,

Setahun Jokowi Melaut, Saatnya Berikan Perlindungan untuk Nelayan

Setahun berlalu kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo menuai pro dan kontra. Meski sejumlah program kerja berhasil dilaksanakan dan dinilai menjadi pendobrak kekakuan dalam birokrasi pemerintahan, namun kepemimpinan Jokowi juga dinilai masih ada minusnya.

Pendapat tersebut diungkapkan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam sebuah catatan yang diungkap kepada publik pada Senin (02/11/2015). Sejak berpidato sebagai Presiden RI pertama kali, Jokowi langsung menjanjikan akan membawa Indonesia sebagai negara maritim yang kuat.

KIARA melansir, Jokowi dalam pidatoya mengatakan dengan lantang,”Saatnya Bangsa Indonesia kembali kepada jati diri utamanya, yakni sebagai bangsa bahari yang menjadikan samudera, laut, selat dan teluk sebagai halaman utama rumah Indonesia. Tidak lagi memunggungi laut.”

Pidato Jokowi tersebut, dinilai sebagai langkah revolusioner negarawan saat itu dan menjanjikan harapan untuk perbaikan di sektor kelautan dan perikanan serta kemaritiman. ”Ini yang memang diharapkan oleh masyarakat dan sejumlah pihak saat Jokowi dilantik sebagai Presiden,” ucap Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim.

Akan tetapi, menurut Abdul, setahun berlalu, apa yang diungkapkan Jokowi tersebut masih belum berwujud nyata. Terutama, dalam hal menjamin kesejahteraan nelayan, Jokowi nyatanya masih belum bisa mewujudkannya.

“Negara tidak pernah sungguh-sungguh memberikan perlindungan, meski sudah ada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia mengenai pedoman umum tentang penanganan terhadap nelayan oleh lembaga penegak hukum di Laut Republik Indonesia dan Malaysia,” papar Abdul.

Menurut Abdul, jika memang Jokowi ingin mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang kuat, maka mulai tahu kedua ini harus dilakukan perbaikan signifikan. Salah satunya, memperhatikan nasib nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, perempuan nelayan, dan pelestari ekosistem pesisir.

Wujudkan Perlindungan untuk Nelayan

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negeri maritim yang kuat, adalah dengan melindungi secara penuh nelayan. Cara tersebut, menurut Abdul Halim, bisa dengan meniru apa yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia.

Di Negeri Jiran tersebut, seluruh nelayan diberikan tunjangan setiap bulan sebesar 3.000 ringgit. Selain itu, nelayan Malaysia juga mendapatkan subsidi bahan bakar minyak untuk operasional kapal atau perahu yang mereka gunakan.

“Yang tak kalah pentingnya, nelayan di Malaysia juga mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di rumah-rumah sakit disana, dan juga mereka mendapatkan jaminan perbaikan kapal karena bencana alam atau cuaca ekstrim,” tambah dia.

Menurut Abdul Halim, Indonesia tidak mesti meniru secara mendetil apa yang dilakukan Malaysia, namun bisa dengan mengambil ide perlindungan nelayan secara penuh. Meski ide dasarnya, pasti hampir sama seperti dengan Malaysia, tetapi implementasinya bisa disesuaikan dengan kultur dan alam Indonesia.

Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono
Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono

Tetapi, untuk bisa mewujudkan perlindungan tersebut, Abdul mengungkapkan, perlu ada payung hukum yang kuat dan jelas melalui perundang-undangan. Karenanya, harus segera terwujud Undang-Undang Perlindungan Nelayan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan rancangan UU (RUU).

Pertemuan Perdana Satgas Kepresiden IUU Fishing

Sementara itu, di tempat terpisah, Satuan Tugas (Satgas) Illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing yang dikomandoi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar pertemuan perdana di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin. Pertemuan tersebut digelar setelah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015.

Pertemuan tersebut dihadiri semua elemen yang terlibat dalam Satgas, seperti TNI Angkatan Laut, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Keamanan Laut (Bakamla) Kepolisian Air dan Udara (Polairud). Namun, setelah rapat perdana tersebut, belum diketahui siapa anggota dari masing-masing instansi yang terlibat.

“Sekarang masih belum ada siapa saja anggotanya. Namun ini sudah menjadi langkah awal yang baik karena dari sekarang kerja satgas resmi dimulai. Kita akan mengawal laut Indonesia dari aksi IUU Fishing,” tutur Susi Pudjiastuti.

Untuk keperluan operasional tim, Susi menyebutkan, pihaknya sudah mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1 triliun untuk setahun yang dikucurkan dalam dua periode per enam bulan sekali.”Ini akan menjadi langkah baik untuk memberantas IUU Fishing,” cetus dia.

“Saya juga tegaskan, meski Satgas ini ada, namun tidak menghilangkan fungsi penegakan hukum di masing-masing instansi dengan dananya sendiri-sendiri,” tambah dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , ,