,

Jawa Timur yang Berpotensi Sebagai “Markas” Kayu Ilegal

Jawa Timur menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki risiko terjadinya pelanggaran tata usaha kayu. Wilayah ini merupakan titik temu peredaran kayu yang diduga ilegal dari Papua, Sulawesi, dan Kalimantan.

Data yang dimiliki Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Jawa Timur menyebutkan, lebih dari 3 juta meter kubik kayu per tahun seperti merbau, meranti, dan jenis lain melintasi Jawa Timur.

Muhammad Ichwan, Focal Point JPIK Jawa Timur, mengatakan banyaknya pelabuhan di Jawa Timur sebagai pintu masuk perdagangan, diduga mempermulus masuknya kayu ilegal dari luar Jawa. Kasus kayu ilegal milik Labora Sitorus, merupakan satu dari sekian kayu yang harus diwaspadai. “Gresik, Pasuruan, dan Situbondo banyak didapati pelanggaran, sejak 2012 hingga kini.”

Ichwan menyebut, modusnya adalah kayu kiriman dari Papua dan Kalimantan tidak langsung didistribusikan ke industri pengolahan melainkan ke tempat penggergajian. Di sini, dokumennya dicuci. “Pemalsuan dokumen terjadi di Jombang, ada perusahaan pemasok yang terbukti memalsukan dokumen SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu).”

Bukti pemalsuan dapat dilihat dari tidak sesuainya bahan baku yang masuk ke industri hilir dengan dokumen yang menyertai. Kayu tidak dari sumber asli penebangan dan tidak jelas asal usulnya. “Kami sudah melaporkan pelanggaran ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan akan menindaklanjuti ke Kepolisian bila belum ada tindakan. Inisialnya ND,” ungkap Ichwan.

Pakar kehutanan yang juga Rektor Universitas Merdeka Madiun, Rahmanta mengatakan, SVLK merupakan regulasi yang mengajak pelaku bisnis kehutanan khususnya kayu, untuk patuh pada aturan.

Modus yang biasa dilakukan, salah satunya adalah pencucian kayu. Kayu log dari luar Jawa akan melalui beberapa tujuan terlebih dahulu, setibanya di Surabaya dokumennya telah berbeda. “Setiap kayu log yang diangkut harus disertai dokumen lengkap, tapi apakah ada dokumen V-Legal? Ini yang harus dituntaskan.”

Rahmanta menuturkan, modus seperti ini sudah lama terjadi. Biasanya, antara bahan baku yang diterima, produksi, dan yang dikeluarkan tidak imbang. “Dalam prosesnya nanti kelihatan karena sisa pengolahan tidak tercatat.”

Meski tidak sesemarak di era tahun 1998, aktivitas illegal logging masih ada di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, hingga saat ini. Foto: Andi Fachrizal

Permendag 89/2015 

Terkait Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang tidak mewajibkan SVLK bagi pelaku industri hilir, Muhammad Ichwan menuturkan, aturan ini merupakan ancaman serius terhadap persoalan illegal logging di tanah air.

“Jawa Timur punya banyak industri kayu hilir, mulai meubel, furnitur, kertas, dan lainnya yang  basis ekspor ke Eropa, Amerika, dan Singapura. SVLK berlaku saja masih banyak kayu ilegal, apalagi tidak sama sekali.”

JPIK Jatim tegas menolak pemberlakuan Permendag 89/2015 ini karena bertentangan dengan Nawacita Presiden Jokowi di bidang kehutanan. “Kami tidak percaya bahwa deregulasi SVLK adalah paket ekonomi Jokowi,” papar Ichwan.

Timber Legality Leader MFP3, Fazrin Rahmadani menuturkan, berlakunya peraturan tersebut dipastikan akan memperlemah tata kelola hutan yang sudah berjalan selama ini melalui SVLK. Permendag merupakan pengingkaran penjanjian sebelumnya yang menegaskan, pemberlakukan SVLK untuk semua industri kayu resmi berlaku 1 Januari 2016. “Ini berpotensi mengurangi penggunaan kayu ber-SVLK hingga 50 persen.”

Fazrin menegaskan, penerapan aturan tersebut harus memastikan industri kayu hilir yang dibebaskan SVLK betul-betul baku bakunya bersertifikat. Munculnya peraturan ini menegaskan kondisi perizinan di Indonesia yang terkotak dan tanpa sinergi antar-institusi. “Menghambat daya saing kita, pastinya. Vietnam bisa saja menyalip karena mereka mengarah ke SVLK.”

Zainuri Hasyim, Dinamisator Nasional JPIK mengatakan, upaya mewujudkan tata kelola hutan yang baik harus diikuti peran serta masyarakat. Khususnya, dalam mengawasi peredaran kayu ilegal.

Keberadaan pemantau independen di setiap daerah, sangat dibutuhkan untuk memastikan peredaran kayu sesuai aturan. Banyak kayu ilegal gentayangan karena tidak pedulinya masyarakat dalam memastikan sertifikasi itu. “Peran pemantau independen atau civil society sangat penting untuk memantau peredaran kayu, baik ekspor maupun tidak,” tegas Zainuri.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,