,

Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis

Matahari senja tampak cerah di barat. Di Desa Bader, Kecamatan Dolopo, Madiun, Jawa Timur, langit mendung. Hujan mulai turun. Gunung Wilis tertutup kabut akhir November lalu.

Melewati jalan-jalan desa, pohon-pohon jati kisaran 10 meter tertanam rapi, berbaris dengan jarak satu meter. Di bawah pepohonan, ditanami temulawak (empon-empon), singkong dan pepaya. Kicauan burung kutilang, saling bersahutan, tebang ke ranting pohon satu ke pohon lain.

“Di sini, kami mengembangkan tanaman bawah tegakan (pepohonan) dan membudidaya ternak rumah tangga,” kata Sukarno, Ketua Forest Manajemen Unit (FMU) Wilis Abadi.

Sukarno didampuk menjadi ketua pada 2014. Kala itu, dia masih awam persoalan lingkungan, ekosistem dan hutan. Kehadiran Perhimpunan Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (Persepsi) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dalam mengenalkan dan membentuk FMU Wilis Abadi Alhirnya, mereka, mengenal dan belajar bersama mengelola hutan rakyat lestari.

Mereka memberi nama Wilis Abadi karena letak hutan rakyat di Lereng Gunung Wilis. Wilis bermakna hijau. “Kami memakai menjadi nama kelompok Wilis Abadi dengan cita-cita menjadikan hutan dan lingkungan menjadi hijau “royo-royo”,” katanya.

Anggota Wilis Abadi, ada petani lahan basah maupun lahan kering, terutama anggota gabungan kelompok tani (gapoktan) sebanyak 4.891 keluarga.

Edi Purwanto, Sekretaris Wilis Abadi, mengatakan, hutan rakyat Argo Wilis paling banyak ditanami jati dan sengon. Di bawah tegakan pohon ada tanaman musiman, seperti jagung, jahe, temulawak, papaya dan beberapa tanaman buah.

Wilayah kelola Wilis Abadi meliputi enam desa, yakni, Desa Bader, Blimbing, Suluk, Kradinan, Glonggong dan Candimulyo. Dengan lusa kelola lahan tegalan 857,66 hektar, pekarangan 231,09 hektar dan keseluruhan 1.088,75 hektar.

Adapun kapasitas produksi Wilis Abadi, kayu jati 1.422.708 meterkubik per tahun, akasia 151.376, mahoni 115.382 dan Sengon 194.648 m3 per tahun.

“Kami optimis hutan terus terjaga dan kesejahteraan anggota pelan-pelan meningkat.”

Edy Supriyanto dari Perspepsi menceritakan, kala mendampingi Wilis Abadi mereka mulai sosialisasi, pembentukan FMU, pelatihan, penataan dokumen dan pendampingian penilaian atau audit baik sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) maupun pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML).

“Wilis Abadi lulus sertifikasi Maret 2015, lulus pertama kali dari program Uni Eropa, tanpa catatan,” kata Edy.

Wilis Abadi, sudah mendapatkan dua sertifikat, yaitu VLK dan sertifikasi PHBML dengan skema LEI.

PHBML, katanya, bertujuan mendorong ketersediaan produk ramah lingkungan di pasaran, terutama mebel dan kerajinan kayu. Sertifikasi PHBML sukarela hingga perlu komitmen kuat para pihak.

Industri Pengelolaan Kayu mendapatkan pasokan kayu dari hutan rakyat. Foto: Tommy Apriando
Industri Pengelolaan Kayu mendapatkan pasokan kayu dari hutan rakyat. Foto: Tommy Apriando

Pemasok industri kayu

Hutan rakyat menjadi tulang punggung industri produk kayu, terutama produsen furnitur dan kerajinan baik industri besar maupun skala kecil-menengah (IKM).

Hutan rakyat menyuplai kayu lebih banyak ke IKM. Contoh, 90% bahan baku industri kayu di Jawa Tengah dari hutan rakyat. Sisanya, baru kayu Perum Perhutani.

Hutan rakyat juga memiliki peran sosial dan memperbaiki kualitas lingkungan. Pengelolaan hutan rakyat di Indonesia tumbuh subur di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini, katanya, tak lepas dari banyak produsen furnitur dan kerajinan kayu di Jawa dan Bali.

“Berbagai upaya mendorong pengelolaan hutan rakyat lestari, berarti ikut mempromosikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis yang disediakan hutan rakyat ” kata Hayu Wibawa, Koordinator Proyek LEI-Uni Eropa, LEI, kepada Mongabay.

Legalitas kayu, katanya, merupakan persyarat ekspor, terutama pasar Uni Eropa. Pengelola hutan rakyat, katanya, dituntut memenuhi syarat keabsahan kepemilikan lahan, peraturan penebangan, mentaati peraturan pengangkutan, serta ketertiban administrasi dengan mencatat dan menyimpan bukti-bukti transaksi. Juga aspek legalitas industri seperti izin usaha, lingkungan kerja menjamin keselamatan pekerja, batas usia pekerja, dokumentasi pengapalan, sampai izin ekspor.

Legalitas dan keterlacakan kayu di hutan rakyat didorong LEI dan mitra di daerah melalui penerapan sistem sertifikasi PHBML dan VLK hutan hak. Syarat huta rakyat mendapatkan sertifikasi PHBML, katanya, harus memenuhi legalitas sesuai VLK hutan hak.

Setelah sertifikat diperoleh, kata Hayu, masih ada pekerjaan besar lagi dalam mempromosikan, menyusun rencana bisnis hutan rakyat dan akses pasar lebih luas.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,