,

Ekosistem Pesisir Rusak Akibat Limbah Domestik?

Kerusakan lingkungan di pesisir Indonesia merupakan persoalan serius yang butuh penanganan tepat dan komprehensif.

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Heru Waluyo mengatakan, penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan pantai bukan persoalan biasa. Permasalahan ini lebih mengarah pada kesadaran dan perilaku masyarakat yang masih gemar membuang limbah tidak pada tempatnya.

Heru menyebut, pencemaran dan kerusakan pesisir di Indonesia, paling banyak disebabkan oleh pembuangan limbah domestik ke sungai yang mengalir ke laut. Limbah itu berasal dari aktivitas rumah tangga, industri kecil, rumah makan, dan klinik kesehatan. “Pencemaran di laut itu 70 persen dari limbah domestik. Bisa dari rumah tangga, permukiman, dan yang tidak ada treatment sama sekali,” katanya pertengahan pekan ini.

Kondisi ini dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola limbahnya sendiri. Selain itu, tidak adanya instalasi pengolahan air limbah (IPAL) menjadi pendukung kerusakan lingkungan pula.

Menurut Heru, tahun ini direktoratnya telah membangun 50 IPAL komunal di seluruh pesisir Indonesia yang targetnya selesai 2019. “Sudah dibangun 5 IPAL, ada 2 di Situbondo, 2 di Cirebon, dan 1 di Aceh.”

Pembangunan IPAL ini membantu mengurangi beban lingkungan akibat pembuangan limbah secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk 1 unit IPAL diperkirakan mampu menampung sekitar 500 kepala keluarga. “Semakin banyak IPAL, beban limbah yang masuk ke lingkungan menjadi berkurang. Kalau bisa skala besar seperti perkotaan juga melakukan hal yang sama sehingga hasilnya signifikan.”

Heru mencontohkan sistem pengolahan limbah di negara maju tidak lagi membebani sungai dan laut. “Negara menyediakan sistem pengolahan limbah sendiri yang memisahkan antara saluran pembuangan dengan drainase.”

Contoh bagian dalam IPAL komunal yang dibangun di Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah. Foto: Dwi Kusuma Sulistyorini

Sulitnya mengatasi pencemaran lingkungan khususnya di sungai dan pesisir, diakui oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur, Bambang Dahono. Menurutnya,  banyaknya permukiman dan industri kecil yang dibangun di atas tanah negara menjadi salah satu kendala penegakan hukum terhadap pelaku pembuangan limbah ke sungai dan laut. IPAL komunal menjadi satu-satunya solusi untuk mencegah pembuangan limbah, selain pemantauan dan patroli air rutin.

“Tiap bulan kami melakukan pemantauan, termasuk patroli air. Limbah domestik memang masih jadi masalah karena agak susah diatur. Untuk industri, kita sudah ada aturan dan bisa memantau,” ujar Bambang.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengatakan, membangun kesadaran masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar pesisir dan sungai sangat perlu dilakukan. Terlebih untuk mendukung upaya penyelamatan lingkungan pesisir. “Kita harus paham bagaimana menjaga dan menanfaatkan laut dengan benar.”

Tragedi terbunuhnya Salim Kancil, terkait tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar di Lumajang, menurut Saifullah, menjadi momentum untuk kita melakukan perbaikan regulasi dan kebijakan lingkungan. Penambangan pasir di pesisir dan pantai telah dilarang agar fungsi pesisir normal sebagaimana sediakala.

“Selok Awar-awar sebagai momen untuk kita memperbaiki pesisir. Sekarang, pesisir digunakan untuk penghijauan, untuk ditanami mangrove, tidak untuk ditambang,” tegas Gus Ipul, sapaan akrabnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,