,

Kemenristek akan Bentuk Konsorsium Tanggulangi Dampak Asap

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi akan membentuk konsorsium riset kebencanaan untuk menanggulangi dampak kebakaran hutan dan lahan. Konsorsium yang akan melibatkan berbagai perguruan tinggi dan kementerian serta lembaga terkait ini diharapkan aktif Desember 2015.

“Selama ini, masing-masing perguruan tinggi penelitian kebencanaan sendiri-sendiri, tidak efektif. Kebakaran hutan tetap terjadi setiap tahun,” kata Menteri Riset dan Perguruan Tinggi M. Nasir di Jakarta, Kamis (5/11/15).

Dia mengatakan, dengan konsorsium diharapkan setiap penelitian lebih terintegrasi. Kemenristekdikti juga melibatkan KLHK dan ahli hukum.“Supaya para ahli hukum bisa menjelaskan kalau hutan dibakar, apa sanksinya? Kalau berbicara teknis, bagaimana supaya tidak terjadi kebakaran.”

Pembentukan konsorsium itu dirasa penting agar riset dan teknologi bisa mengambil peran dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.

“Nanti semua perguruan tinggi kita kelompokkan. Siapa menangani kesehatan, gambut, kehutanan dan bagaimana cara menyelesaikan? Apakah sekat kanal, termasuk bagaimana cara melokalisir dan recovery pada masyarakat,” katanya.

Tiga hari lalu, tim Universitas Gadjah Mada diundang Presiden menyampaikan soal lahan gambut dan akan dibentuk tim lahan gambut di bawah KLHK. Konsorsium ini, katanya, bisa bersinergi dengan tim gambut. “Kami akan mengkoordinasikan. Tim pokja UGM jadi bagian konsorsium.”

Kemenristekdikti juga mengembangkan teknologi pesawat water bombing bersama LAPAN dan PT Dirgantara Indonesia. Pesawat akan diluncurkan akhir tahun ini dan sertifikasi diharap selesai pertengahan 2016.

“Kalau lihat luasan terbakar, dulu lebih besar. Tapi dampak tahun ini jauh lebih besar karena banyak lahan gambut terbakar. Asap lebih pekat. Kalau tanah mineral dengan water bombing sudah selesai. Kalau gambut, meskipun berkali-kali water bombing tak akan menyelesaikan masalah.” Bantuan negara lain diterima pemerintah, dari Singapura, Malaysia, Australia hingga Rusia.

Dirjen Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati mengatakan, konsorsium terdiri dari seluruh stakeholder baik perguruan tinggi maupun kementerian lembaga.

“Konsorsium akan menghasilkan alat-alat lebih baik dari sekarang dengan menggunakan teknologi nano maupun yang lain. Juga menghasilkan rekomendasi meminimalisir kebakaran.”

Selama ini, perguruan tinggi riset kebencanaan tak termanfaatkan dan tak publikasi dengan baik, hanya tersimpan di perpustakaannya. Jadi, Kemenristekdikti menginisiasi untuk mengkomunikasikan kepada pemerintah daerah dan industri melalui konsorsium yang akan dibentuk. “Temuan bisa bermanfaat.”

Dia mencontohkan, alat penjernih udara Fresh-On oleh peneliti ITB, juga pembersih udara Zeta Green ilmuan Undip. Kedua alat ini tersimpan di laboratorium tanpa dimanfaatkan maksimal. “Kita terkaget-kaget saat alat temuan dibutuhkan. Produksi telat. Kita tak ingin mengulang seperti itu lagi,” katanya.

Kemenristekdikti, katanya, menyiapkan pendanaan hampir Rp1 trilun untuk konsorsium ini. Besaran anggaran tergantung proposal dari konsorsium. Ada juga penelitian bersifat penugasan.

Peran PTN

Nasir juga memaparkan peran PTN dalam menanggulangi dampak asap kebakaran. ITB membuat Fresh-on 2015, yang bisa menyaring partikel sangat kecil hingga 50 nano meter yang diciptakan I Gede Wenten. “Di Jambi Fresh-On ada sekitar 1.000 unit, dimasukkan ke sekolah-sekolah. Kemarin dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Yang membran dan plasma juga ada dikirimkan tapi sedikit.”

ITB juga membentuk program Kelas Aman Asap” di SDN 181/IV Kelurahan Lebak Bandung Jelutung, Jambi. Ia diluncurkan Kemendikbud, penelitian oleh ilmuan biokimia ITB, Zeily Nurachman.

Satgas ITB juga mengubah rumah penduduk menjadi aman asap dengan memasang kasa dakron pada ventilasi dan menjadikan exhauser untuk mengeluarkan udara kotor. Juga memasang aerasi pada akuarium untuk menangkap partikel mineral dan diisi ganggang atau alga untuk produksi oksigen. “ITB juga penerapan one map policy melalui penyusunan peta kebencanaan skala 1:500,” katanya.

Selain itu, UGM sudah berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, pemda dan masyarakat untuk penanganan bencana kebakaran sekaligus mengidentifikasi dan menyusun rencana.

Universitas Indonesia juga membuka posko di Desa Rimo Panjang, Kampar, Pekanbaru Riau dengan mengirim 20 tenaga medis dari Fakultas Kedokteran. Bantuan lain pembagian 1.500 masker N95.

Dari Universitas Diponegoro, penggalangan dana dan membuat alat pembersih udara dengan sistem nano yaitu Zeta Green, ciptaan Muhammad Nur. Univeristas Riau membuka RS Pendidikan 24 jam bagi masyarakat terdampak asap. Biaya obat dan perawatan gratis. Hal serupa juga dilakukan Universitas Lampung dan Universitas Andalas.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,