,

Sektor Kelautan Petakan Kekuatan untuk Perubahan Iklim

Komitmen untuk melaksanakan amanat amanat Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam konferensi perubahan iklim (COP21) di Paris, Perancis, terkait perubahan iklim, dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Komitmen yang dimaksud, adalah ikut berperan dalam menurunkan emisi hingga 29 persen pada 2030 nanti.

Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Sjarief Widjaja mengatakan, amanat yang disampaikan Jokowi di Paris, menjadi amanat yang wajib dilaksanakan,. Bukan karena itu berasal dari Presiden, tapi memang isu perubahan iklim saat ini sudah sangat meluas.

“Ini adalah isu mendunia. Kita harus bisa ikut berperan di dalamnya,” ungkap Sjarief kepada Mongabay, di Double Tree Hotel, Jakarta, Jumat (11/12/2015).

Akan tetapi, menurut dia, meski isu perubahan iklim sudah menjadi perhatian dunia, masih belum banyak yang konsen untuk melibatkan sektor kemaritiman. Itu kenapa, kata dia, hasil dari COP21 tidak mencantumkan sektor kemaritiman sebagai yang ikut berperan, meskipun Jokowi sudah menyuarakannya di forum resmi tersebut.

“Itu tidak mengherankan kenapa isu kelautan menjadi minoritas. Karena banyak negara-negara di dunia yang lebih tertarik pada isu yang potensinya ada di daratan. Isu kehutanan lebih seksi, atau isu-isu tentang penggunaan peralatan yang menghasilkan CO2 tinggi,” sebut dia.

Namun, Sjarief memastikan, walau isu kelautan masih menjadi minoritas di forum COP21, Indonesia berkomitmen untuk tetap mengedepankannya karena isu tersebut adalah isu sangat penting. Kata dia, Indonesia adalah negara besar kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil yang sangat banyak dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Sjarief mengungkapkan, karena isu perubahan iklim juga dipengaruhi dari isu kelautan, dia meminta kepada pihak terkait untuk tidak hanya melihat perubahan iklim hanya dari sisi kehutanan saja dengan deforestisasi atau reboisasi.

“Kita harus bisa melihatnya dari isu kelautan juga. Kita akan bisa menghindari percepatan perubahan iklim, jika kita menanam mangrove, kita menanam padang lamun, dan sebagainya. Itu dari sisi potensi laut kita,” papar dia.

Bagi Sjarief, jika kepedulian semua pihak terhadap isu kelautan dan kaitannya dengan perubahan iklim masih belum ada hingga saat ini, maka artinya itu adalah masalah besar yang harus segera dicarikan jalan keluar. Kondisi tersebut sangat tidak baik, apalagi jika dikaitkan dengan pidato Jokowi yang menargetkan bisa menurunkan emisi hingga 29 persen pada 2030 nanti.

Petakan Kekuatan

Meski respon dari publik belum sebesar untuk isu kehutanan, namun Sjarief tetap bersikukuh akan membawa isu perubahan iklim tersebut untuk sektor kelautan. Karenanya, langkah yang dilakukan saat ini adalah membentuk tim yang khusus menangani isu perubahan iklim dalam sektor kelautan.

“Itu yang kami lakukan sekarang. Dengan adanya tim, pekerjaan akan lebih fokus,” jelas dia.

Dengan adanya tim, maka langkah berikut yang bisa dilakukan adalah melakukan pemetaan kekuatan di lapangan. Caranya, kata Sjarief, adalah dengan menghitung luasan tutupan Indonesia yang saat ini ada di kawasan seluas 5,8 juta km2.

“Seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi untuk padang lamun berapa, mangrove berapa, terumbu karang berapa, dan berapa serapan terhadap kadar CO2 nya. Itu yang harus kita hitung,” cetus dia.

“Kita harus menghitungnya, karena kita punya hak yang sama dengan negara lain yang berbasis kontinental, dengan isu terkuatnya ada di sektor perkebunan atau kehutanan,” tambah dia.

Perubahan Iklim Ancam Eksistensi Pulau

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Agus Dermawan menjelaskan, perlunya Indonesia ikut berperan dalam isu perubahan iklim, karena Indonesia adalah negara kepulauan dan menjadi penerima akibat dari adanya perubahan iklim.

“Permukaan air laut akan menjadi sangat sensitif untuk negara-negara pulau, karena perubahan iklim. Pulau-pulau yang ketinggian daratannya tidak mencapai 2 atau 3 meter dari permukaan laut, dengan kenaikan permukaan air laut, maka sebagian daratannya akan hilang,” ungkap dia.

Agus memaparkan, jika tidak dilakukan pencegahan dampak dari perubahan iklim, maka potensi untuk kehilangan 2.000 pulau pada 2.050 sangat mungkin terjadi. Padahal, saat ini saja, Indonesia secara perlahan sudah mulai menerima ancaman kehilangan pulau.

“Seperti, saat ini kita terancam kehilangan 24 pulau di berbagai daerah. Pulau-pulau tersebut adalah pulau kecil terdepan di wilayah Indonesia. Ini ancaman serius,” kata dia.

Karena ancaman yang sangat serius akibat perubahan iklim tersebut, Agus mengungkapkan, pihaknya saat ini sudah mulai melakukan pemetaan kekuataan dengan perencanaan yang jelas. Dari situ, akan dilakukan identifikasi pulau-pulau mana yang paling beresiko tenggelam.

“Dari situ, baru kemudian kita hitung indeks kerentanannya. Jadi, nantinya kita akan perkuat daerah-daerah yang terancam akan hilang. Misalnya, di Karang Unarang, ada satu titik pulau terluar yang batasnya itu hanya sebuah karang kecil yang adanya di bawah permukaan air laut,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,