,

Hanya di Enggano, Ular Istimewa Ini Hidup

Ini ular istimewa, hanya ada di Enggano. “Namanya ular tikus Enggano,” ujar Amir Hamidy sembari menunjukkan spesimen ular tersebut di Laboratorium Herpetologi, Gedung Widya Satwaloka, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, akhir November 2015.

Grup ular tikus atau Rat Snake memang ada beberapa genus, seperti Coelognathus atau Elaphe. Persebarannya juga luas dari Tiongkok hingga Asia Tenggara. Di Indonesia, Coelognatus ini ada beberapa jenis. Salah satunya, Coelognathus enganensis atau ular tikus Enggano yang pastinya endemis Enggano.

Meski bukan jenis baru, namun sejarah penemuan ular ini tergolong luar biasa. “Sejak pertama kali dilihat 1892, pertemuan berikutnya pada 1936. Terbaru, di 2015 ini. Artinya, setelah 80 tahun tidak muncul, ia kembali menampakkan diri,” jelas Amir.

Adalah ahli herpetologi Italia bernama Vinciguerra yang berhasil mendeskripsikan spesimen ular tersebut sebagai jenis baru, C. enganensis. Namun, saat itu genusnya bukan Coelognatus melainkan Elaphe.

Vinciguerra tidak datang ke Enggano, melainkan Elio Modigliani, antropolog yang melakukan kajian di sana sekitar delapan bulan. Modigiliani yang saat itu mengoleksi spesimen Enggano memboyongnya ke negeri spageti tersebut. Vinciguerra berhasil mendeskripsikan 16 jenis herpetofauna koleksi Modigliani, yang salah satunya ular tikus Enggano. Penjelasannya tertera dalam bab buku berjudulRettili e batraci di Engano.

Penemu berikutnya De Jong (1936), naturalis Belanda yang mendapatkan tiga individu. Setelah De Jong, berkali riset dilakukan, termasuk ekspedisi LIPI (2003), hasilnya nihil semua.

Koleksi spesimen ular tikus Enggano di Laboratorium Herpetologi, LIPI. Ada Elaphe subradiata enganensis dan Coelognathus enganensis. Foto: Rahmadi Rahmad
Koleksi spesimen ular tikus Enggano di Laboratorium Herpetologi, LIPI. Ada Elaphe subradiata enganensis dan Coelognathus enganensis. Foto: Rahmadi Rahmad

Bukan jenis biasa

Sejatinya, Amir Hamidy, peneliti bidang Herpetologi LIPI ini, tidak sengaja menemukan Enggano Rat Snake. Bersama Evi Ayu Arida, Amir yang kala itu mengamati katak di pinggiran Desa Malakoni, desa yang masih di kelilingi hutan primer, awal Mei 2015, melihat ular tersebut melintas di belakangnya. “Mestinya, ular tikus itu aktif siang hari, namun mengapa jenis ini berburu mangsa malam hari?”

Sebagaimana namanya ular tikus, tentu saja ia berburu tikus. Jenis jantan yang ditemukan Amir ini, panjangnya 1,5-2 meter. Tubuhnya abu-abu, ada strip hitam di bawah mata. Warnanya tidak menarik. Padahal, jenis ular tikus biasanya mempunyai corak atau motif tertentu.

Keanehan inilah yang coba disingkap Amir. Menurutnya, secara taksonomi, sudah pernah dilakukan kajian sebelumnya. Jenis ini pernah dimasukkan dalam genus Elaphe, kembali ke Coelognathus, lalu dimasukkan ke subspesies Subradiatus enganensis. Padahal, subradiatus ini endemik wilayah Lesser Sunda, namun, ada yang menyamakannya dengan jenis Enggano.

“Terhadap anggapan tersebut, saya tetap menolak. Secara fisik terutama ukuran, meski warna agak sama, keduanya sungguh berbeda. Ular tikus Enggano merupakan jenis tersendiri dan yang di Lesser Sunda juga jenis lain.”

Amir yakin, ular tikus Enggano memang jenis berbeda mengingat proses evolusi Enggano yang tidak pernah bergabung dengan Sumatera. Menurutnya, pulau terisolir seperti Enggano memang memiliki endemisitas yang tinggi. “Artinya, proses spesiasinya ular tikus Enggano sudah lama terjadi dan bila mengacu sebagai spesies tersendiri kemungkinannya sangat besar.”

Saya sudah melakukan kajian katak di Enggano yang ternyata kekerabatannya lebih dekat dengan yang ada di Pulau Nias, ketimbang yang hidup di Bengkulu dan Sumatera keseluruhan. “Ada kemungkinan, pulau-pulau kecil terluar seperti Simeulu, Nias, dan Enggano, dulunya satu. Namun, tidak pernah bergabung dengan Sumatera.”

Ular tikus Enggano yang hanya ada di Enggano. Jenis ini masih menyisakan 'misteri' terkait jumlah dan pergerakannya di malam hari. Foto: Amir Hamidy
Ular tikus Enggano yang hanya ada di Enggano. Jenis ini masih menyisakan ‘misteri’ terkait jumlah dan pergerakannya di malam hari. Foto: Amir Hamidy

Waktu pertemuan

Mengapa setelah 80 tahun Enggano Rat Snake ini baru terlihat? Amir memperkirakan tiga kemungkinan. Pertama, populasinya menurun seiring dengan kerusakan lingkungan. Kedua, di Enggano hanya terdapat sedikit jenis tikus sehingga ular pemangsa pun sedikit. Ketiga, hingga saat ini belum ada riset menyeluruh dan cara yang tepat akan metode penelitian ular. “Ular ini kan sifatnya menghindar manusia.”

Meski begitu, pertanyaan menggelitik yang coba Amir telisik adalah aktifnya jenis ini di malam hari. Menurut lelaki berkacamata ini, sebagai pembanding, ia melihat mangsa sang ular yaitu tikus yang aktifnya siang atau malam.

Bila si ular hanya makan tikus, di Enggano ada berapa jenis tikus yang aktifnya siang atau malam. Ini pertanyaan menarik untuk mengarahkan kita ke proses evolusi, yaitu hubungan antara pre dan predator. Karena, predator biasa mengikuti buruannya (pre). Dengan kata lain, bila si tikus berkeliaran malam hari, dapat dipastikann sang ular keluar sarangnya malam juga.

Pembuktian berikutnya dari sisi genetis. Melalui struktur DNA, akan terlihat sejauh mana proses evolusi yang terjadi di Enggano. “Dari kajian DNA akan diketahui pasti, apa genusnya, dan digolongkan dalam famili apa. Di Indonesia, saat ini ada 350 jenis ular.”

Ke depan, Menurut Amir, penelitian yang harus dilakukan terkait ular tikus Enggano adalah sistem reproduksi, kondisi habitat yang berhubungan dengan tata guna lahan, serta ketersediaan pakan. “Pastinya, bila ular ini telah berevolusi spesifik memangsa tikus, dan tikus tidak ada lagi, dapat dipastikan ular istimewa ini akan punah. Saat ini, kami belum tahu berapa jumlahnya.”

Ular tikus Enggano ditemukan Amir Hamidy saat Eksplorasi Bioresources Enggano yang dilaksanakan 16 April-5 Mei 2015. Tak kurang, 50 peneliti lintas satuan kerja LIPI terlibat dalam kegiatan itu: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Pusat Penelitian Biomaterial, Pusat Penelitian Biologi, dan Pusat Penelitian Bioteknologi.

Enggano sendiri merupakan pulau terluar Indonesia yang berada di pesisir Bengkulu dan langsung menghadap Samudera Hindia. Secara administratif, pulau seluas 400,6 kilometer persegi ini berada di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.

Enggano Rate Snake ini hanya ada di Enggano, pulau terluar Indonesia yang berada di Provinsi Bengkulu. Foto: Amir Hamidy
Enggano Rat Snake ini hanya ada di Enggano, pulau terluar Indonesia yang berada di Provinsi Bengkulu. Foto: Amir Hamidy
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,