Pemerintah Indonesia kembali memegang janjinya untuk mengamankan wilayah lautnya dari serbuan kapal asing yang tidak memiliki izin. Janji tersebut dituntaskan saat tiga kapal asing berbendera Filipina ditangkap di wilayah perairan Miangas, Sulawesi Utara, Minggu (08/11/2015).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada wartawan, Selasa (10/11/2015) menjelaskan, tiga kapal asing yang ditangkap tersebut diduga melakukan kesalahan dengan menangkap ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
“Ketiganya ada di wilayah ZEEI juga merupakan pelanggaran kedaulatan Negara, karena ketiganya tidak memiliki izin dari kita untuk berlayar disana dan bahkan menangkap ikan,” ungkap Susi di kediaman dinasnya di kawasan Widya Chandra.
Ketiga kapal berbendera Filipina tersebut, disebutkan Susi, adalah KIA Trinity S-850 yang berbobot 109 gross tonnage (GT) dan memiliki anak buah kapal (ABK) sebanyak 6 orang berwarga negara Filipina, F/B. LBS 40 yang berbobot 19 GT dan ABK 3 orang Filipina, serta F/B. CA. Jhun-jhun yang berbobot 30 GT dan ABK 23 orang Filipina.
Meski diduga kuat sebagai kapal penangkap ikan, namun Susi mengungkapkan bahwa saat ditangkap, tidak ditemukan hasil tangkapan ikan di dalamnya. Namun demikian, tanpa bukti tersebut ketiga kapal sudah diduga kuat melanggar kedaulatan Negara.
“Kapal mereka banyak, namun perairannya sedikit. Pasti mereka akan coba terus untuk mencuri disini. Negara tidak boleh kalah dengan pencuri ikan,” cetus Susi menyebut negara-negara yang diduga sering mencuri ikan di Indonesia, termasuk Filipina.
Adapun, kronologis penangkapan tersebut dilakukan oleh TNI Angkatan Laut yang sedang berpatroli dengan KRI Hiu/BKO GTI di perairan Pulau Miangas. Setelah ditangkap, TNI AL langsung mengamankan ketiga kapal Filipina tersebut ke Lanal Tahuna, Sulawesi Utara.
Proses Peradilan
Berbeda dengan hasil tangkapan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menegaskan tak akan langsung menenggelamkan ketiga kapal tersebut. Menurut Susi, ketiga kapal tersebut akan mengikuti proses hukum lebih dulu dan jika sudah selesai baru akan ditenggelamkan.
Pernyataan Susi tersebut dipertegas oleh Asisten Operasi KASAL Arie Sadewo. Menurut dia, tiga kapal yang ditangkap oleh TNI AL akan mengikuti prosedur hukum dulu sebelum ditenggelamkan. Namun, dia berharap prosesnya bisa lebih cepat karena itu akan mempercepat proses penenggelaman.
“Kita akan mengikuti proses hukum dulu saja. Jika sudah inkrah, baru nanti akan ditenggelamkan. Sekarang ya kita lanjut saja dulu,” tutur Arie kepada Mongabay.
Mengenai tidak ditemukan bukti hasil tangkapan ikan di tiga kapal yang ditangkap tersebut, Arie menjelaskan bahwa hal itu tidak menjadi masalah. Menurutnya, selama itu sudah menjelaskan fakta ada pelanggaran kedaulatan Negara maka kapal-kapal tersebut tetap melakukan kesalahan di wilayah Indonesia.
Sidang Gugatan PTUN
Selain mengikuti proses hukum tiga kapal asing berbendera Filipina, KKP saat ini juga menghadapi gugatan PTUN dari perusahaan-perusahaan perikanan yang beroperasi di Maluku dan Papua. Sidang gugatan tersebut akan digelar perdana pada Rabu (11/11/2015) di Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) DKI Jakarta.
Adapun, perusahaan yang menggugat tersebut, adalah:
- SR I Mitra Mina Bahari yang dimiliki SIntong Tampubolon;
- Era Sistem Informasindo: pemilik Sintong Tampubolon;
- Dwi Karya Reksa Abadi : Fuzhou Hong Long Ocean Fishing Co. Ltd, PT Jaya Timur Nusantara, PT Etna Lestari. Direktur: Gao Ti Qi dan Maflitha Mery, Komisaris: Tiong See Chu dan Sutarno Sugondo;
- Aru Samudera Lestari: PT Teluk Etna Lestari, PT Etna Lestari. Direktur: Sutarno Sugondo, Komisaris: Birma Siboro.
Susi Pudjiastuti berharap, sidang gugatan perdana tersebut bisa berlangsung adil dan tidak membuat kapal-kapal asing merasa benar. Jangan sampai, kasus yang terjadi pada kapal Tiongkok, Hai Fa yang divonis rendah oleh Pengadilan Perikanan Ambon dan saat ini kapalnya kabur keluar Indonesia, tidak terulang lagi.