasnya.

Selanjutnya, Anum menjelaskan bahwa penerapan teknologi tepat guna juga menjadi prioritas dalam praktik perkebunan kelapa sawit swadaya. “Pemkab Sintang sudah mengagendakan perencanaan itu melalui instansi teknis, termasuk untuk pembangunan sawit lestari,” ucapnya.

Poin terakhir yang tak kalah pentingnya adalah perubahan pola pikir petani. Anum meminta agar petani sawit swadaya tidak lagi berpikiran konvensional. “Sudah saatnya petani kita berpikiran jauh ke depan dan memiliki perencanaan jangka panjang,” katanya.

Dia mencontohkan, dulu petani memanfaatkan lahannya sekadar untuk makan. Tata cara seperti ini seyogyanya sudah ditinggalkan. Sebab, tantangan ke depan kian besar. Petani tak hanya dituntut sekadar bertani untuk makan, tetapi juga memenuhi kebutuhan sandang dan papan.

“Anak-anak akan tumbuh besar kemudian butuh asupan pendidikan formal di bangku sekolah. Rumah harus dibangun dengan perabotan yang cukup. Semua ini bisa tercapai jika dilakukan melalui perencanaan yang matang dan berkelanjutan,” ucapnya.

Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan komitmen pendampingan petani sawit swadaya dan berkelanjutan sudah dimulai sejak Juli 2014-Juni 2015. “Tahap I sudah berjalan satu tahun. Kini, kita akan memasuki tahap II. Mudah-mudahan berjalan baik,” katanya.

Albertus menjelaskan, pada tahap I, WWF-Indonesia bersama para mitra yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sintang, Fasda Sawit Lestari, CU Keling Kumang, Serikat Petani Kelapa Sawit, Netherlands Development Organization (SNV), telah melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap petani kelapa sawit swadaya ini. Beberapa kegiatan terdahulu sudah dilaksanakan meliputi tata kelola kelembagaan, tata kelola kebun, dan tata kelola usaha.

Selanjutnya, dia menyebut bahwa pembelajaran merupakan salah satu pondasi penting dalam menjaga petani tetap konsisten berada di jalan yang benar menuju praktik-praktik berkelanjutan.

Oleh karenanya, sejalan dengan selesainya pendampingan tahap I, kegiatan selanjutnya akan dilaksanakan pada September 2015–Agustus 2016 dan lebih fokus pada mengubah pola pikir dan motivasi petani dengan pendekatan pendidikan yang kuat.

Sketsa Desa Merarai Satu. Dok. Pemerintah Desa Merarai Satu
Sketsa Desa Merarai Satu. Dok. Pemerintah Desa Merarai Satu
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,