, ,

Di Daerah Ini Sebagian Besar Anak Harimau Lahir Tak Bertahan, Mengapa?

Hasil penelitian Bukitbarisan Sumatran Tiger Rangers (BSTR) pada tiga kawasan hutan di Sumatera Utara, memperlihatkan dalam tiga kelahiran anak harimau Sumatera, hanya satu bertahan hidup. Yang lain mati terkena jerat, atau ditangkap hidup-hidup dan diperdagangkan.

Haray Sam Munthe, Pendiri BSTR, kepada Mongabay, pada Jumat (20/11/15) mengatakan, tiga kabupaten yang diteliti, yaitu Labuhan Batu Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara, memperlihatkan, tiga kelahiran anak harimau dalam usia dua tahun, hanya tersisa satu.

Setelah dua tahun, anak mulai melepaskan diri dari induk dan mencari teretorial baru. Ia mendapat ancaman cukup besar, karena tidak ada lagi pengawasan orang tua. Fase remaja, katanya. ia tak mengenal jerat yang setiap waktu mengancam jiwa. Belum lagi kala memasuki pemukiman untuk memangsa kambing atau binatang peliharaan penduduk, harimau remaja tak mengenal satwa-satwa mangsa.

Yang paling mengancam kelangsungan hidup satwa ini, banyak jerat pemburu, dengan bantuan masyarakat menunjukkan keberadaan harimau. “Selain jerat, penyempitan hutan habitat sampai 60% dari tiga wilayah penelitian menjadi ancaman besar.”

Dia mengatakan, harimau terus berkurang karena pembukaan lahan sawit, baik di tepi dan dekat hutan, maupun dalam hutan lindung. Dampaknya, binatang buruan seperti babi hutan, keluar dari hutan. Harimau terpaksa keluar hutan untuk mendapatkan makanan.

Dalam pengamatan, tiga hari masuk hutan, jarang menemukan jejak satwa ini. Mereka menemukan harimau di perkebunan warga, ada di desa dekat hutan, terjebak dan berakhir dengan kematian.

Ini jejak harimau di hutan Labuhan Batu Utara. Cakar ditemukan hingga tiga meter di sebuah pohon. Foto: Ayat S Karokaro
Ini jejak harimau di hutan Labuhan Batu Utara. Cakar ditemukan hingga tiga meter di sebuah pohon. Foto: Ayat S Karokaro

Konflik harimau dan manusiapun muncul. Perburuan satwa tinggi, masyarakatpun kurang paham Undang-undang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE). Proses hukum juga hanya sampai pada warga dan pemburu. “Kalau penadah atau jaringan lebih tinggi minim tersentuh hukum,” katanya.

Untuk itu, patroli harus ditingkatkan dan memberikan hukuman maksimal pada pelaku. Selama ini, hukuman ringan hingga belum ada penjeraan. Ditambah harga harimau tinggi di pasaran.

“Harga tinggi, hukuman rendah, membuat pemburu tak pernah jera. Penindakan pada pemburu dan pemasang jaring juga masih rendah,” katanya.

Selama beberapa tahun terahir, kata Harray, mereka terus sosialisasi terhadap masyarakat mengenai larangan memburu satwa dilindungi seperti harimau. Wilayah sosialisasi mereka pada ketiga kabupaten yag diteliti.

Di Kampar, Riau, mereka juga penelitian dan penelusuran jejak harimau. Di sana perburuan tinggi, dan sering ditemukan harimau terjerat, beberapa mati, ada juga yang selamat.

Pada Kamis (19/11/15), di hutan Riau, satu harimau terjerat dan mati. Tulang-belulang masih utuh. Ini bisa dijual Rp15 juta. “Saya kira harus ada tindakan cepat, penegak hukum memberantas mafia perdagangan satwa langka dan dilindungi.”

Pantau harimau

Di Sumut, dia bersama tim BSTR, setiap sepekan sekali memantau pergerakan harimau di dalam hutan. Minggu lalu, mereka berhasil menemukan jejak harimau di Labuhan Batu Utara. Mereka juga menemukan harimau remaja tengah mencari mangsa.

Dari pengamatan dengan camera trap, rata-rata usia harimau yang terekam masih remaja. Mereka juga menemukan banyak jerat.

“Temu jerat, langsung kita rusak dan penjerat diamankan sebagai barang bukti. Setidaknya dari perjalanan tiga hari, ada tiga hingga empat jerat ditemukan. Mengerikan sekali.”

Mereka juga menemukan jejak cakar harimau di sejumlah pohon yang ditemukan di dalam hutan maupun puncak bukit. Ada kubangan air biasa dipakai harimau. Lagi-lagi, juga ada jerat pemburu.

Leonardo AB. Sitorus, Plt Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Unit 22 Toba Samosir-Labuhan Batu Utara, mengatakan, investigasi mendalam satwa yang sering diperdagangkan, dan menemukan harimau, orangutan dan gading gajah. “Kesulitannya, pemburu sangat profesional memperdagangkan satwa ini. Jadi sulit mengungkap,” katanya seraya mengatakan, patroli dan penindakan terus dilakukan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,