Dua Kabupaten di Provinsi Aceh kembali terendam banjir. Sejumlah rumah warga hanyut terseret air dan beberapa desa terisolir akibat jalan yang menghubungkan desa tersebut terendam hingga kedalaman lebih dari satu meter.
Di Kabupaten Aceh Barat, 10 dari 12 kecamatan terendam sejak Selasa (24/11/2015). Sementara di Kabupaten Aceh Jaya, banjir kiriman akibat meluapnya dua sungai merendam lima kecamatan di wilayah tersebut.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, Saiful menyebutkan, di Aceh Barat, tiga rumah di Desa Mesjid Tuha, Kecamatan Meureubo, terseret arus sungai Krueng Meureubo. “Banjir juga menyebabkan sarana transportasi darat Meulaboh – Pante Ceureumen putus akibat badan jalan di Krueng Beukah terendam dan jembatan Ulee Raket amblas ke sungai.”
Saiful menambahkan, banjir yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat telah merendam 50 desa yang berada di 10 kecamatan, yaitu Woyla Timur, Woyla, Woyla Barat, Bubon, Samatiga, Pante Ceureumen, Panton Reu, Kaway XVI, Meureubo, dan Johan Pahlawan. “Woyla yang paling parah, hingga saat ini petugas BPBD masih melakukan pendataan.”
Di Kabupaten Aceh Jaya, ribuan rumah warga terendam dan jalan Banda Aceh – Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat sulit diakses karena air masih merendam jalan tersebut. Warga Kabupaten Aceh Jaya, Gunawan mengatakan, banjir merendam desa-desa di Kecamatan Pasie Raya, Teunom, Krueng Sabee, Setia Bakti, dan Sampoiniet. “Di daerah kami, hujan tidak terlalu deras, namun hulu sungai yang berada di Kabupaten Pidie meluap.”
Sekda Kabupaten Aceh Jaya, T Irfan TB mengatakan, bankir terpara terjadi di Pasie Raya. Semua desa sudah terkepung air. “Jalan yang menghubungkan ke Kecamatan Pasie Raya sudah tidak bisa dilewati termasuk oleh kenderaan roda empat.”
T Irfan mengatakan, BPBD Kabupaten Aceh Jaya telah turun ke lokasi banjir untuk melakukan pendataan dan membuka dapur umum. “Kita akan membantu semua masyarakat yang terkena bencana banjir ini,” ujarnya, Rabu (25/11/2015).
Jenuh
Masyarakat di Kabupaten Aceh Barat maupun Aceh Jaya mengaku jenuh dengan banjir yang dalam setahun bisa terjadi hingga tiga kali. “Kami lelah dengan bencana ini. Setahun, banjir terjadi tiga kali bahkan lebih. kami harap, pemerintah bukan hanya memberikan bantuan darurat saat banjir, tetapi mencari solusi,” ungkap Teungku Hamdani, masyarakat Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat.
Hamdani mengatakan, jika banjir yang terjadi akibat perusakan hutan baik itu pembukaan lahan perkebunan, pertambangan, maupun illegal logging, pemerintah harus menghentikan kegiatan tersebut. “Kalau memang banjir karena hutan rusak, hutan harus segera di tanami. Pemerintah jangan lagi mengeluarkan izin baik untuk perkebunan maupun pertambangan.
Hal yang sama disampai warga Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, Hendri Saputra. Menurutnya, seluruh kegiatan yang merusak hutan harus segera dihentikan dan pemerintah harus mencabut semua izin usaha yang merusak hutan itu. “Setiap banjir terjadi, yang menderita bukan perusak hutan, tapi kami masyarakat yang tinggal di dekat sungai atau pinggiran hutan. Kami tidak mau bencana ini terus menyiksa kami. Kami sudah sangat menderita karena terus dihantam banjir,” sebut Hendri.