, ,

Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung

Kaisar, Kamsia, Karet, Sinar, Mira, dan Nelly kini menempati belantara di Resort Riam Merasap, kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Di tempat barunya, enam individu orangutan ini dapat melanjutkan siklus hidupnya, Lokasi ini cukup menjanjikan keselamatan mereka.

“Hasil kajian kelayakan habitat menunjukkan, Riam Berasap memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan persentasi pakan orangutan yang tinggi. Ini sangat baik bagi kelangsungan ekosistem yang stabil,” ujar Gail, Manager Program Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Rabu (25/11/2015). Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang konservasi orangutan pun sangat baik dan mereka menyetujui kegiatan pelepasliaran di wilayahnya. “Riam Beasap pilihan yang cocok untuk pelepasan enam individu orangutan ini.”

Translokasi keenam orangutan tersebut dilakukan Selasa, (24/11/2015). Rinciannya, empat jantan bernama Kaisar, Kamsia, Karet, dan Sinar, serta dua betina: Mira dan Nelly. “Kaisar, Kamsia, Karet, Sinar, dan Mira adalah korban kebakaran hutan yang diselamatkan Oktober lalu,” kata Heribertus Suciadi, Humas YIARI.

Kaisar dan Karet diselamatkan di Jalan Ketapang Tanjungpura Km.5 dan Km 10, bersebelahan dengan perkebunan milik PT SKM.  Kamsia dan Mira diselamatkan di lahan perkebunan PT. Limpah Sejahtera di Pelang. Sinar diselamatkan di Penjalaan, Kecamatan Teluk Melano, sedangkan Nelly diselamatkan di daerah Sungai Besar, Maret lalu.

Setelah diselamatkan, keenam orangutan ini menjalani perawatan di PPKO YIARI hingga kondisinya memungkinkan untuk dikembalikan ke alam bebas. Koordinator tim medis YIARI Ketapang, drh. Ayu Handayani mengatakan, kondisi keenamnya cukup bagus untuk menjalani kehidupan di alam liar. “Memang, ada beberapa yang mengalami kekurangan nutrisi, sekarang sudah sehat dan mereka siap pulang ke habitatnya.”

Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan kesehatan orangutan sebelum dilepaskan ke hutan. Foto: YIARI
Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan kesehatan orangutan sebelum dilepaskan ke hutan. Foto: YIARI

Persiapan pelepasan dilakukan sejak pukul 9 malam waktu setempat. Orangutan dibius terlebih dahulu lalu tim medis melakukan pemeriksaan akhir sebelum memasukkan mereka ke kandang. Masing-masing orangutan membutuhkan waktu satu jam untuk proses pembiusan dan pemeriksaan. Setelah masuk kandang transport, mereka dibawa ke Resort Riam Berasap dengan tiga mobil pick-up.

Hujan deras yang mengguyur mulai reda ketika tim yang terdiri dari YIARI, personel Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan staf Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) berjalan menuju titik pelepasan. Dibantu 25 porter lokal, tim berjalan sejauh empat kilometer. Jarak ini untuk memastikan orangutan yang dilepaskan tidak keluar dari kawasan TNGP. Perjalanan yang dilakukan dengan memikul kandang transport plus orangutan seberat 100 kg ini memakan waktu empat jam. Masing-masing kandang dipikul empat porter.

Kegiatan pelepasliaran di kawasan Taman Nasional Gunung Palung ini merupakan kerja sama program konservasi orangutan antara YIARI Ketapang dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang dan TNGP.

Tiga bulan terakhir, YIARI sudah menyelamatkan 20 individu orangutan dari habitat mereka yang hancur akibat kebakaran hutan. Khusus di Taman Nasional Gunung Palung, tahun ini sudah 15 individu yang dilepasliarkan.

Ketua Umum YIARI, Tantyo Bangun mengatakan, seharusnya tidak ada lagi orangutan di pusat rehabilitasi 2015 ini. “Hal ini mengacu pada Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2007-2017. Kenyataannya, tahun ini malah memegang rekor jumlah orangutan yang diselamatkan di pusat-pusat rehabilitasi. Semua pihak bercermin dari kasus kebakaran ini demi terwujudnya konservasi yang lebih baik,” ungkapnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas hutan Indonesia yang terbakar mencapai 2,1 juta ha hanya kurun waktu Juni – Oktober 2015. Kebakaran ditenggarai pembukaan hutan yang akan dijadikan tanaman industri. Pembukaan lahan membabi buta merupakan ancaman paling nyata bagi kelangsungan hidup orangutan.

Orangutan yang akan dilepasliarkan ini dibawa kendaraan menuju lokasi. Foto: YIARI
Orangutan yang akan dilepasliarkan ini dibawa kendaraan menuju lokasi. Foto: YIARI

Empat lainnya

Sebelumnya, pada Oktober, YIARI, BKSDA Ketapang, dan sebuah PT. Kayong Agro Lestari melakukan translokasi empat individu orangutan di daerah High Conservation Value perusahaan itu.

“Keempat invidu ini diselamatkan dari perkebunan milik warga di Jalan Siduk Km 3 dan 4 Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang,” kata Heribertus Suciadi. Operasi penyelamatan diawali laporan warga, ada beberapa individu yang masuk ke kebun karet milik mereka. Menerima laporan warga, YIARI Ketapang mengirimkan tim Human-Orangutan Conflict Response Team (HOCRT) untuk melakukan verifikasi dan survei.

Tim HOCRT membenarkan ada beberapa individu yang terjebak di hutan dekat perkebunan warga. Tim segera menghubungi BKSDA Kalimantan Barat SKW I  Ketapang untuk membahas operasi penyelamatan orangutan.

Hasil diskusi memutuskan orangutan akan ditranslokasikan ke area HCV PT. Kayung Agro Lestari (KAL). Lokasi ini dipilih karena tidak jauh dari wilayah penemuan orangutan. “Sesuai komitmen perusahaan terhadap pengelolaan dan penyelamatan lingkungan, perusahaan mengalokasikan areal seluas 3,884 hektar sebagai areal konservasi ,” ujar Nardi, Manager Konservasi PT. KAL.

Pihak perusahaan, kata Nardi, juga menerjunkan tim Satgas Konservasi untuk membantu proses penyelamatan dan translokasi. Mereka menyediakan hutan seluas 2.330 hektar sebagai tempat pelepasan orangutan. “Kondisi hutan yang bagus serta adanya pohon pakan akan menjamin kelangsungan hidup orangutan di sini.”

Orangutan yang pertama diselamatkan adalah orangutan betina usia 6 tahun bernama Ana. Penyelamatan berjalan lancar. “Kondisi Ana sangat bagus sehingga bisa langsung ditranslokasi,” ujar drh. Ayu Handayani.

Penyelamatan kedua dilakukan terhadap Ina yang hanya berjarak 500 meter dari Ana. Proses penyelamatan berjalan lancar dan Ina diketahui hamil. “Waktu diperiksa terasa ada bentuk kepala dan badan di perut Ina.”

Orangutan terakhir yang diselamatkan adalah Novia dan bayi jantannya, Noval. Perlu tiga tembakan bius untuk melumpuhkan orangutan usia 20 tahun tersebut. Setelah semua orangutan sadar, mereka dibawa dalam kandang transportasi menuju hutan konservasi PT KAL.

Hasil survey tim YIARI menyatakan hutan konservasi PT. KAL dianggap cukup layak sebagai tempat pelepasan. “Melihat kondisi hutan, pohon pakan, dan jumlah individu yang ada di sana, kami rasa HCV PT. KAL layak untuk dijadikan tempat pelepasan,” ujar Gail.

Ironinya, PT. KAL merupakan salah satu perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, karena diduga melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Hingga saat ini, penyidik Polda Kalbar dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus masih melakukan penyidikan, dengan tahapan pemeriksaan saksi dan keterangan ahli.

Sekitar 4 jam, perjalanan menuju lokasi pelepasan dari tempat pemberhentian mobil terakhir. Foto: YIARI
Sekitar 4 jam, perjalanan menuju lokasi pelepasan dari tempat pemberhentian terakhir. Foto: YIARI

Habitat terbakar

Sejak kebakaran hutan melanda sebagian wilayah Kalimantan sekitar tiga bulan lalu, penyelamatan terhadap orangutan meningkat. Rata-rata mereka mengungsi lantaran habitatnya terbakar.

“Para penduduk desa pada malam sebelumnya melempari induk orang utan dan kemudian mengikatnya. Untungnya, tim dari IAR (International animal Rescue) dapat menangkap dua orangutan tersebut setelah dibius,” kata Lis Key, juru bicara IAR yang bermarkas di Uckfield, Inggris, badan yang membawahi YIARI.

Orangutan bernama Novia dan anaknya, Noval bahkan ditemukan dengan kondisi luka bakar di kakinya. Ini menunjukkan, satwa tersebut sempat melintas ladang yang terbakar. “Foto Novia dan Noval bahkan mendapat perhatian banyak pihak di laman IAR.”

Karmele Llano Sanchez, Direktor Program IAR Indonesia mengatakan, pihaknya berupaya keras melindungi habitat orangutan dan orangutan yang berada di kawasan dilindungi. “Kami temukan orangutan dalam keadaan bahaya. Mereka dan satwa lainnya terbakar hidup-hidup, tidak memiliki makanan, dan kelaparan sampai mati atau terpaksa pindah dari habitatnya ke perkebunan dan desa.”

Karena masuk ke pemukiman, orangutan menghadapi risiko dibunuh. IAR tidak tahu pasti berapa banyak orangutan yang terbakar hidup-hidup atau mati kelaparan. “Namun kami tahu, kebakaran berpengaruh buruk pada populasi orangutan di alam liar dan itu berarti orangutan akan cepat punah,” tambahnya.

Dampak kebakaran ini terihat juga pada satu individu bayi orangutan yang kemudian dinamai Gito. Ia ditemukan kritis, nyaris seperti mayat, dalam kardus di Simpang Hulu, Kalimantan Barat. Selama pemeriksaan kesehatan, Gito mengalami demam, tangan dan kakinya kaku. Gito menderita diare dan penyakit kulit menular.

Sanchez menuturkan, kebakaran merupakan krisis lingkungan global dan dianggap oleh para pakar sebagai bencana ekologis terburuk abad ini yang akan mempengaruhi kehidupan manusia di dunia. “Bila tidak ada tindakan serius untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan, dikhawatirkan kepunahan terhadap orangutan semakin cepat.”

Gunung Palung diharapkan memberikan kenyamanan banyak sejumlah orangutan yang dilepasliarkan. Foto: YIARI
Gunung Palung, rumah nyaman bagi sejumlah orangutan yang dilepasliarkan. Foto: YIARI
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,