,

Meleset! 2015 Ini, Seluruh Orangutan di Pusat Rehabilitasi Tidak Bisa Dilepasliarkan

Dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan di Bali, Desember 2007, disebutkan paling lambat semua orangutan yang ada di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya pada 2015. Apakah target itu tercapai?

Jamartin Sihite, CEO BOSF, menuturkan hingga Desember ini, sekitar 200 individu orangutan masih berada di Program Reintroduksi Yayasan Bos di Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Sedangkan jumlah orangutan yang ada di Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Tengah (Nyaru Menteng) sekitar 600 individu.

Untuk melepasliarkan sebagaimana SRAK, sangat tidak mungkin. Terlebih, BOSF memiliki 800 individu orangutan yang berada di pusat rehabilitasi. “Kami akan membicarakan kembali bersama NGO lain. Paling tidak, harus ada revisi,” katanya saat pelepasliaran empat orangutan di BOS Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (1/12/2015).

Menurut Jamartin, masalah utama yang dihadapi saat ini adalah masih banyak orangutan yang dikirim ke pusat rehabilitasi. Artinya, hutan untuk kelangsungan hidupnya rusak dan makin sempit. Sementara, lahan yang dimiliki BOS di hutan Kehje Sewen, Muara Wahau, sekitar 40 ribu hektar hutan yang direstorasi, belum layak. “Kami masih mencari lagi hutan yang dekat Kehje Sewen.”

Harus diakui, tidak mudah mencari area hutan yang cocok untuk pelepasliaran. Sebelum menemukan Kehje Sewen, BOSF pernah menemukan lokasi di Kabupaten Berau. Hutan tersebut masih sepi, namun penduduk setempat terbiasa berburu apapun di dalamnya. Sehingga, mengancam keberadaan orangutan. “Saya berharap mendapatkan hutan yang tepat sebagai tempat rilis nantinya,” ungkap Jamartin.

Empat individu

Empat individu orangutan yang sebelumnya dirawat di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari, akhirnya dilepasliarkan. Keempatnya, Joni (7), Teresa (7), Hanung (9), dan Bungan (9) akan hidup bebas di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Sejak 2012 hingga sekarang, tercatat BOSF Samboja Lestari telah merilis 40 individu orangutan termasuk yang ini.

“Dari 200 orangutan di sini, sekitar 150 yang bisa dilepasliarkan di Muara Wahau. Sisanya, 50 individu tidak bisa dikembalikan ke hutan karena cacat. Ada yang tangannya buntung, matanya buta, dan cedera lain. yang 150 ini kita sudah punya area di  Wahau,” tambah Jamartin.

Menurut Jamartin, ada kriteria utama hutan sebagai habitat orangutan. Lokasinya sekitar 700 meter dari atas permukaan laut, ada pohon pakan, orangutan liarnya lebih sedikit, letaknya jauh dari pemukiman penduduk, serta dekat sumber air (sungai atau danau).

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tachrir Fathoni, menyadari akan lokasi ideal untuk pelepasliaran orangutan di Kaltim, Kalteng, dan Sumatera. Ia berjanji, pihaknya akan bekerja sama dengan gubernur setempat untuk rencana mengubah hutan lindung menjadi kawasan margasatwa. Selain itu, pihaknya akan bernegosiasi dengan perusahaan kelapa sawit untuk menjadikan lahan konservasi sebagai ekosistem esensial. “Sinergitas yang penting. Pemerintah tidak bisa sendirian melestarikan satwa langka kita.”

Terkait pelepasliaran empat orangutan ini, Tachrir menghimbau masyarakat agar jangan menangkap, membunuh, dan memelihara. “KLHK mendukung segala aspek upaya pelestarian orangutan dan habitatnya. Tugas kita semua, untuk merawat dan melestarikan hutan. Keberhasilan kita menjaga spesies dilindungi dan hutan sebagai habitatnya merupakan langkah nyata kita menjaga bumi dan segala makhluk yang ada di dalamnya,” ujar Tachrir.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,