Tak Punya Salmon, Indonesia Ambisius Jadi Eksportir Olahan Salmon

Indonesia berambisi menjadi eksportir produk olahan perikanan berbahan dasar ikan salmon yang didatangkan langsung dari Jerman. Ambisi tersebut, dinilai sangat mungkin bisa diwujudkan karena pasokan ikan salmon dari sejumlah negara produsen masih sangat lancar, salah satunya adalah Norwegia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, membuat industri pengolahan salmon dinilai sangat bagus karena bisa menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Jadi, ikan-ikan yang diimpor dari negara produsen, nantinya akan diolah lagi menjadi produk baru dan bisa diekspor ke negara lain.

“Indonesia itu tidak punya salmon. Tapi, tidak berarti Indonesia tidak bisa mengekspor salmon ke negara lain,” ungkap dia di Hotel Shang Ri-la, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Dia menyebutkan, salah satu alasan Indonesia ingin menjadi produsen olahan ikan salmon, karena saat ini pasarnya masih sangat luas dan bernilai ekonomi tinggi.  Salah satu negara yang bisa menjadi tujuan ekspor, adalah Jepang.

Untuk bisa mewujudkan keinginan tersebut, Susi meminta investor dari Norwegia untuk bisa menanamkan modalnya di Indonesia dengan mendirikan pabrik pengolahan ikan salmon. Selama ini, investor dari negara tersebut biasa berinvestasi di Vietnam atau Kamboja.

“Jadi, maunya itu nanti mereka bawa mesin-mesin ke sini, lalu orang kita yang kerjakan (pengolahannya),” tutur dia.

Dengan cara seperti itu, menurut perempuan asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat itu, Indonesia bisa menjadi negara eksportir produk olahan salmon. Namun, untuk bisa mewujudkan keinginan tersebut, saat ini masih ada kendala berupa regulasi perizinan impor ikan salmon.

Kendala yang saat ini masih muncul tersebut, jelas dia, adalah proses perizinan ikan impor masuk ke Indonesia, itu memerlukan waktu minimal 3 (tiga) hari. Padahal, jika ingin membuat produk olahan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi, prosesnya tidak boleh selama itu.

“Ini juga yang menjadi alasan kenapa negara-negara investor seperti Norwegia masih belum mau menanamkan modalnya di sini. Saya akan coba untuk memperbaiki regulasinya sehingga investor berani masuk ke sini,” papar dia.

“Salmon kan bukan produk kita. Tapi kita ingin re-ekspor salmon dan dikirim ke Jepang,” tambah dia.

Karena  itu, Susi menegaskan, jika nanti impor ikan salmon meningkat drastis, itu tidak perlu dikhawatirkan karena perairan Indonesia tidak memiliki ikan salmon.”Justru, dengan impor semakin banyak, maka potensi produk olahan akan semakin tinggi,” tandas dia.

Budidaya Ikan Hias Bernilai Ekonomi Paling Tinggi

Sementara itu, di tempat berbeda, Direktur Jenderal Budidaya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebijakto mengatakan, selain perikanan tangkap, potensi yang sangat besar saat ini juga ada di sektor perikanan budidaya. Salah satunya, adalah budidaya ikan hias.

“Pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan hias menempati urutan pertama dibandingkan pembudidaya ikan atau petani lainnya. Hal itu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014,” demikian dijelaskan Slamet.

Sancang-Lion fish
Lion fish di dalam plastik, sejenis ikan hias air laut yang diambil dari perairan CA Leuweung Sancang.

Dia mengatakan, dari data yang dilansir BPS tersebut, bisa diketahui kalau pendapatan rumah tangga per tahun sudah mencapai Rp50,8 juta. Jumlah tersebut, dinilai merupakan jumlah yang banyak karena itu dikerjakan oleh kelompok rumah tangga.

“Hal itu, membuktikan bahwa budidaya ikan khususnya ikan hias mampu dijadikan tumpuan penghasilan dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Bahkan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya,” tambah dia.

Saat ini, salah satu daerah yang sudah mengembangkan ikan hias sebagai produk perikanan budidaya, adalah Kota Depok di Jawa Barat. Selain ikan hias, Depok juga mengembangkan komoditas budidaya lain seperti nila, patin, dan lele.

Pada 2014, produksi ikan hias nasional mencapai 1,19 miliar ekor dengan nilai sekitar Rp109,78 triliun. Selain ikan hias, usaha budidaya ikan air tawar lainnya seperti ikan nila, patin dan lele, juga memberikan kontribusi nyata.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,